Kamis, 27 Februari 2020

Three in One dengan Inovasi Tungku Karbonisasi



Saat ini masih banyak kita temui pembuatan arang (karbonisasi) yang tidak efisien. Selain menghasilkan banyak polusi juga banyak panas atau energi yang hilang, yang seharusnya bisa digunakan untuk yang lain, misalnya pengeringan kopra maupun memasak air kelapa untuk produksi nata de coco. Apabila proses pengarangan atau karbonisasi tersebut bisa dibuat lebih efisien maka bisa diintegrasikan dengan produksi kopra putih dan nata de coco. Produksi kopra putih dan nata de coco juga menjadi sangat ekonomis karena kebutuhan energi atau panas bisa disuplai dari proses pengarangan atau karbonisasi tersebut. Bahan bakar atau sumber energi bisa diminimalisir bahkan dieliminasi sama sekali. 

Energi panas dari proses pengarangan tersebut sangat besar, sehingga upaya memanfaatkannya adalah hal penting untuk meningkatkan efisiensi produksi. Tungku karbonisasi yang dirancang untuk produksi arang sekaligus menghasilkan panas untuk pengeringan kopra dengan kontak tidak langsung (indirect heating) dan merebus air kelapa untuk produksi nata de coco adalah solusi untuk meningkatkan efisiensi tersebut. Kualitas produk arang yang dihasilkan juga lebih tinggi dan stabil karena kontrol proses produksi yang juga lebih baik. Dengan kapasitas bahan baku minimal 3 ton/hari tempurung kelapa tungku karbonisasi tersebut bisa dioperasikan. Hal tersebut setara dengan pengolahan daging buah kelapa 6,5 ton/hari atau produksi kopra putih sekitar 3,25 ton/hari dan nata de coco 5 ton/hari. Skema rancangan tungku karbonisasi tersebut seperti dibawah ini. 



Kebutuhan arang tempurung kelapa semakin meningkat seiring waktu demikian juga produk-produk kelapa lainnya. Export arang tempurung kelapa Indonesia tercatat250 ribu ton/tahun. Kopra putih juga dibutuhkan untuk produksi minyak kelapa yang kualitas minyaknya lebih baik daripada kopra hitam. Kualitas minyak dari kopra putih lebih bersih dan jernih sehingga bisa langsung dikonsumsi, sedangkan dari kopra hitam berwarna coklat kehitaman yang biasa disebut minyak kelapa mentah (crude coconut oil). Export kopra putih dunia tercatat 137 ribu ton pada tahun 2013 (APCC-Coconut Statistical Yearbook, 2013) dengan total nilai lebih dari 2 trilyun rupiah. Potensi nata de coco juga tidak kalah besar seiring dengan pertumbuhan makanan dan minuman yang rata-rata 8% pertahun dan diperkirakan potensi nasional dari nata de coco mencapai 1,6 trilyun/tahun. Arang tempurung kelapa tersebut juga bisa diolah lanjut menjadi briket maupun arang aktif (activated carbon). Untuk export arang briket dan arang aktif (activated carbon) Indonesia tergolong masih kecil yakni 20 ribu ton/tahun dan 25 ribu ton/tahun. Untuk info detail tungku karbonisasi tempurung kelapa silahkan email di cakbentra@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...