Rabu, 09 Juni 2021

Peluang Export Sumber Protein Pakan Ternak Ke Eropa

Daging dan susu adalah sumber protein bagi manusia yang didapat dari hewan khususnya ruminansia, lalu daging dan telur dari unggas dan daging dari ikan. Ketersediaan protein hewani yang mencukupi sangat dibutuhkan. Defisit protein akan berdampak buruk bagi kesehatan. Industri peternakan sangat berperan penting untuk ketercukupan protein hewani tersebut dewasa ini. Untuk menghasilkan protein hewani berupa daging dan susu tersebut dibutuhkan sumber protein yakni protein nabati dalam sumber pakannya untuk peternakan ruminansia  tersebut. Daun gamal dan kaliandra dari kebun energi adalah sumber protein untuk peternakan ruminansia (domba, kambing dan sapi) tersebut. Semakin berkembangnya kebun energi seharusnya juga mendorong industri peternakan. Hal inilah yang penting untuk dipahami oleh para pembuat kebun energi tersebut.

Belajar dari kondisi   Eropa, menurut studi yang dilakukan oleh FEFAC (European Feed Manufacturers’ Federation) atau himpunan produsen pakan di uni Eropa terjadi kondisi defisit protein di sektor industri pakan di Eropa dan untuk itu mereka membuat sejumlah upaya untuk mendapatkan sumber protein pakan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Defisit adalah kondisi dimana konsumsi atau penggunaan protein untuk pakan tersebut telah melebihi dari produksinya. Hal itu berarti produksi Eropa berupa sumber protein untuk pakan ternak masih jauh dari kebutuhannya sehingga akibatnya import tidak bisa dihindari.  Walaupun menurut estimasi mereka tidak akan mungkin bisa menggantikan 100% dari sumber protein pakan dengan salah satu cara saja, yang selama sebagian besar dari import tetapi mengurangi ketergantungan tersebut dengan produksi secara lokal protein pakan akan sangat membantu. Motivasi lainnya adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber protein dari bahan transgenik (GMO) yakni kedelai. 

Upaya mereka yang pertama adalah penggunaan PAP (processed animal protein). Penggunaan PAP memang  nutrisi tinggi, dan sumber PAP untuk pakan tersebut adalah ayam dan babi. Walaupun telah dibuat aturan kalau PAP ayam tidak boleh untuk pakan ayam dan PAP babi tidak boleh untuk pakan babi ditambah alat untuk mendeteksinya tetapi pada prakteknya hal tersebut sulit dilaksanakan. Hal tersebut karena pabrik pakan yang beroperasi pada umumnya pakan multi-purpose sehingga bisa untuk berbagai jenis binatang ternak. Sangat sedikit pabrik pakan yang membuat pakan khusus. Padahal jika terjadi misalnya PAP ayam untuk pakan ayam dan PAP babi untuk pakan babi maka bisa saja terjadi suatu penyakit pada hewan ternak tersebut. Sebuah contoh yakni pada kasus mammalian meat and bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging mamalia untuk pakan ruminansia. Pada tahun 1996 dengan krisis Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) karena terkait pemberian pakan berasal dari MBM untuk pakan ruminansia. Daging yang terinfeksi BSE tersebut menyebabkan penyakit Creutzfeldt-Jakob pada manusia sehingga menimbulkan resiko tinggi pada rantai pangan manusia. Setelah wabah itu menyebar selanjutnya penggunaan MBM dalam pakan ternak dilarang. Peraturan tersebut menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada bahan baku import seperti bungkil kedelai (soybean meal) untuk keberlangsungan suplai daging, susu dan telur. 

Upaya kedua yakni produksi protein dari peternakan serangga (insect farming). Walaupun bisa dilakukan dan sejumlah spesies serangga juga sudah disetujui tetapi faktanya saat ini masih sangat sedikit peternakan serangga di sana, sehingga masih dibutuhkan waktu cukup lama untuk menghasilkan volume yang mencukupi sebagai sumber protein pada pakan ternak. Sumber protein dari serangga ini terutama untuk pakan ikan. Upaya ketiga dari tanaman energi yakni dari pohon rapeseed. Bungkil rapeseed (rapeseed meal) atau sejenis kanola adalah sumber protein nabati selanjutnya. Tetapi ketersediaan bungkil rapeseed tersebut tergantung kebijakan biofuel Eropa. Minyak canola adalah bahan baku biodiesel di Eropa. Kebijakan biofuel Eropa tertuang dalam Renewable Energy Directive 2020-2030 dimana kontribusi biofuel dari tumbuh-tumbuhan untuk target penggunaan pada sektor transportasi maksimal hingga 7%.

Upaya keempat dari sisa industri makanan yakni produk-produk reject dan kadaluwarsa. Sisa industri makanan yang dimaksud adalah dari industri-industri makanan dan bahan pangan, seperti industri biskuit, mie instant, coklat batangan, pasta dan sebagainya. Tetapi yang dimaksud bukan limbah makanan dari restauran, atau katering. EFFPA, the European Former Foodstuff Processing Association mengestimasi bahwa di Uni Eropa sekitar 3,5 juta ton sisa makanan tersebut diolah menjadi pakan ternak setiap tahunnya. Uni Eropa mendorong penggunakan makanan reject dan kadaluwarsa tersebut termasuk menerbitkan panduannya untuk mengurangi limbah makanan untuk menjadi pakan, karena tidak layak dikonsumsi manusia. Sumber protein dari micro algae atau tumbuhan bersel tunggal ini juga sudah pernah mereka bahas, tetapi tidak menjadi prioritas saat ini karena kualitas dan keterbatasan.  

Pentingnya menyadari potensi sekaligus memperbaiki visi untuk optimalisasi kebun energi tersebut. Masalah GMO misalnya, penggunaan daun gamal atau gliricidia bisa sebagai solusinya, untuk lebih detail baca disini. “Kualitas protein” adalah hal penting karena tidak semua protein sama. Beberapa parameter untuk kualitas protein adalah profil asam amino dan ketidakadaan zat anti nutrisi.  Sebagai contoh bungkil kedelai memiliki skor yang tinggi untuk semua parameter kualitas protein termasuk palatability, ketercernaan (digestibility) dan keamanan (safety). Sebuah kasus yang juga bisa sebagai referensi, pada tahun 2007 terjadi penarikan pakan hewan peliharaan karena terkontaminasi melamin dan cyanuric acid (yang tinggi kadar nitrogen dan teridentifikasi sebagai kandungan protein kasar) pada unsur protein yang menyebabkan kegagalan ginjal.

Penggunaan nitrogen dari bahan kimia diatas juga dilakukan pada produk-produk pertanian juga membuat penarikan produk-produk pertanian dari China yang dilakukan di Afrika Selatan, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan Amerika memerintahkan USDA untuk memeriksa semua produk-produk pertanian dari China. Tahun 2008 dan 2009 China fokus mengeliminasi masalah pemalsuan atau pencampuran tersebut dan efek krisis yang ditimbulkan. Pada tahun 2010 versi revisi tentang peraturan pakan dan aditif pakan dipublikasikan untuk lebih menjamin kualitas dan keamanan (safety). Walaupun China sebagai produsen pakan terbesar di dunia tetapi kebutuhan bahan baku pakan masih mengandalkan import khususnya tepung/bungkil kedelai untuk mendukung kebutuhan pangan berupa daging, susu dan telur untuk sekitar 1,3 milyar penduduknya.

Dari sejumlah upaya Uni Eropa dalam rencana swasembada sumber protein pakan tersebut ternyata sumber protein dari tanaman energi rapeseed ternyata menjadi prioritas Eropa saat ini. Sedangkan dengan kondisi Indonesia yang memiliki tanah luas maka banyak kebun energi yang bisa dibuat bahkan KLHK telah merencanakan 12,7 juta hektar untuk kebun energi sebagai salah satu upaya mendukung program cofiring di PLTU-PLTU di Indonesia lebih detail bisa dibaca disini, sehingga produksi daun sebagai produk samping kebun energi juga akan berlimpah. Produksi daun ini bisa sebagai komoditas export ke Eropa, karena kebutuhannya besar. Produksi pakan ternak di Eropa diperkirakan 160 juta ton per tahun atau 16% dunia dengan jumlah pabrik pakan 5000 unit. Dengan konsumsi protein dalam pakan dikisaran 30% maka kebutuhannya akan mencapai 48 juta ton. Ketika industri pakan dalam negeri belum mampu menyerapnya maka export adalah pilihan terbaik.

Ruminansia adalah herbivora sehingga pakannya adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan, kasus MBM di Eropa bisa menjadi pelajaran mahal bahwa pemberian pakan dari mamalia ternyata malah menimbulkan masalah baru. Apalagi jika kategori makanan tersebut najis, maka binatang ternaknya menjadi binatang jalalah yang dilarang dikonsumsi. Sedangkan kasus pencampuran dengan bahan kimia berbahaya yang terjadi di China dengan  melamin dan cyanuric acid hanya untuk mengelabui kandungan protein sehingga terlihat tinggi juga membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia. Islam sangat perhatian dalam masalah makanan atau pangan bahkan dalam Al Qur’an surat ‘Abasa : 24 , Allah memerintahkan manusia untuk memperhaikan makanannya. Makanan yang masuk ke perut kita harus halal dan thoyyib (baik). Makanan yang mengandung zat berbahaya yang dapat meracuni tubuh bukanlah makanan yang thoyyib. Dan salah satu akibat dari makanan haram adalah penghalang terkabulnya doa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...