Senin, 26 Juli 2021

Akankah Produksi Wood Pellet Indonesia Mengalahkan Vietnam ?

Produksi wood pellet Vietnam dimulai pada tahun 2012 dengan kapasitas sangat kecil yakni sekitar 175 ton/tahun dan saat ini tahun 2021 atau sekitar 9 tahun kemudian produksinya telah mencapai sekitar 4,5 juta ton/tahun sehingga menempatkan Vietnam diurutan kedua sebagai produsen wood pellet dunia, setelah Amerika Serikat. Produksi total 4,5 juta ton/tahun tersebut disuplai dari 74 pabrik wood pellet di Vietnam. Pada tahun 2020 mengeksport wood pellet sebanyak 3,2 juta ton ke Jepang dan Korea untuk pembangkit listrik dengan nilai export mendekati USD 351 juta. Selain ke Korea dan Jepang, wood pellet produksi Vietnam juga di export ke Eropa.  

Pada awalnya produksi wood pellet Vietnam menggunakan limbah dari industri mebel. Limbah mebel berupa serbuk kayu dari industri tersebut sudah kering dan ukuran partikelnya sudah sesuai untuk produksi wood pellet, sehingga alat berupa hammer mill dan pengering (dryer) tidak dibutuhkan. Banyak pabrik wood pellet Vietnam waktu itu tidak memiliki alat hammer mill ataupun dryer tersebut. Dengan bahan baku yang siap untuk dipellet tersebut maka biaya produksi wood pellet sangat murah ditambah lagi biaya tenaga kerja yang juga murah. Tetapi seiring permintaan limbah industri mebel untuk produksi wood pellet semakin tinggi maka ketersediaan bahan baku tersebut semakin langka, sehingga pabrik-pabrik wood pellet baru tidak bisa lagi menggunakan limbah-limbah tersebut. Limbah industri pengolahan kayu lainnya seperti penggergajian kayu dan pabrik veneer juga menjadi bahan baku. Selanjutnya dengan peningkatan produksi wood pellet semakin besar, limbah-limbah kayu hutan dan kayu bulat lainnya menjadi sumber bahan baku berikutnya. Hal tersebut juga membuat biaya produksi semakin meningkat karena perlu alat seperti hammer mill dan dryer sehingga bahan baku tersebut siap untuk dipellet. 

Vietnam adalah pengeksport mebel kayu terbesar ke Amerika Serikat melampaui China. Pada tahun 2020 export mebel kayu Vietnam ke Amerika Serikat mencapai lebih dari USD 7,4 milyar atau naik 31% dibandingkan tahun 2019. Sedangkan China mengeksport mebel kayu senilai USD 7,33 milyar pada 2020. Walaupun perbedaan hanya kecil tetapi hal tersebut membuktikan tentang pertumbuhan industri mebel kayu yang terus tumbuh di Vietnam.  Sedangkan export mebel dan kerajinan Indonesia menurut HIMKI (Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia) pada tahun ini diperkirakan bisa mencapai USD 2,75 sampai 3 milyar. Bahkan menurut Abdul Sobur president HIMKI, industri mebel dan kerajinan ini adalah sektor industri penting dan telah menjadi pilar dalam era pandemi saat ini. Dengan luas daratan Indonesia mencapai 1,9 juta km persegi atau lebih dari 5 kali Vietnam maka potensi Indonesia mengembangkan industri wood pellet sangat potensial bagi Indonesia. Selain memanfaatkan limbah biomasa dari industri mebel dan kerajinan tersebut,industri pengolahan kayu, dan limbah-limbah hutan, kebun energi juga sangat potensial dikembangkan di Indonesia. Salah satu kelebihan Vietnam dibanding Indonesia adalah posisinya yang lebih dekat dengan Korea dan Jepang sehingga biaya transport wood pellet ke pembeli atau pengguna lebih murah. 

Dengan luas daratannya tersebut Indonesia sangat potensial mengembangkan kebun energi untuk produksi wood pellet yang masif. Bahkan kebun energi tersebut bisa dibuat dari lahan bekas tambang batubara yang luasnya mencapai sekitar 8 juta hektar, untuk lebih detail baca disini. Walaupun saat ini produksi wood pellet Indonesia masih berkisar 100-200 ribu ton/tahun atau seperti produksi wood pellet Vietnam tahun 2012 tetapi dengan potensi yang sangat besar tersebut maka potensi Indonesia untuk menjadi produsen utama wood pellet dunia juga besar, bahkan menjadi negara yang memimpin penggunaan energi biomasa. Program cofiring di sejumlah PLTU di Indonesia juga mendorong penggunaan energi biomasa, khususnya wood pellet. Terdapat 114 unit PLTU milik PLN yang berpotensi dapat dilakukan cofiring tersebut yang tersebar di 52 lokasi dengan kapasitas total 18.154 megawatt (MW) dengan target selesai tahun 2024.  Kebun energi selain mendukung bisnis & ketahanan energi, juga seharusnya mendukung  sektor peternakan khususnya ruminansia untuk lebih detail baca disini, sehingga ketahanan pangan untuk mencapai swasembada daging bisa dilakukan. Jadi apakah Indonesia bisa melampaui produksi wood pellet Vietnam? Tentu bisa, tetapi butuh upaya yang keras, dan butuh waktu yang lama. Tetapi setidaknya jika Indonesia menggalakkan produksi wood pelletnya, maka akan banyak manfaat yang didapat, antara lain ekonomi, sosial dan lingkungan.  

Kamis, 22 Juli 2021

Peternakan Doka (Domba dan Kambing) Berbasis Kebun Energi

Kebutuhan pangan khususnya protein hewani terus meningkat seiring pertambahan penduduk. Daging khususnya dari domba kambing adalah sumber protein hewani yang banyak menjadi favorit atau kesukaan masyarakat. Diperkirakan penduduk dunia akan mencapai 10 milyar pada 2050 dan khususnya penduduk Indonesia 319 juta jiwa pada 2045. DKI Jakarta atau Jabodetabek adalah daerah paling padat penduduknya di Indonesia sehingga kebutuhan pangan khususnya protein hewani daging domba kambing semakin besar. Saat ini daerah tersebut mendatangkan kebutuhan daging domba dan kambing dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung secara bergantian tergantung ketersediaan suplai masing-masing daerah tersebut. Hal ini karena tidak ada satu daerahpun yang mampu mencukupi sendiri kebutuhan Jabodetabek tersebut. Atau apabila daerah-daerah tersebut selalu bisa menyuplai kebutuhan Jabodetabek secara rutin maka bisnis bisa terus berkesinambungan dan stabil tetapi tentu saja bisa mengatasi kendala-kendala dalam bisnis Doka ini.

Ternyata sejumlah permasalahan melingkupi bisnis Doka ini diantaranya ketersediaan bibit, skill beternak, ketersediaan pakan, rantai pemasaran dan sebagainya. Hal sederhana misalnya ketersediaan bibit. Walaupun peternak pada umumnya juga belum menggunakan bibit unggul, ketersediaan bibit pun menjadi masalah karena banyak betina produktif yang dipotong atau disembelih. Hal ini terutama karena faktor persaingan bisnis, karena harga jantan lebih mahal membuat Doka betina disembelih padahal ini mengganggu keberlanjutan usaha peternakan tersebut. Aspaqin (Asosiasi Pengusaha Aqiqah Indonesia) mencatat telah terjadi penyembelihan betina sebanyak 63% dari anggotanya dari total 331.693 ekor yang disembelih. Tentu saja masih banyak yang tidak terdata karena masih banyak pengusaha aqiqah yang tidak menjadi anggota Aspaqin tersebut. Selain itu juga banyak warung-warung makan masakan kambing seperti warung-warung sate yang masih menyembelih Doka betina produktif. 

Tentu juga akan lebih baik jika Doka yang menjadi bibit adalah Doka pilihan atau unggulan sehingga dihasilkan kuantitas dan kualitas daging lebih baik. Faktor konversi pakan ke daging pada Doka unggulan juga lebih tinggi sehingga lebih menguntungkan. Dan ini terutama menjadi tanggungjawab lembaga-lembaga riset. Domba dorper dan kambing bohr adalah jenis doka unggulan tersebut. Tetapi ada upaya yang lebih mudah dilakukan untuk menjaga keberlangsungan peternakan domba tersebut, yakni dengan mengurangi bahkan melarang pemotongan Doka betina produktif. Dengan cara demikian maka kontinuitas bibit Doka bisa dipertahankan bahkan dikembangkan lebih banyak lagi. Untuk bisa mewujudkan hal ini tentu saja dibutuhkan upaya dari semua pihak. Pemberian insentif atau sangsi bisa saja dilakukan untuk menunjang hal tersebut. 

Masalah skill atau ketrampilan peternak juga menjadi kendala lainnya. Sebagian besar peternak Doka adalah peternak kecil dengan teknik beternak tradisional. Hal tersebut membuatnya sulit apabila digunakan mencukupi permintaan rutin apalagi jumlah besar. Pola peternakan modern harus dilakukan untuk menjadi industri peternakan yang handal sebagai tumpuan mata pencaharian peternak tersebut. Hanya dengan pola tersebut peternakan yang efektif dan efisien bisa dilaksanakan. Dengan persiapan yang baik didukung dengan skill tersebut, pelaku industri peternakan Doka mampu melakukan peternakan Doka secara intensif sehingga diharapkan mampu menyuplai kebutuhan daging tersebut.

Beternak Doka selain merupakan upaya pemenuhan sumber pangan khususnya protein hewani berupa daging dan susu, juga merupakan bagian menyempurnakan syari'at Islam. Jumlah penduduk yang terus meningkat artinya bayi-bayi muslim yang lahir itu orang tuanya diperintahkan untuk melakukan aqiqah. Selain itu juga perayaan Idul Adha yang dilakukan setiap tahun juga membutuhkan Doka sebagai hewan qurban. Domba bahkan sebagai hewan qurban memiliki banyak keutamaan dibandingkan hewan ternak lainnya walaupun sama-sama halal seperti kambing, unta dan sapi. Dalam ayat (QS 6 : 143-144), delapan ekor hewan yang berpasangan (4 pasang) tersebut adalah dua ekor (sepasang) domba, sepasang kambing, sepasang unta dan sepasang sapi. Kaidah dalam Al Qur'an, sesuatu yang disebut pertama memiliki keutamaan daripada sesudahnya. Indikasi lain tentang keutamaan domba juga bisa kita dapati pada peristiwa Qurban, yakni ketika Nabi Ibrahim diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yakni Ismail, lalu oleh Allah SWT menyelamatkan Ismail dan menggantinya dengan domba besar. Peristiwa tersebut kemudian kita peringati setiap tahun dan menjadi syariat Qurban pada hari raya Idhul Adha setiap 10 Dzulhijah. 

Pengembangan kebun energi yang semakin digaungkan akhir-akhir ini dengan produk utama berupa kayu untuk produksi bahan bakar biomasa baik wood chip maupun wood pellet, juga akan menghasilkan limbah atau produk samping berupa daun. Daun dari kaliandra atau gamal (gliricidia) tersebut kaya akan kandungan protein sehingga sangat bagus sebagai sumber pakan ternak Doka tersebut. Jumlah daun yang dihasilkan juga akan sangat banyak sehingga potensi peternakan Doka yang dikembangkan juga akan sangat besar. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan Doka bibit, import berapapun juga diperbolehkan pada peraturan saat ini. Hal ini juga bisa sangat mirip pada usaha penggemukan (feedlot) sapi potong kapasitas besar,M dimana sapi bakalan atau sapi bibit diimport dari Australia, untuk lebih detail baca disini. Fokus penggemukan Doka juga bisa sangat efektif dan efisien atau memiliki keunggulan seperti pada sapi potong bila dilakukan di Indonesia. Limbah daun dari kebun energi bisa jadi pakan yang potensial. 

Selain untuk konsumsi dalam negeri, Doka juga bisa sebagai komoditas export. Untuk keperluan dalam negeri seperti kurban dan aqiqah, pada umumnya menggunakan Doka kecil, yakni dengan berat berkisar 25-35 kg. Sedangkan untuk pasar export kebutuhan Doka biasanya mensyaratkan bobot 35 kg ke atas. Pasar export bisa menjadi segmen tersendiri dan juga pada dasarnya merupakan pilihan peternak itu sendiri. Peternak Doka dari Indonesia juga telah melakukan export Doka ke sejumlah negara antara lain Malaysia, Uni Emirat Arab dan Timor Leste seperti tabel di atas.        

Senin, 19 Juli 2021

Penggemukan Sapi Potong (Feedlot) Berbasis Kebun Energi

Photo dari sini
Indonesia memiliki keunggulan dalam penggemukan sapi yang dilakukan secara intensif. Sejumlah faktor seperti banyak tersedianya limbah-limbah pertanian, limbah agroindustri, limbah kehutanan dan biaya tenaga kerja murah, mendukung keunggulan tersebut. Selain harga sapi bakalan atau sapi bibit, faktor pakan memang menjadi faktor penentuan selanjutnya. Dengan keunggulan tersebut Indonesia bisa fokus pada penggemukan sapi potong tersebut. Apabila hal ini dilakukan maka bukan tidak mungkin terjadinya swasembada daging atau minimal import daging akan berkurang. Import daging kerbau dari India yang terus meningkat seharusnya bisa secara bertahap dikurangi, seiring dengan kesiapan industri penggemukan sapi potong dalam negeri. Butuh waktu dan upaya tidak sederhana, jelas tetapi harus dilakukan.

Import sapi bakalan dari Australia, photo dari sini 

Idealnya memang sapi bakalan atau sapi bibit tersebut diproduksi sendiri di dalam negeri, hal ini karena Indonesia punya potensi akan hal ini berupa potensi area penggembalaan di Indonesia bagian timur dan perkebunan kelapa sawit. Tetapi faktanya hal tersebut pelaksanaannya masih sangat minim atau bahkan yang secara fokus menekuni dalam bidang tersebut belum ada. Berdasarkan sejumlah kajian bahwa pembiakan sapi hanya efektif dan efisien dilakukan di area padang penggembalaan. Hal inilah yang membuat Australia unggul dalam bidang penyediaan sapi bakalan atau sapi bibit tersebut. Tempat yang luas dan waktu lama di padang gembalaan menjadi kendala Indonesia untuk mandiri sapi bakalan. Tujuan export sapi bakalan dari Australia adalah Indonesia dan terutama dipasok dari Australia bagian utara. Jenis rumput yang hidup di Autralia tersebut juga tidak terlalu cocok untuk penggemukan sehingga mengeksportnya salah satu opsi terbaik. Sedangkan penggemukan sapi (feedlot) di Indonesia hanya membutuhkan waktu 100-120 hari dengan penggunaan ruang kandang ukuran terbatas.Populasi sapi di Australia memang cukup besar atau hampir sama dengan jumlah penduduknya atau rasionya 1 orang 1 sapi, sedangkan di Indonesia jauh lebih kecil. Kerjasama penyediaan sapi bakalan dari Australia untuk digemukkan di Indonesia juga sudah berjalan puluhan tahun. Ada upaya untuk mengurangi import sapi bakalan tersebut, tetapi sepertinya masih dibutuhkan waktu cukup lama. 

Pengembangan kebun energi dengan tujuan utama produksi wood pellet atau bahan bakar biomasa, memiliki limbah atau produk samping berupa daun. Daun tersebut sangat bagus untuk pakan sapi tersebut apalagi dengan kandungan protein yang tinggi. Dengan luasan mencapai ribuan bahkan jutaan hektar yang dicanangkan maka produk samping atau limbah daun yang dihasilkan juga akan sangat banyak tentunya. Dengan ini saja jika Indonesia mau fokus pada penggemukan tersebut maka peluang menjadi pemimpin industri penggemukan sapi di Asia bahkan dunia akan semakin besar. Bila hal itu terjadi maka import daging kerbau dari India maupun daging sapi dari Brazil bisa dikurangi bahkan dihentikan sama sekali. Selain itu bahkan ketika produksi dagingnya berlebih maka export daging juga sangat mungkin dilakukan, termasuk dengan pengolahan daging tersebut sehingga memberi nilai tambah lebih besar.

Minggu, 04 Juli 2021

Perayaan Idul Adha ditengah Pandemi

Ada hal yang tidak biasa pada perayaan Idul Adha kali ini atau tepatnya dua tahun terakhir ini yakni tahun 1441 H / 2020 M dan 1442 H / 2021 M. Hal tersebut karena wabah virus corona (SARS-CoV-2) yang menyebabkan pandemi covid-19. Pandemi ini juga banyak diprediksi menjadi masalah jangka panjang karena kenaikan angka kasus terus meningkat, munculnya berbagai varian baru, vaksinasi yang tidak efektif, sikap masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan (prokes) dan sebagainya. Kompleksitas masalah tersebut tentu membutuhkan upaya yang tidak sederhana dan cepat, tetapi upaya yang terstruktur, sistemik dan masif (TSM) dengan dipimpin oleh pemimpin yang amanah dan kapabel. Disamping menyempurnakan ikhtiar seperti di atas juga selalu diiringi doa sehingga dimudahkan dan diridhoi Allah SWT.

Idul Adha atau ibadah Qurban dengan salah satu prosesinya penyembelihan hewan Qurban adalah syari'at Islam yang akan terus berlangsung sampai hari kiamat. Ibadah qurban bertujuan mendekatkan diri dengan Allah SWT dilandasi iman takwa. Ibadah qurban juga memiliki dampak sosial berupa melatih dan mengasah kepekaan sosial. Tentang hewan qurban, domba memiliki sejumlah keutamaan dibandingkan dengan jenis hewan ternak lainnya walaupun semuanya halal dimakan, seperti kambing, unta dan sapi. Dalam ayat (QS 6 : 143-144), delapan ekor hewan yang berpasangan (4 pasang) tersebut adalah dua ekor (sepasang) domba, sepasang kambing, sepasang unta dan sepasang sapi. Kaidah dalam Al Qur'an, sesuatu yang disebut pertama memiliki keutamaan daripada sesudahnya. Indikasi lain tentang keutamaan domba juga bisa kita dapati pada peristiwa Qurban, yakni ketika Nabi Ibrahim diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yakni Ismail, lalu oleh Allah SWT menyelamatkan Ismail dan menggantinya dengan domba besar. Peristiwa tersebut kemudian kita peringati setiap tahun dan menjadi syariat Qurban pada hari raya Idhul Adha setiap 10 Dzulhijah.

Salah satu hal yang membedakan Idul Adha ditengah pandemi dengan kondisi biasa adalah peran panitia. Panitia qurban di tengah pandemi memiliki peran lebih penting karena memastikan protokol kesehatan (prokes) bisa dilaksanakan dengan baik. Hal itu bisa dimulai sejak awal berupa pembuatan konsep perayaan Idul Adha ditengah pandemi yang pada dasarnya adalah menghindari terjadinya kerumunan dan prokes bisa dilakukan dengan optimal. Hal tersebut tentu saja membawa konsekuensi tersendiri seperti pada perayaan Idul Adha yang biasanya meriah dengan melibatkan banyak partisipasi warga menjadi sepi dan dilakukan apa perlunya saja. Walaupun demikian demi keselamatan (safety), hal tersebut harus dilakukan dan sebagai satu-satunya pilihan. 

Presentasi Nanung DD, Ph.D
 Secara teknis pelaksanaan perayaan Idul Adha yakni penyembelihan hewan Qurban adalah sebagai berikut : 

Presentasi Nanung DD, Ph.D
Virus corona varian delta (B1617.2) memiliki tingkat penularan yang tinggi, sehingga perhatian terhadap proteksi diri berupa prokes diantaranya masker dan hand sanitizer / sabun menjadi lebih penting. Upaya memaksimalkan proteksi diri tersebut adalah upaya efektif untuk mencegah penularan virus korona varian baru atau varian delta tersebut. Bila sebelumnya kebanyakan hanya menggunakan masker sebagai basa-basi seperti menggunakan masker kain tipis dan hanya didagu, serta jarang mencuci tangan maka untuk varian delta ini hal tersebut menjadi sangat riskan. Penguatan proteksi diri atau prokes adalah kata kunci untuk menghadapi varian delta ini. Sampai kapan virus corona (SARS-CoV-2) bermutasi sehingga membentuk varian-varian baru? Wallahu 'alam.

Photo diambil dari sini
Daging adalah sumber protein khususnya protein hewani bagi manusia. Makanan dikatakan bergizi biasanya dikaitkan dengan kandungan dan jenis proteinnya. Manfaat protein bagi tubuh manusia sangat banyak, diantaranya untuk  meningkatkan kekebalan tubuh atau imunitas yang sangat dibutuhkan ditengah pandemi baik untuk pencegahan maupun penyembuhan covid-19.  Protein dapat membantu tubuh membentuk imunoglobulin atau antibodi untuk melawan infeksi. Antibodi adalah protein dalam darah kita yang membantu melindungi tubuh dari penyerang berbahaya seperti bakteri dan virus khususnya virus korona. Ketika penyerang asing ini memasuki sel, tubuh kita akan menghasilkan antibodi untuk mencoba mengeliminasinya.

Semoga semakin banyak masyarakat Muslim yang mampu berqurban setiap tahunnya. Pengembangan kebun energi seharusnya mendorong sektor peternakan. Kayu dari kebun energi selanjutnya bisa untuk produksi wood pellet dan penggunaan wood pellet untuk cofiring di PLTU-PLTU di Indonesia. Majunya sektor peternakan tersebut sehingga selain kebutuhan hewan qurban bisa dicukupi sendiri, export hewan qurban ke negara tetangga seperti Malaysia juga sangat mungkin dilakukan, bahkan export ke Arab Saudi untuk musim haji juga bukan hal mustahil. Kebutuhan domba / kambing di Arab Saudi tersebut sekitar 2 juta ekor pada kondisi normal. Tentu kita berdo'a bahwa pandemi ini segera berakhir dan kita bisa mengambil hikmahnya. 

Referensi : https://www.youtube.com/watch?v=1Mubsd9adv0  

Jumat, 02 Juli 2021

Kebun Energi di Reklamasi Tambang Batubara, Pabrik Wood Pellet dan Cofiring PLTU di Indonesia

Luasnya lahan bekas tambang batubara yang mencapai sekitar 8 juta hektar adalah masalah lingkungan tersendiri sehingga perlu di atasi. Kebun energi adalah solusi efektif untuk reklamasi lahan bekas tambang batubara tersebut untuk lebih detail bisa dibaca disini. Mereklamasi lahan bekas tambang batubara adalah bentuk tanggungjawab dari pengusaha tambang batubara tersebut. Reklamasi seharusnya dilakukan sebaik-baiknya bukan hanya simbolis dan seremonial, sehingga efek kerusakan lingkungan bisa diminimalisir. Upaya mereklamasi lahan bekas tambang batubara merupakan hal yang tidak mudah sekaligus membutuhkan waktu dan biaya yang besar, sehingga tidak heran banyak yang menghindari tanggungjawab tersebut. Solusi terbaik adalah mengatasi masalah tersebut sekaligus menghasilkan keuntungan baik keuntungan ekonomi maupun lingkungan. Produksi wood pellet dengan bahan baku kayu dari kebun energi tersebut adalah solusi jitu mengatasi kerusakan lingkungan tersebut sekaligus keuntungan ekonomi.

Belum lama ini pemerintah mencanangkan program cofiring untuk sejumlah PLTU di Indonesia. Pada tahun 2020 program cofiring tersebut sudah diinisiasi dengan target 37 PLTU dan pada akhir 2020 dilaporkan telah terlaksana untuk 20 PLTU. Sedangkan secara keseluruhan terdapat 114 unit PLTU milik PLN yang berpotensi dapat dilakukan cofiring tersebut yang tersebar di 52 lokasi dengan kapasitas total 18.154 megawatt (MW) dengan target selesai 2024. Terdiri dari 13 lokasi PLTU di Sumatera, 16 Lokasi PLTU di Jawa, Kalimantan (10 lokasi), Bali dan Nusa Tenggara (4 unit PLTU), Sulawesi (6 lokasi) serta Maluku dan Papua (3 lokasi PLTU). Sedangkan rasio cofiring tersebut berkisar 1-5% biomasa dengan estimasi kebutuhan biomasa 9-12 juta ton per tahun. Cofiring tersebut adalah upaya paling mudah dan murah bagi PLTU untuk secara bertahap menggunakan energi terbarukan khususnya biomasa. Saat ini juga sudah ada standar nasional wood pellet (SNI wood pellet) untuk keperluan cofiring tersebut dan untuk lebih detail bisa dibaca disini. Penggunaan bahan bakar biomasa khususnya wood pellet adalah skenario karbon netral yang perlu terus ditingkatkan. Bahan bakar biomasa tersebut akan menyelamatkan lingkungan dan tidak menambah panas suhu bumi, untuk lebih detail baca disini.  

Kebijakan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil khususnya batubara juga terus dilakukan secara global. Untuk Asia sebagai contoh Jepang dan Korea dengan Feed in Tarrif dan Renewable Portofolio Standardnya (RPS) terdepan dalam penggunaan energi terbarukan khususnya wood pellet. Sedangkan di Eropa dengan Renewable Energy Directive II (RED II) energi terbarukan ditargetkan mencapai 32% pada tahun 2030, bahan bakar biomasa diprediksikan mencapai sekitar 75% dari porsi energi terbarukan tersebut dan targetnya batubara total tidak digunakan pada 2050. Jerman mengumumkan untuk tidak menggunakan batubara pada 2038, UK bahkan mentargetkan tidak lagi mengunakan batubara untuk produksi listriknya mulai Oktober tahun 2024. Amerika Utara yakni Amerika Serikat dan Kanada sebagai anggota G7 juga berkomitmen mengurangi konsumsi batubara, bahkan Kanada pada 2018 mengumumkan peraturan untuk tidak lagi menggunakan batubara untuk pembangkit listrik pada 2030. Di sisi lain proyek pembangunan pembangkit listrik batu bara yang dibiayai China di berbagai negara berguguran.Ditambah lagi negara G7 (Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat) gencar memblokir penggunaan batu bara. Negara-negara yang masih mendukung penggunaan batu bara, seperti China dan Indonesia, semakin terisolasi dan bisa menghadapi lebih banyak tekanan untuk menghentikan kegiatan tersebut.

Daun sebagai produk samping dari kebun energi tersebut sangat potensial dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Daun jenis legum tersebut memiliki kandungan protein cukup tinggi. Kuantitas daun yang dihasilkan juga besar, sebanding dengan luasan kebun energi tersebut. Idealnya pengembangan kebun energi akan mendukung industri peternakan, sehingga tidak hanya kebutuhan energi yang dicukupi tetapi juga kebutuhan pangan. Sebagai perbandingan yakni asosiasi produsen pakan ternak Eropa, FEFAC, memprioritaskan sumber protein untuk pakan ternak dari kebun energi rapeseed dari sejumlah upaya mendapatkan sumber protein untuk pakan ternak, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Produk utama kebun energi rapeseed adalah minyak yang digunakan untuk produksi biodiesel, dan bungkil sebagai produk samping produksi minyak tersebut yang digunakan sebagai sumber protein pakan ternak. Kebutuhan sumber protein untuk pakan ternak memiliki peran penting sebagai nutrisi pada hewan ternak khususnya ruminansia. Eropa masih sangat kekurangan sumber protein tersebut sehingga import tidak bisa dihindari.  Diperkirakan sekitar 48 juta ton sumber protein pakan dibutuhkan Eropa, sehingga daun dari kebun energi ada peluang bisa diexport ke Eropa untuk hal tersebut. Ketika industri pakan dalam negeri belum mampu menyerapnya maka export adalah pilihan terbaik. 

Dari Karbon Netral ke Karbon Negatif : Pengembangan Baterai, Wood Pellet, Carbon Capture and Storage (CCS) dan Biochar

Riset untuk pengembangan baterai kapasitas besar terus dilakukan sehingga listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik energi terbarukan ...