Wood pellet dan Agro-waste Pellet |
Biomass pellet fuel, baik yang berasal dari limbah pertanian
(agro-waste) dan biomasa berkayu harus memenuhi spesifikasi teknis pada
alat-alat atau teknologi penggunanya. Nilai kalor, kadar abu dan kimia abu adalah beberapa parameter kunci pada kualitas
bahan bakar biomass pellet tersebut. Limbah-limbah pertanian pada umumnya
memiliki nilai kalor lebih rendah dan kadar abu lebih tinggi, sedangkan dari
biomasa kayu-kayuan pada umumnya memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dengan
kadar abu lebih rendah. Nilai kalor dan kadar abu adalah dua hal saling
berkait, semakin tinggi nilai kalor berarti semakin rendah kadar abu dan
sebaliknya. Kimia abu dalam beberapa hal menjadi masalah untuk penggunanya.
Kimia abu seperti Na (sodium/natrium), K (potassium/kalium), S
(sulphur/belerang) dan Cl (chlorine) serta dalam beberapa kasus Si (silika)
adalah beberapa kimia abu yang dipermasalahkan itu. Setiap biomasa baik limbah
pertanian dan biomasa kayu-kayuan memiliki unsur-unsur kimia abu tersebut dalam
level yang berbeda-beda.
Pipa-pipa boiler khususnya pada pembangkit listrik dengan
pembakaran suhu tinggi (lebih dari 1.000 C) sangat peka terhadap kimia-kimia
abu tersebut. Konsekuensinya bahan bakar biomasa pellet yang tidak memenuhi
nilai kalor, kadar abu dan kimia abu yang dipersyaratkan maka akan ditolak
sebagai bahan bakar boiler tersebut. Persyaratan bahan bakar pellet biomasa
untuk pembangkit listrik adalah yang paling ketat dibandingkan yang lainnya,
hal ini terutama karena operasional suhu tinggi dan kebutuhannya yang besar.
Pada operasional suhu tinggi tersebut sejumlah unsur-unsur kimia abu akan
meleleh, menjadi kerak dan bersifat korosif. Transfer panas dan keamanan proses
tersebut akan terganggu. Hal ini sangat merugikan bagi pembangkit listrik yang
bersangkutan. Sedangkan pada operasional boiler-boiler untuk industri baik
skala kecil dan menengah maka suhu operasinya (berkisar 700 C) tidak setinggi pembangkit
listrik, sehingga juga persyaratannya akan lebih longgar. Demikian juga untuk
kebutuhan rumah tangga terutama pada pemanas ruangan pada musim dingin.
Leaching adalah jenis proses yang digunakan untuk
menghilangkan berbagai kandungan kimia abu yang tidak dikehendaki tersebut.
Leaching pada biomasa untuk mendapat karakter kualitas bahan bakar yang
dikehendaki juga telah banyak digunakan oleh sejumlah industri. Proses leaching
dilakukan pada tahap awal proses produksi pellet biomasa tersebut. Jenis
pelarut, waktu proses ataupun berbagai treatment lain akan bervariasi
tergantung dari jenis biomasanya dan level target unsur kimia yang dikehendaki.
Photo diambil dari sini |
Kebun energi saat ini juga sudah banyak dikembangkan oleh
berbagai pihak untuk mendapatkan suplai pasokan bahan baku yang stabil dalam
jangka panjang. Kebun energi tersebut terdiri dari tanaman atau pohon rotasicepat (SRC) sehingga bisa kurang dari 1 tahun sudah bisa dipanen biomasa kayu-kayunya
dan bisa trubus atau tumbuh lagi tanpa replanting hingga bertahun-tahun.
Kaliandra adalah salah satu tanaman atau pohon rotasi cepat tersebut yang cocok
untuk produksi wood pellet. Kaliandra yanng ditanam di Indonesia dengan iklim
tropis memiliki banyak kelebihan antara lain karena kecepatan produktivitas
kayunya. Tetapi pada umumnya tanaman rotasi cepat seperti willow, poplar dan
sebagainya, begitu juga kaliandra memiliki beberapa kandungan kimia yang harus
dikurangi atau dihilangkan untuk mendapatkan kualitas bahan bakar pellet yang
bisa diterima khususnya pembangkit listrik. Penghilangan kimia tertentu dari
biomasa tersebut dilakukan dengan cara proses leaching seperti penjelasan
diatas. Pada akhirnya bahan bakar biomasa pellet ataupun wood pellet yang
biomass powerplant boiler friendly bisa diproduksi.