Jumat, 08 Desember 2023

Green Economy Pada Industri Semen Bagian 7 : Penggunaan Bahan Bakar Biomasa Selain Subtitusi Clinker Pada Pabrik Semen

Pabrik semen memiliki keunikan atau perbedaan dibandingkan dengan pabrik pengolahan atau industri lainnya, yakni sebagian besar emisi karbon (CO2) dihasilkan bukan dari penggunaan bahan bakar tetapi pada produksi clinker. Emisi CO2 dari produksi clinker mencapai 60%, sedangkan dari penggunaan bahan bakar hanya 40%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa upaya dekarbonisasi pada pabrik semen harus memprioritaskan pada kedua hal tersebut.


Penggunaan bahan additif semen atau SCM (supplementary cementious material) sebagai subtitusi clinker telah berperan besar pada dekarbonisasi pada pabrik semen. Semakin besar penggunaan SCM tersebut atau rasio clinker terhadap semen semakin kecil maka semakin emisi karbon pada produksi semen tersebut. Penggunaan SCM pada umumnya produksi semen di pabriknya tetapi ada penggunaan SCM pada produksi beton bahkan dengan porsi malah lebih besar daripada dibanding diproduksi semennya yakni yang umum di Amerika Serikat. 

 

Pabrik semen pada umumnya adalah pengguna utama batubara dengan volume cukup besar sehingga harus secara bertahap dikurangi sebagai bagian upaya dekarbonisasi. Terkait emisi karbon pada penggunaan bahan bakar tersebut, pabrik semen sudah banyak menggunakan energi alternatif seperti ban bekas atau RDF dari sampah padat perkotaan. Idealnya penggunaan bahan bakar terbarukan akan mengurangi emisi karbon tersebut secara signifikan. Hal itulah sehingga sejumlah pabrik semen mulai menggunakan bahan bakar biomasa seperti limbah-limbah pertanian atau limbah-limbah industri perkayuan. Semakin besar porsi penggunaan bahan bakar terbarukan seperti biomasa limbah pertanian dan limbah-limbah industri perkayuan maka semakin rendah emisi karbon yang dihasilkan. 

 

Penggunaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar juga mengurangi emisi karbon seperti penggunan preheater dan precalciner, karena terjadi penghematan penggunaan bahan bakar pada produksi clinker. Tetapi juga ada kondisi spesifik tertentu misalnya produksi semen tipe II/V atau tipe V (tahan sulfat tinggi) akan membutuhkan bahan bakar lebih banyak karena semen membutuhkan clinker dengan kandungan C3A (tricalcium aluminate) rendah yang prosesnya membutuhkan lebih banyak energi panas. 

Analogi pada PLTU batubara dalam upaya dekarbonisasi sebagai perbandingan, kurang lebih sama seperti pabrik semen. PLTU batubara adalah industri penghasil emisi karbon besar seperti halnya pabrik semen. Pada PLTU batubara upaya dekarbonisasi dimulai dengan cofiring batubara dengan biomasa. Rasio biomasa pada cofiring tersebut terus ditingkatkan seiring waktu. Semakin besar rasio cofiring atau porsi biomasa maka semakin rendah emisi karbon. Pada level tertentu PLTU batubara tersebut akan bisa 100% digantikan dengan biomasa (fulfiring).

Jika upaya menjadi emisi nol karbon (nett zero emission) pada PLTU batubara bisa dilakukan dengan mengkonversi bahan bakarnya menjadi biomasa 100%, maka pada pabrik semen tidak bisa dilakukan hanya dengan mengganti bahan bakarnya saja dengan biomasa karena sumber emisi karbon utama pada pabrik semen pada produksi clinkernya. Hal itulah mengapa pada pabrik semen penggunaan SCM untuk subtitusi clinker rasio atau porsinya juga mesti ditingkatkan. Maksimalisasi penggunaan bahan bakar dan penggunaan SCM, juga tidak bisa mengurangi emisi karbon hingga nol (nett zero emission), karena proses kalsinasinya. Hal itulah sehingga untuk memcapai nett zero emission pada pabrik semen perlu ditambah perangkat CCS (carbon capture and storage). 

Idealnya ketika PLTU batubara mengkonversi bahan bakarnya 100% dengan biomasa maka emisi karbonnya nol (nett zero emission) dan apabila ditambah perangkat CCS maka menjadi carbon negative emission. Sedangkan pada pabrik semen penggunaan SCM yang optimum dan bahan bakar biomasa 100% tetap belum bisa untuk mencapai emisi nol karbon, sehingga perlu ditambah perangkat CCS untuk menangkap CO2 dari proses kalsinasi untuk mencapai nol karbon tersebut dan apabila ingin mencapai kondisi carbon negative emission maka CCS juga perlu digunakan untuk menangkap CO2 dari pembakaran atau penggunaan bahan bakar biomasanya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...