Minggu, 12 Januari 2025

Tidak Seperti Lebah Madu, Kenapa Perkembangan Kebun Energi Sepi Perhatian dari Industri Peternakan Kambing/Domba dan Sapi ?

Seiring trend dekarbonisasi global, kebun energi semakin berkembang di Indonesia. Pembuatan kebun energi tersebut memiliki tujuan utama untuk produksi bahan bakar biomasa seperti wood chip dan wood pellet. Produksi wood chip karena lebih mudah dan peralatan produksi lebih mudah dan murah biasanya akan dilakukan terlebih dahulu sebelum produksi wood pellet dan untuk lebih detail bisa dibaca disini. Selain pemanfaatan kayu sebagai produk utama dari kebun energi, produk samping yang bisa dihasilkan dari kebun energi yakni pakan ternak dari pemanfaatan daun dan madu dari peternakan lebah madu. Dan dengan pemanfaatan seluruh bagian pohon (whole tree utilization) tersebut maka usaha berbasis kebun energi tersebut tidak hanya semakin menguntungkan, tetapi bisa tetap berkelanjutan (sustainable). 

Produksi madu yang bisa dihasilkan dari perkembangan kebun energi juga akan sangat besar yakni berton-ton bahkan ratusan hingga ribuan ton sebanding dengan luas area kebun energi tersebut. Apalagi tanaman yang dibudidayakan adalah kaliandra merah yang dari nektarnya akan dihasilkan salah satu kualitas madu terbaik. Terkait perkembangan kebun energi tersebut bahkan API (Asosiasi Perlebahan Indonesia) merespon optimis perkembangan kebun energi tersebut, karena dalam 5 tahun ke depan ditargetkan produksi madu akan meningkat 300% sehingga import madu yang puluhan ribu ton dari China bisa dikurangi bahkan bisa dicukupi sendiri, lebih detail baca disini. Selain madu, dari peternakan lebah madu juga akan dihasilkan beberapa produk turunan yakni royal jelly, bee pollen, bee wax dan bee venom yang juga memiliki banyak manfaat. Moto “Gertakanlah” yakni Gerakan Tanam Pakan Lebah sangat sejalan dengan perkembangan kebun energi ini.

Tetapi kondisi ini berbeda dengan dunia peternakan khususnya peternakan ruminansia yakni kambing/domba dan sapi. Padahal kebutuhan daging Indonesia juga sangat besar yang sebagian besar masih dicukupi dari import. Berbeda dengan perlebahan yang responsif dengan perkembangan trend global dekarbonisasi yakni lebih spesifik dengan kebuin energi tersebut, dunia atau pelaku industri peternakan tidak ada respon terkait ini, padahal produksi pakan dari kebun energi ini juga akan sangat besar. Bahkan unsur utama dari pakan ternak dari daun kaliandra merah adalah protein dan protein adalah unsur paling mahal dari nutrisi pakan ternak. Selain itu juga dengan peternakan tersebut juga dimungkinkan untuk terjadi integrasi seperti diagram di atas. Integrasi akan memberi manfaat optimal dan produksi menjadi efisien, sehingga memberi keuntungan lebih besar lagi. 

Jumat, 10 Januari 2025

Stationary Auger : Industrial Pyrolysis for Indonesia and SE Asia

Produksi biochar global pada tahun 2023 diperkirakan mencapai 350 ribu ton atau ekuivalen dengan 600.000 carbon credit dan diperkirakan akan terus meningkat. Dari perspektif ekonomi pendapatan dari produsen biochar, distributor, produsen pengolahan lanjut biochar (value-added producers) dan pembuat peralatan melampaui $600 juta pada 2023, dengan CAGR 97% antara 2021 dan 2023. Pendapatan diproyeksikan akan tumbuh mendekati $3,3 milyar pada tahun 2025 ini. Adanya carbon credit menjadi motivasi terbesar kedua untuk produksi biochar tersebut. Dengan adanya carbon credit tersebut terjadi lonjakan produksi biochar secara signifikan dari sebelumnya.  Pada tahun 2023 dari carbon credit biochar ini memberi kontribusi terbesar pada yakni 90% carbon removal di pasar karbon sukarela (voluntary carbon market) menurut data dari CDR.fyi

Dan bahkan produksi biochar dimana pendapatan dari penjualan langsung biochar tidak begitu besar atau dengan kata lain mereka mengandalkan pendapatan dari produksi biochar maka hal tersebut juga tetap menjadi bisnis yang menguntungkan. Sebagai negeri tropis maka Indonesia bisa dikatakan sebagai surga biomasa baik dari biomasa pertanian / perkebunan ataupun kehutanan. Apabila biomasa tersebut dikonversi menjadi biochar maka produksinya akan sangat besar begitu juga carbon creditnya. Penjualan biochar secara langsung (physical biochar) juga bisa dilakukan dengan baik karena sangat banyak lahan sub-optimal yang bisa diperbaiki ata diupgrade dengan menggunakan biochar, seperti lahan-ahan kering,lahan-lahan kritis, lahan pasca tambang dan sebagainya, yang jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan juta hektar.

Hampir 80% produsen biochar tahun 2023 masuk kategori sedang, besar, sangat besar

Pemilihan alat produksi yang bisa menghasilkan biochar bersertifikat sehingga bisa mendapatkan carbon credit adalah hal yang penting selain itu juga memaksimalkan kapasitas produksi maka perlu peralatan produksi yang memadai. Alat pirolisis stationary auger adalah pilihan tepat untuk memenuhi persyaratan di atas. Selain menghasilkan biochar sebagai produk utama, produk-produk samping seperti excess heat, biooil dan syngas adalah keuntungan tambahan dari proses pirolisis dengan stationary auger tersebut. Pemanfaatan dan monetisasi produk-produk samping tersebut menjadi daya dorong semakin besar untuk produksi biochar dengan stationary auger. Saat ini juga masih banyak produsen biochar yang tidak memiliki sertifikasi atau standar untuk carbon credit  tersebut hal ini juga membuat mereka tidak bisa mendapatkan pendapatan dari carbon credit atau hanya business as usual dengan penjualan biochar saja. Tentu hal ini tidak menarik bagi perusahaan-perusahaan yang akan produksi biochar kapasitas besar.

Tapi mengapa produksi biochar di Indonesia dan Asia Tenggara masih sangat kecil dan bahkan belum banyak orang belum tahu tentang biochar ? Hal ini terkait kesadaran akan iklim, keberlanjutan dan lingkungan yang rendah dan lebih spesifik lagi pada biochar. Biochar sebagai solusi perbaikan kesuburan tanah sehingga produktivitasnya meningkat (baik tanaman pertanian/perkebunan maupun kehutanan) juga sebagai solusi iklim dengan carbon sequestration. Tetapi dengan tingginya masalah kesadaran iklim, keberlanjutan dan lingkungan apalagi dengan daya dorong ekonomi berupa carbon credit, sepertinya untuk tahun-tahun mendatang akan berbeda ceritanya. Tetapi memang ada alasan terkait rendahnya partisipasi produsen biochar di pasar karbon yakni terkait biaya dan kesulitan untuk mendapatkan sertifikat untuk menjual carbon credit tersebut, selain juga biaya untuk berpartisipasi pada carbon marketplaces. Tetapi dengan besarnya kapasitas produksi kapasitas industri dengan peralatan stationary auger tersebut, biaya dan kesulitan untuk mendapatkan carbon credit akan sepadan dengan keuntungan yang didapat.  

Kamis, 09 Januari 2025

If We Don’t Cut Emissions, Creating Carbon Sinks is Irrelevant

Konsentrasi CO2 di atmosfer sudah tinggi sehingga harus dikurangi untuk menyelamatkan bumi. Upaya mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer ternyata tidak bisa serta merta menyerap CO2 dari atmosfer (carbon capture and storage) saja. Memaksimalkan penyerapan CO2 atmosfer tetapi di lain sisi juga emisi CO2 terus ditambah maka akan sangat berat sekali (baca : mustahil) untuk menurunkan konsentrasi CO2 di atmosfer apalagi sampai target tertentu yang disepakati oleh masyarakat global. Jadi hal yang masuk akal adalah emisi CO2 tidak ditambah lagi sehingga konsentrasi tidak semakin meningkat dan existing CO2 dikurangi hingga level tertentu sesuai yang ditargetkan.

Praktisnya produksi wood chip dan wood pellet sebagai bahan bakar terbarukan carbon neutral akan saling melengkapi dengan biochar. Wood chip dan wood pellet tidak menambah emisi CO2 dan biochar yang menyerap CO2 tersebut sebagai carbon sink (carbon sequestration) atau carbo negative. Aplikasi biochar tersebut sebagai bagian carbon capture dan storage (CCS) saat ini perkembangannya paling cepat dibandingkan upaya pengurangan CO2 (CDR / Carbon Dioxide Removal) lainnya. Biochar memimpin dalam CDR credits di voluntary carbon market (VCM), yakni dengan lebih dari 90% secara global pada tahun 2023 seperti tertera di database cdr.fyi . Dari data tersebut diperkirakan minimal 350 ribu ton biochar telah dihasilkan secara global pada tahun 2023 dengan estimasi 600.000 unit atau lebih CDR credit (Carbon Credit). 


Dan seperti di Eropa yakni pada tahun 2023 total ada 48 pabrik biochar baru, terpasang dan beroperasi, walaupun 7 pabrik tutup, tetapi total ada pertambahan 41 pabrik biochar atau total diperkirakan ada 171 pabrik biochar beroperasi. Dan pada tahun 2024 diperkirakan ada 51 pabrik biochar baru di Eropa atau pada tahun 2024 jumlah total pabrik biochar diperkirakan tumbuh menjadi lebih dari 220 unit. Secara volume biochar terjadi perkiraan pertambahan dari 75.000 ton pada tahun 2023 dan pada 2024 pertambahan produksi menjadi  115.000 ton. Produksi listrik dengan 100% bahan bakar biomasa dan dilengkapi perangkat carbon capture and storage (CCS) juga akan menyerap CO2 atau carbon negative, tetapi cara ini mahal dan lambat berkembang. Sedangkan cofiring biomasa dan batubara karena ratio cofiring kecil upaya pengurangan emisi CO2 tidak terlalu signifikan tetapi memang cofiring adalah pintu masuk penggunaan energi terbarukan yang paling mudah khususnya pada sektor energi atau pembangkit listrik. Dan pada akhirnya membuat carbon sink, tetapi sumber emisinya tidak dikurangi (dipotong) maka itu sama saja bohong atau upaya yang tidak relevant.    

Senin, 06 Januari 2025

Produksi Wood Chip dulu, Baru Wood Pellet Kemudian

Banyak pengusaha energi biomasa yang memulai bisnisnya dengan produksi wood chip. Hal ini cukup beralasan karena selain proses produksi yang mudah, investasi alat yang murah serta pasar yang mudah. Tetapi seiring waktu untuk meningkatkan keuntungan maka produksi wood pellet menjadi pilihan. Secara teknis poduksi wood pellet membutuhkan serangkaian peralatan lebih banyak dibandingkan produksi wood chip, bahkan produksi wood chip bisa sebagai salah satu tahapan proses dari produksi wood pellet secara keseluruhan yakni tahap pengecilan ukuran (size reduction) khususnya apabila bahan baku wood pellet dari batang kayu (log) maupun potongan-potongan kayu. Proses produksi wood pellet tersebut lebih kompleks, peralatan produksi lebih mahal tetapi juga memberikan harapan keuntungan yang lebih baik. Hal ini tentu menjadi daya dorong tersendiri dan dinilai sepadan antara biaya dikeluarkan dan keuntungan yang didapat. 

Produk wood chip dan wood pellet juga sama-sama penggunaannya yakni untuk bahan bakar atau sumber energi. Dengan pengalaman di bisnis wood chip tersebut juga akan memberi pengalaman dinamika bisnis energi terbarukan khususnya pada energi biomasa. Seiring tingginya kesadaran dan tuntutan akan energi terbarukan khususnya energi dari biomasa ini maka sejumlah perusahaan energi fossil yang mulai mengembangkan energi terbarukan sebagai upaya transisi energi. Dan transisi energi yang berkeadilan dengan penerapan secara bertahap merupakan rute terbaiknya, untuk lebih detail baca disini. Selain itu produksi wood chip yang mensyaratkan ukuran partikel tertentu juga akan menghasilkan limbah (undersize) yang bisa digunakan untuk produksi wood pellet, lebih detail baca disini.

Mengoptimalkan Pirolisis dan Biochar pada Industri Sawit

Produksi CPO Indonesia saat ini mencapai sekitar 50 juta ton per tahun dengan luas lahan mencapai sekitar 17,3 juta hektar. Ini berarti rata...