Sabtu, 03 Maret 2018

Export Wood Pellet : Ke Jepang atau Korea?

Aspek pasar adalah faktor penting bagi suatu produksi, tidak terkecuali wood pellet. Pengenalan terhadap karakteristik pasar yang baik, juga akan menentukan suksesnya pemasaran produk tersebut. Korea dan Jepang adalah dua pasar wood pellet terbesar saat ini, sehingga sejumlah produsen yang berorientasi eksport berusaha mengisi pasar tersebut. Pasar wood pellet untuk Eropa umumnya belum menjadi prioritas, hal ini karena diperlukan kapasitas besar untuk pengiriman ke sana misalnya 40.000 - 60.000 ton/shipment, yang ini belum bisa dipenuhi produsen wood pellet di Indonesia karena kapasitas produksinya masih kecil. Pengiriman wood pellet ke Korea dan Jepang dari Indonesia, hampir semua juga masih menggunakan kontainer, karena volumenya belum besar.

Apa perbedaan pasar wood pellet antara Jepang dan Korea? Lalu, mengapa produsen wood pellet Indonesia perlu mempertimbangkan hal tersebut? Penggunaan wood pellet untuk pembangkit listrik baik Jepang dan Korea adalah policy driven, yakni Renewable Portofolio Standard (RPS) di Korea dan Feed in Tariff (FIT) di Jepang. Tetapi juga bagaimana mekanisme menyuplai wood pellet di kedua negara tersebut berbeda. Pembeli-pembeli Jepang lebih memilih kontrak jangka panjang dengan harga yang pasti, produsen wood pellet juga masuk sustainability criteria (misalnya dibuktikan dengan FSC), forest management practice yang baik dan kondisi makro ekonomi yang stabil. Sedangkan pembeli-pembeli Korea lebih memilih harga wood pellet yang murah di "open market" dengan kontrak jangka pendek. 
Menghadapi kondisi pasar diatas tentu juga berbeda menyikapinya. Pasar Korea dirasa lebih mudah dan senantiasa harga mengikuti pasar, tetapi dengan kondisi ini produsen wood pellet berlomba-lomba meningkatkan efisiensinya sehingga harga jual pelletnya bisa murah dan diterima oleh pasar Korea. Hal ini terbukti dari produsen-produsen wood pellet di Vietnam, yakni dengan strategi harga murah terbukti menjadi supplier utama wood pellet di Korea. Tetapi seiring keterbatasan bahan baku dan naiknya harga minyak bumi, maka harga akan terkoreksi dengan kondisi tersebut. Sedangkan untuk pasar Jepang menuntut kajian mendalam dan persiapan yang sangat matang, sehingga hanya produsen-produsen besar yang bisa melakukannya. Harga tetap, kontrak panjang dan volume besar juga beresiko menimbulkan kerugian bagi produsen, jika terjadi inflasi di negara produsen karena kebijakan feed in tariff (FIT) diset untuk jangka waktu 20 tahun.Hal ini juga perlu diantisipasi oleh produsen wood pellet jika ingin masuk ke pasar Jepang.  

Bahan bakar biomasa mendapat porsi 4,3% di Jepang pada proyeksi energi 2030 mereka. Ini berarti biomasa terhitung sebesar 4,3% dari 245 juta MW pertahun dengan energi terbarukan atau sekitar 6.000 MW dari biomasa. Untuk mencapai kapasitas tersebut dibutuhkan kurang lebih 22,2 juta ton wood pellet per tahun. Saat ini sebagian besar wood pellet yang diimport Jepang berasal dari Kanada. Dari 374.000 ton wood pellet yang diimport Jepang pada tahun 2016, sekitar 75% berasal dari Kanada. Sedangkan tahun 2017, wood pellet yang diimport dari Kanada turun menjadi sekitar 65%, selanjutnya Vietnam mengisi cukup banyak pada tahun tersebut, selanjutnya diikuti China. Kanada mencoba terus mempertahankan market share-nya di Jepang karena merasa mampu untuk memenuhi syarat-syaratnya. Kontrak panjang selama 20 tahun dalam mekanisme FIT juga dianggap lebih menarik dibandingkan kontrak menengah supply Kanada ke Eropa, seperti dengan Drax di Inggris selama 11 tahun, misalnya pada tahun 2020 mereka mulai kontrak maka pada tahun 2040 kontrak baru berakhir atau Jepang menjadi offtaker produk wood pellet selama 20 tahun. Selain itu faktor bisnis kayu dan olahannya dari Kanada yang sudah berjalan lama sebelumnya juga digunakan untuk memperkuat market share wood pellet di Jepang. Dilain pihak export wood pellet Indonesia ke Jepang juga masih sangat kecil. 
Sebagian besar wood pellet Indonesia di export ke Korea, yang diperkirakan menurut Global Trade Atlas Data sejumlah 63.000 ton pada 2014 dan naik turun sedikit menjadi 61.500 ton pada 2015. Sejak menerapkan RPS  (Renewable Portofolio Standard)  tahun 2012 Korea berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan khususnya biomasa dan lebih khusus lagi wood pellet pada sektor energinya. Berdasar RPS tersebut Korea mensyaratkan PLTU batubara untuk minimum menggunakan 2% energi terbarukan pada 2012, dengan peningkatan 0,5% /tahun sampai 2020.  Pada tahun 2020 mereka akan membutuhkan minimum 10% energi terbarukan dengan komposisi diharapkan 60% energi terbarukan berasal dari biomasa kayu, sedangkan 40% sisanya dari sumber lain dan diestimasi wood pellet akan lebih dari 10 juta ton.Mengapa sebagian besar wood pellet produksi Indonesia diexport ke Korea? Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, yakni persyaratan export wood pellet ke Korea tidak seketat (strict) Jepang, sebagian besar produsen wood pellet Indonesia memiliki kapasitas kecil dengan bahan baku terbatas sehingga lebih cocok untuk kontrak jangka pendek dan harga yang ditawarkan produsen wood pellet Indonesia bisa bersaing dengan produsen lainnya seperti Vietnam, Thailand dan Malaysia. Wood pellet pada dasarnya suatu produk baru untuk sektor energi, sehingga masalah harga dinamis di "open market" atau pasaran internasional, selain faktor supply-demand juga harga energi pada umumnya sangat berpengaruh khususnya minyak bumi. 
Photo diambil dari sini
Indonesia walaupun saat ini masih belum mempunyai market share yang besar atau belum di perhitungkan pada sektor tersebut tetapi potensinya sangat besar. Faktor iklim tropis, tanah luas dan subur adalah modal dasar yang luar biasa untuk menjadi produsen biomasa. Selain itu dengan lokasi yang lebih dekat dengan pasar atau negara pengguna dibanding Kanada, maka itu juga suatu keunggulan tersendiri. Apabila tingkat suku bunga deposito Indonesia dihilangkan atau minimal dikurangi, maka tingkat gairah berbisnis juga menjadi daya dorong luar biasa. Jangan sampai penerapan bunga deposito tinggi tersebut menjadi bumerang, yang menjadi malapetaka salah satunya telat dalam berinovasi pada era bioeconomy padahal sumber daya berlimpah. Beberapa produsen wood pellet Indonesia seperti South Pacific di Jepara dan Singpellet di Sumatera Barat juga memiliki konsep kebun energi untuk produksi wood pellet dengan tanaman rotasi cepat (Short Rotation Coppice /SRC). Produksi wood pellet dari kebun energi adalah skenario terbaik untuk memasuki/penetrasi pasar wood pellet Jepang dan Korea. Untuk merancang produksi wood pellet kapasitas besar dari kebun energi bisa dibaca disini. Model bioeconomy muslim dengan integrasi produksi wood pellet dari kebun energi, peternakan domba yang merupakan harta terbaik muslim dan peternakan lebah madu, akan unggul dan menjadi pemain utama di era bioeconomy. InsyaAllah. China diprediksi juga akan menjadi pasar wood pellet besar, ulasan tentang akan kami tulis lain waktu. InsyaAllah

7 komentar:

  1. barang kali butuh wood pelet nya bisa hub 085777865117

    BalasHapus
  2. banyak stok wood pellet di pabrik lokasi tangerang. minat bisa wa 08170002902

    BalasHapus
  3. Daerah jatim untuk wood pellet 085258421555

    BalasHapus
  4. Saya ingin gabung di usaha ini gimana caranya

    BalasHapus
  5. lagi cari sepekasi seperti ini kalo ada bisa hubungi 085220500447 Spec: sengon mix hardwood jangan campur sekam
    Ash content dibawah 1%
    Sulfur : dibawah 0,5%
    Calori : 4100 up
    Panjang : 3-5 cm

    BalasHapus
  6. KAMI SIAP SUPPLY BANYAK WOOD PELLETS dari berbagi bahan kayu khusus yg serius hubungi WhatsApp saya +6289657362139 utk informasi dan data lebih lengkap

    BalasHapus

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...