Jumat, 13 Januari 2023

Biochar mau untuk Perbaikan Kesuburan Tanah, Bahan Bakar, Bahan Baku Industri ataukah Solusi Iklim ?

Saat ini maih banyak limbah-limbah pertanian (batang jagung, tanaman kedelai, kulit kedelai dan sebagainya) yang belum termanfaatkan sehingga malah mencemari lingkungan. Pemanfaatan limbah-limbah tersebut sehingga menjadi produk berguna yang memberi nilai tambah adalah solusi terbaiknya. Pemanfaatan atau pengolahan seperti apa yang menjadi solusi terbaik untuk pemanfaatan limbah-limbah tersebut ? Hal ini tentu tergantung pada sejumlah faktor yang mempengaruhinya seperti kesiapan pasar, ketersediaan dan keberlangsungan pasokan limbah biomasa khususnya limbah-limbah pertanian tersebut, kesiapan teknologi termasuk investasi teknologi tersebut, keuntungan dan keberlanjutan bisnisnya, infrastruktur dan sumber daya manusianya (SDM). Produksi biochar atau arang dari limbah biomasa tersebut bisa jadi merupakan opsi terbaik. Tetapi memang biochar atau arang tersebut multifungsi atau bisa digunakan pada sejumlah penggunaan. Lalu pertanyaannya adalah penggunaan biochar untuk bidang apa yang memberi hasil atau manfaat terbaik ?

Produksi biochar tersebut dilakukan dengan teknologi pirolisis lambat (slow pyrolysis). Dengan teknologi tersebut produksi biochar bisa optimal baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal berbeda apabila menggunakan teknologi pirolisis cepat (fast pyrolysis) yang menghasilkan produk biooil atau produk cair sebagai produk utamanya, dengan produk biochar jauh lebih sedikit. Ataupun apabila menggunakan menggunakan teknologi gasifikasi yang produk utamanya berupa gas, sehingga proporsi biochar lebih kecil atau bisa dianggap sebagai produk samping saja maka hal tersebut juga akan kurang optimal. Hal-hal tersebut sehingga pemilihan teknologi yang tepat adalah sesuatu hal penting untuk bisa memberi hasil optimalnya. 

Produksi biochar untuk pertanian juga belum menjadi trend dikalangan petani di Indonesia, sehingga limbah-limbah pertanian mereka banyak yang tidak termanfaatkan bahkan mencemari lingkungan tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi tanah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk kimia secara dominan dan berlebihan telah merusak tanah-tanah pertanian tersebut sehingga produktivitas pertanian terus menurun. Dan upaya memperbaiki tanah tersebut memerlukan upaya yang tidak mudah dan cepat sehingga kesuburan tanah tersebut bisa dipulihkan (recovery) dan terus dijaga untuk jangka panjangnya. Kombinasi penggunaan bahan organik dengan teknik tertentu perlu dilakukan untuk mencapai hal tersebut. Biochar bisa digunakan juga untuk membuat penggunaan bahan organik tersebut menjadi lebih efisien seperti mengurangi bahan yang tercuci (leaching) dan meningkatakan aktivitas mikroba tanah. Dengan efisiensi yang meningkat dari teknik tersebut karena penggunaan biochar, maka hal tersebut juga meminimalkan input sehingga biaya produksi bisa lebih ditekan. Integrasi pertanian dan peternakan menjadi keharusan untuk mendapatkan pasokan bahan organik secara mencukupi, kualitas terjaga dan berkelanjutan. Sedangkan pada tanah-tanah masam dan kering, penggunaan biochar terlihat memberi efek yang lebih signifikan.

Penggunaan biochar sebagai bahan terutama untuk bbq dan memasak serta penggunaan lainnya yakni sebagai reduktor pada pembuatan baja. Penggunaan untuk bbq tidak terlalu banyak, hal ini mengolah atau memasak makanan secara bbq hanya seperti hobi atau hanya segmen komunitas khusus saja. Dan biochar untuk memasak juga tidak banyak, atau hal ini lebih umum di Afrika, sedangkan di Indonesia pilihan menggunakan kayu bakar atau LPG lebih umum dijumpai. Demikian juga kebutuhan biochar sebagai reduktor pada pembuatan baja juga tidak banyak. Sedangkan penggunaan biochar untuk bahan bakar industri seperti bahan bakar boiler dan pembangkit listrik hampir tidak ada. Hal tersebut selain karena proses produksinya menjadi lebih lama (perlu proses karbonisasi), konversi ke dari biomasa ke biochar kecil (~25%), dan harga biochar lebih mahal. Wood pellet dan cangkang sawit (PKS/palm kernel shell) lebih menjadi pilihan untuk bahan bakar industri tersebut.    

Biochar juga bisa digunakan untuk bahan baku berbagai barang-barang industri kebutuhan manusia atau subtitusi bahan-bahan yang berasal yang berasal dari fossil (seperti migas) menjadi bahan-bahan lebih ramah lingkungan dan terbarukan. Bahan-bahan seperti plastik bisa digantikan dengan biochar. Papan partikel (particle board) yang biasanya masih menggunakan limbah-limbah kayu juga bisa digantikan dengan biochar tersebut. Trend ini saat ini belum terjadi, tetapi diprediksi tidak lama lagi akan menjadi perhatian bahkan trend baru di industri. 

Biochar untuk solusi iklim sepertinya akan menjadi trend tidak lama lagi. CO2 dari atmosfer yang dikonversi menjadi biomasa oleh tumbuhan, diubah menjadi biochar dan disimpan (sequestration) khususnya dalam tanah. Karbon yang tersimpan dalam biochar tersebut tidak akan lepas ke atmosfer karena biochar tidak terdekomposisi hingga ratusan bahkan ribuan tahun atau bisa disimpan secara permanen. Secara prinsip hal ini seperti menyimpan karbon (CO2) dengan hutan konservasi sehingga menjadi carbon sink. Pohon-pohon atau tanaman akan menyerap CO2 dari atmosfer dan dijaga sedemikian rupa untuk mencapai target serapan CO2 yang dikehendaki selanjutnya dikompensasi dengan carbon credit, demikian juga biochar, seberapa banyak karbon yang bisa disimpan (sequestration) selanjutnya juga dikompensasi dengan carbon credit tersebut. Dalam prakteknya penggunaan biochar tersebut akan optimal dengan upaya penyuburan tanah pada tanah-tanah sakit atau rusak atau bermasalah seperti tanah pasca tambang, tanah masam dan tanah sakit akibat overdosis pupuk kimia. Carbon sink dengan biochar tersebut lebih mudah dan murah dibandingkan dengan metode carbon capture and storage (CCS) dengan CO2 yang disimpan dalam lapisan bumi. 

Untuk menurunkan suhu bumi yakni dengan menurunkan konsentrasi gas rumah kaca. Untuk menurunkan 1 ppm konsentrasi CO2 di atmosfer sama dengan menyerap sekitar 15 gigaton CO2. Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk mitigasi bencana besar perubahan iklim diperkirakan 1,6 trilyun USD sampai 3,8 trilyun USD setiap tahunnya. Untuk mencapai konsentrasi CO2 di atmosfer menjadi 350 ppm dibutuhkan sekitar 70.000 biochar seukuran piramida Giza dengan asumsi bahan bakar fossil dihentikan penggunaannya. Dengan volume piramida Giza 2,6 juta m3 dan density biochar rata-rata 200 kg/m3 maka biochar seukuran piramida Giza memiliki berat 520 juta kg atau 520 ribu ton. Pekerjaan sangat besar tentu saja. Produksi biochar harus tumbuh 5000 kali dari kapasitas produksinya saat ini. Dengan biochar seukuran unit piramida Giza tersebut kita perlu membangun 4 piramida per hari (sekitar 2 juta ton biochar per hari) untuk 100 tahun ke depan dan dimulai saat ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...