Pada akhir tahun 2022 atau tahun ini, semua PLTN di Jerman dihentikan operasinya, lalu pada tahun 2030 atau paling lambat pada 2038 semua PLTU batubaranya juga dihentikan operasinya. Jerman dalam rangka dekarbonisasi telah merencanakan pengurangan bahan bakar fossil khususnya batubara pada PLTUnya. Prosentase PLTN di Jerman adalah 3,6% atau sekitar 8 GW dan ini perlu upaya segera untuk mendggantikan suplai listrik tersebut. Sedangkan PLTU batubara mencapai sekitar 28% atau lebih dari 40 GW, dan saat ini produksi listrik dengan batubara tersebut sangat mahal, karena harga batubara sendiri dan carbon tax. Harga batubara dikisaran $150 tetapi akhir-akhir ini terjadi lonjakan hingga $435 dan carbon tax lebih dari $100 untuk setiap CO2 yang diemisikan. Dengan komponen biaya tersebut harga produksi listrik untuk setiap MWh mencapai sekitar $220 (belum termasuk biaya tenaga kerja, perawatan, dan sebagainya), sedangkan apabila diganti dengan wood pellet harga produksi hanya sekitar $90 per MWh atau kurang lebih sepertiganya. Sangat murah. Apalagi dengan pemakaian wood pellet proses sulfur scrubbing (FGD = flue gas desulphurisation) bisa direduksi bahkan dieliminasi.
Bahan bakar biomasa seperti wood pellet adalah carbon neutral sehingga tidak menambah konsentrasi CO2 di atmosfer, sehingga ketika penggunaan wood pellet untuk pembangkit listrik dan selanjutnya emisi gas CO2 yang merupakan gas rumah kaca tersebut ditangkap dan disimpan (CCS =Carbon Capture and Storage) sehingga tidak lepas ke atmosfer, maka ini menjadi carbon negative atau mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer. Besarnya gas CO2 yang bisa ditangkap dan ditangkap tersebut juga bisa mendapatkan kompensasi carbon credit, sehingga PLTU tersebut mendapat penghasilan tambahan. Tetapi tanpa harus dengan CCS pun penggunaan wood pellet sudah mengurangi biaya produksi listrik sangat signifikan dan ramah lingkungan. Sedangkan apabila PLTU menggunakan batubara yang merupakan carbon positive lalu emisi CO2 ditangkap dan disimpan dengan teknologi CCS maka hal ini menjadi carbon neutral. Tentu saja upaya carbon negative lebih baik dibandingkan carbon neutral.
Di lain sisi Jerman terkenal dengan produk-produk teknologi khususnya mesin-mesin industri. Sejumlah produsen mesin untuk produksi wood pellet juga berasal dari Jerman, seperti Muench, Salmatec dan Kahl. Mesin-mesin tersebut banyak digunakan untuk produksi wood pellet di seluruh dunia dan dapat diandalkan. Bisa saja nanti mesin-mesin untuk produksi wood pellet tersebut diimport dari Jerman dan produk wood pellet dari Indonesia diexport ke Jerman. Hal ini sesuai dengan keunggulan potensi masing-masing negara tersebut. Indonesia dengan luas daratan mencapai 1,91 juta km2 dengan lahan banyak tersedia serta berada di daerah tropis sangat potensial sebagai produsen utama wood pellet dunia.
Saat ini sekitar 55% bahan bakar pembangkit listrik di Jerman menggunakan gas alam yang berasal dari Rusia, dan sementara sedang pecah perang antara Rusia dan Ukraina. Masalah keberpihakan Jerman bisa jadi akan berpengaruh pada suplai gas alam dari Rusia ke negaranya akibat adanya perang tersebut. Konversi dari PLTU batubara menjadi PLTU wood pellet bukan hal sulit dan tidak membutuhkan investasi besar, sehingga konversi inilah sebagai solusi paling realistis. Dengan jumlah PLTU batubara di Jerman lebih dari 100 unit atau sekitar 1/3 dari suplai listriknya, sehingga kebutuhan wood pellet juga akan sangat besar jika PLTU-PLTU tersebut beralih ke wood pellet.