Minggu, 20 November 2016

Produksi Arang Aktif Dari Tempurung Kelapa dan Cangkang Sawit


Perbesaran luas permukaan akibat semakin banyaknya pori-pori mikro sehingga memiliki kemampuan penjerapan / adsorbsi yang besar adalah tujuan utama produksi arang aktif. Karakteristik pori-pori itupun bervariasi tergantung dari aplikasi atau penggunaan arang aktif tersebut sebagai contoh pori-pori arang aktif yang digunakan pada zat cair, akan berbeda yang digunakan pada zat gas. Karakteristik pori-pori tersebut bisa dirancang dan dibuat sewaktu proses produksinya. Pada dasarnya pembuatan arang aktif akan melibatkan suhu tinggi dan bahan pembantu pengaktivasi yang bisa berupa uap air (steam), CO2 atau bahan kimia, tergantung karakteristik arang aktif atau lebih spesifik pada pori-pori arang aktif tersebut yang secara umum dihitung luas permukaan (surface area) arang aktif tersebut. Selain itu kekerasan (hardness) arang aktif juga merupakan faktor kualitas penting lainnya dari arang aktif tersebut. Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya tentang produksi arang dari tempurung kelapa dan cangkang sawit secara kontinyu. Alhamdulillah bisa terlaksana penulisannya.


Produksi arang aktif membutuhkan bahan baku arang sebagai bahan bakunya. Arang tersebut bisa diproduksi secara tradisional maupun modern. Kualitas arang akan berpengaruh pada kualitas produk akhir arang aktif. Produksi arang modern secara kontinyu akan bisa membuat seluruh proses produksi arang aktif menjadi efisien apabila keduanya diintegrasikan menjadi satu. Pada proses pembuatan arang yang biasanya perlu didinginkan terlebih dahulu supaya menjadi arang, maka hal tersebut tidak perlu dilakukan apabila produksi arang secara kontinyu. Hasil dari karbonisasi atau pengarangan langsung masuk ke unit aktivasi dengan hanya sedikit menaikkan suhunya, yakni kalau pada karbonisasi berkisar 600 C dan pada aktivasi berkisar 900 C. Apabila menggunakan bahan baku arang dari proses tradisional, maka butuh energi yang jauh lebih besar untuk mencapai suhu aktivasi sekitar 900 C tersebut.


Setelah keluar dari proses aktivasi maka arang aktif tersebut didinginkan dengan melepas sejumlah panas yang cukup besar. Panas yang dilepas dalam jumlah yang cukup besar tersebut dapat digunakan untuk pengeringan tempurung kelapa atau cangkang sawit, sehingga secara khusus proses karbonisasi /pengarangan menjadi lebih efisien demikian juga secara keseluruhan dengan aktivasinya. Bahan pembantu untuk aktivasi dimasukkan dalam proses aktivasi tersebut yang diatur kondisi operasinya baik suhu, tekanan maupun waktu tinggal (residence time) untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas arang aktif yang dikehendaki. Dalam kondisi aktivasi tersebut arang diibaratkan seperti bahan yang dilubangi oleh bahan aktivasi tersebut pada panas tinggi. Ada banyak varian arang aktif yang bisa dirancang secara spesifik sesuai kegunaannya, sehingga kondisi operasi dan bahan-bahan pembantu aktivasi juga ada variasi.


Penggunaan arang aktif terutama pada industri pangan (food) termasuk minuman dan obat-obatan, pemurnian logam mulia (favor) dan industri migas (fuel). Begitu luas dan besarnya penggunaan arang aktif ini sehingga merupakan peluang besar juga bagi Indonesia yang memiliki bahan baku terbaik yang juga kuantitasnya terbesar di dunia yakni tempurung kelapa dan cangkang sawit.  Akankah ini juga akan kita sia-siakan? Semestinya tidak. InsyaAllah.

Jumat, 11 November 2016

Produksi Arang Tempurung Kelapa dan Cangkang Sawit Secara Kontinyu

Indonesia sebagai pemilik perkebunan kelapa ( 4 juta hektar) dan kelapa sawit ( 11 juta hektar) terbesar di dunia, ternyata sebagian besar hasil perkebunan tersebut masih menghasilkan produk olahan primer seperti CPO dan PKO pada kelapa sawit dan minyak goreng pada kelapa. Produksi berbagai produk turunan berbasis kelapa dan kelapa sawit yang jumlahnya banyak dan nilai tambah secara ekonomis jauh lebih menarik sebagian besar belum dilirik, dipikirkan apalagi dilakukan. Padahal apabila hal itu dilakukan maka akan memberi nilai tambah lebih banyak, daya saing industri yang kuat dan tentu saja penyerapan tenaga kerja. Luasnya kebun, banyaknya buah, dan tingginya produksi olahan primer-nya seharusnya menjadi daya dorong ke arah pengolahan atau produksi berbagai produk hilir atau turunan. Sebaran industri yang tidak merata, akses pasar terhadap berbagai jenis produk turunan, kualitas SDM, infrastruktur dan lingkungan usaha yang kurang mendukung antara lain sejumlah faktor yang membuat pergerakan industri mengarah ke produk hilir tersebut lambat. Kebutuhan-kebutuhan materi esensial manusia, yang biasa disingkat 7F (Food, Fuel, Fiber, Fodder, Feedstock, Fertilizer, dan Favor),  juga sebagian besar bisa dipenuhi dengan berbasis kelapa dan sawit tersebut, sehingga pengolahan SDA perkebunan tersebut untuk pemenuhan 7F tersebut.   


Sebagai produsen top dunia untuk kelapa dan kelapa sawit, seharusnya industri hilir berbasis kedua bahan baku tersebut lebih mudah dan cepat direalisasikan, misalnya produksi sabun mandi terbaik bisa dihasilkan dari minyak kelapa dan seharusnya menjadi standar dunia, demikian juga produksi biodiesel terbaik dari minyak sawit yang juga seharusnya menjadi standar dunia dan sebagainya. Hal itu sangat mungkin dilakukan. Kalau tidak kita-kita yang mengolahnya maka peluang itu cepat atau lambat pasti akan diambil orang lain. Dengan potensi katakan 6 milyar penduduk dunia atau 250 juta penduduk Indonesia saja, tentu potensi pasarnya sangat besar. Sabun mandi misalnya dengan dipadu dengan aroma harum khas minyak atsiri maka kualitasnya juga akan istimewa. Apalagi Indonesia juga salah satu produsen top dunia untuk minyak atsiri. Mengeksport produk olahan primer tentu juga menguntungkan, tetapi bagaimana kalau membuat berbagai produk yang siap pakai sehingga memberi nilai tambah atau keuntungan lebih besar? Saya kira kita semua setuju.



Limbah berupa tempurung dari kelapa atau sawit yakni cangkang, yang juga jumlahnya melimpah seiring produksi kedua buah tersebut, juga bisa ditingkatkan nilai tambahnya, yakni dengan dibuat arang. Penggunaan arang ini juga sangat banyak, terutama di industri pangan dan industri baja (favor).  Produksi arang secara tradisional dengan proses produksi lama, rendemen kecil dan asap yang banyak seharusnya mulai ditinggalkan dan menggunakan teknologi yang lebih mudah, cepat dan mampu mengolah jumlah banyak yakni secara kontinyu. Pada proses kontinyu pada sisi inlet bahan baku masuk sedangkan pada outlet keluar produk berupa arang tersebut secara terus menerus. Proses aktivasi arang akan dihasilkan arang aktif yang memiliki tingkat kegunaan lebih besar dan nilai tambah lebih besar, terutama di industri pangan dan industri mineral-logam. Produksi arang aktif dari arang tempurung maupun arang sawit akan dibahas setelah ini. InsyaAllah.




Tempurung kelapa adalah 12% dari buah kelapa sehingga jumlah tempurung kelapa berkisar 23.000 ton/tahun sedangkan cangkang sawit adalah 6% dari buah sawit dan 20% biasanya digunakan bahan bakar boiler pabrik sawit itu sendiri sehingga jumlah cangkang sawit dengan lebih dari 600 pabrik sawit di Indonesia maka jumlahnya juga akan sangat besar. Sebagai contoh : pada pabrik sawit kapasitas kecil saja yakni 30 ton TBS/jam dihasilkan cangkang 900 ton/bulan, dan sekitar 200 ton/bulan untuk menambah kekurangan kalori mesocarb fibre untuk bahan bakar boiler, sehingga ada kelebihan 700 ton/bulan limbah cangkang sawit.  Jumlah yang sangat besar dan menarik untuk dikembangkan. Konversi rata-rata dari bahan baku ke arang adalah 25% dengan kandungan fixed carbon minimal 75%. Kadar fixed carbon bisa dinaikkan tetapi tingkat konversinya menjadi lebih kecil. Bagi yang tertarik  yang akan menekuni produksi arang tersebut kami bisa menyediakan alat untuk produksi arang tersebut dengan kapasitas berkisar mulai 5 ton/hari dan silahkan mengirim email ke cakbentra@gmail.com. Semoga ini bisa menjadi langkah kecil untuk menginspirasi berbasis kelapa dan kelapa sawit – sebagai produsen top dunia dan bisa dijalankan mulai pada skala kecil-menengah

Sabtu, 29 Oktober 2016

Pengembangan Energi Berbasis Al Qur'an



Allah SWT mengisyaratkan dalam Al Qur'an Surat Yaasiin (36) : 80 dan Surat Waqi'ah (56) : 71-72 bahwa energi berasal dari pohon hijau. Dari sini sudah sangat jelas kemana arah pengembangan energi tersebut sehingga, yakni berasal dari pepohonan, sehingga tidak perlu bingung dengan sumber lainnya misalnya rerumputan, tanaman merambat, tanaman yang mengapung atau melayang di perairan dan sebagainya. Tentu banyak hikmah dan keunggulan tentang sumber energi dari pohon hijau karena Allah SWT Maha Pencipta, Penguasa, Pengatur dan Pemelihara alam semesta ini yang mengisyaratkan. Energi fossil yang kita gunakan saat ini juga berasal dari tumbuh-tumbuhan – jutaan tahun lalu. Petunjuk dari  Allah SWT yang  mengiringi masalah menanam pohon ini adalah masalah penggembalaan diantara pepohonan tersebut yakni dalam Al Qur'an Surat An-Nahl (16) : 10-11, A'basa (80) : 24-32 dan QS Thaahaa (20) : 54). Dalam Al Qur'an Surat Al An'am (6) : 143-144 diantara delapan delapan ekor hewan yang berpasangan (4 pasang) tersebut adalah dua ekor ( sepasang) domba, sepasang kambing, sepasang unta dan sepasang sapi dan domba disebutkan di urutan pertama, tentu domba ini memiliki keistimewaan tersendiri antara lain domba dipilih sebagai hewan qurban terbaik (QS Ash Shaaffaat (37):107) dan hewan yang digembalakan oleh seluruh nabi. Dengan menggembala diantara pohon kayu-kayuan tersebut maka peternakan domba menjadi murah karena memakan rumput-rumput yang ada diantara pohon-pohon tersebut, kotoran dari domba tersebut akan menyuburkan tanah tempat pohon-pohon itu ditanam berikut rumput yang menjadi makanan domba tersebut, pohon-pohon juga akan menyerap CO2 dan mengeluarkan O2 untuk bernafas manusia, akar pohon-pohon tersebut mencegah terjadinya erosi, menurunkan suhu permukaan bumi, membangun kembali ekosistem dan sebagainya. Penyerapan CO2 oleh pohon-pohon tersebut akan menurunkan konsentrasi CO2 di bumi, sebagai gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim, dan saat ini konsentrasi sudah melebih 400 ppm. Manusia dengan keterbatasan ilmunya sangat mungkin tidak mampu menangkap seluruh hikmah yang terkandung dari ayat-ayat Allah tersebut.       


Untuk energi, ranking kita hanya berada pada urutan 63 dari 124 negara menurut World Economic
Forum.  Hal yang tidak menggembirakan dan ini artinya menuntut upaya keras juga dari berbagai pihak untuk bisa mencapai kecukupan energi yang memadai. Pada tahun 1980-an produksi minyak kita diangka sekitar 1700 Barrel Per Hari (BPH) sedangkan konsumsi hanya berada di kisaran 400 BPH, sedangkan saat ini produksi minyak dikisaran 800 BPH sementara konsumsi 1400-an BPH. Indonesia menjadi nett importer minyak dengan volume sekitar 600 BPH. Sangat besar, sehingga dalam waktu tidak lama lagi volume yang produksi akan menyamai volume import-nya, hingga akhirnya bisa jadi seluruh kebutuhan minyak berasal dari import. Diprediksi sekitar 10 tahun lagi Indonesia akan kehabisan jenis energi ini sehingga harus membeli (import) dari nengeri-negeri exportir minyak. Bisa saja pada tahun-tahun mendatang tersebut Indonesia akan membeli seluruh kebutuhan minyaknya, tetapi perlu diingat juga seiring peningkatan jumlah penduduk negara-negara exportir minyak tersebut juga akan membutuhkan minyak lebih banyak sehingga sehingga digunakan untuk konsumsi dalam negerinya, dan bisa jadi tidak bisa diexport ke negara lain. Gas bumi Indonesia diperkirakan akan habis dalam rentang 30-an tahun dan batubara 80-an tahun dari sekarang. Apakah kita akan terus menguras sumber daya alam seperti yang dilakukan saat ini hingga akhirnya menjadi kelimpungan karena tidak memiliki sumber energi yang memadai ? Sementara di sisi lain ratusan juta hektar lahan terbengkalai, tidak dimanfaatkan dan hanya menyimpan potensi bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Apakah kita akan mewariskan berbagai kerusakan alam untuk anak cucu kita? Tentu jawabnya tidak. Tetapi bagaimana solusinya? Solusinya adalah kembali kepada petunjuk Allah SWT melalui ayat-ayat Al Qur'an diatas.      

Berdasarkan wujudnya energi atau bahan bakar dikelompokkan menjadi 3, yakni padat, cair dan gas. Ketiga macam jenis energi tersebut dapat dihasilkan dari pohon hijau tersebut. Energi wujud padat atau bahan bakar padat, jelas berasal dari kayunya yang juga bisa diolah menjadi lebih efisien dalam transportasi dan penggunaannya dengan menjadi pellet kayu (wood pellet) dan briquette (wood briquette). Wood briquette (sawdust briquette) ini selanjutnya juga bisa diarangkan (karbonisasi) menjadi briket arang (sawdust charcoal briquette). Kebutuhan sawdust charcoal briquette semakin meningkat dari tahun ke tahun terutama di Arab Saudi dan Timur Tengah seiring kebutuhan/konsumsi domba yang besar disana. Bahan bakar cair seperti bioetanol bisa didapat dari fermentasi buah-buahan maupun tanaman yang kaya kandungan gula. Kayu-kayuan dengan proses pyrolysis juga akan dihasilkan bahan bakar cair berupa bio-oil, disamping bahan bakar gas yang kaya metana dan arang. Bahan bakar cair lainnya didapat dengan mengekstraksi minyak dari buah-buahan yang dihasilkan seperti minyak sawit, minyak kelapa dan minyak zaitun yang selanjutnya bisa dijadikan biodiesel.  Sedangkan bahan bakar gas bisa didapatkan dengan mengolah limbah-limbah organik dari proses pengolahan buah-buahan tersebut dengan cara fermentasi (rute biologi) sehingga terbentuk biogas yang kaya gas metana, contoh : produksi biogas dari limbah cair pabrik sawit atau pome (palm oil mill effluent). Kayu-kayuan juga bisa menghasilkan gas dengan teknologi terutama gasifikasi (rute thermal). Gas-gas tersebut baik dari rute thermal maupun rute biologi selain menjadi bahan bakar juga bisa diolah menjadi produk-produk yang berguna bagi kehidupan manusia seperti bioplastik dan sebagainya.




Teknologi pemadatan (densification) menjadi wood pellet dan wood briquette adalah skema atau rute termudah dalam pengolahan kayu-kayuan dan kebutuhannya saat ini  dan masa mendatang juga sangat besar. Saat ini juga sudah mulai bermunculan produsen-produsen wood pellet dan wood briquette di berbagai daerah di Indonesia. Pada umumnya produksi dua komoditas diatas masih menggunakan limbah-limbah kayu sebagai bahan bakunya yang persediaannya terbatas. Tandan kosong sawit adalah limbah padat pabrik sawit yang saat ini belum banyak diolah. Sebagai produsen CPO terbesar di dunia dengan luas kebun sawit hampir 11 juta hektar dan 600 pabrik kelapa sawit, maka limbah tandan kosong sawit tersebut juga sangat berlimpah. 

Pembuatan kebun energi adalah cara terbaik untuk mendapatkan bahan baku. Apalagi kebun energi tersebut juga ditambah aktivitas penggembalaan domba dan penggemukan sapi, seperti yang diuraikan dalam link 5F Project ForThe World!. Kaliandra sebagai jenis tanaman legum dan bisa panen dengan cepat dengan produktivitas kayu tinggi serta bisa trubus/tumbuh lagi sehingga bisa dipanen terus menerus setiap tahunnya tanpa perlu penanaman kembali (replanting) hingga puluhan tahun sangat cocok untuk dijadikan pohon kebun energi tersebut. Perkebunan luas dengan tanaman sejenis (monokultur) akan membuat tanaman tersebut rentan terhadap serangan penyakit. Pohon buah-buahan ataupun pohon-pohon kayu keras baik dijadikan selingan dari kebun energi kaliandra tersebut. Hasil panen berupa kayu kaliandra tersebut bisa diolah menjadi wood pellet untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri maupun di eksport. Pasar eksport wood pellet sangat besar karena sejumlah negara baik di Asia maupun Eropa telah mendorong pemakaian energi dari biomasa khususnya wood pellet.  

Pada akhirnya dengan motivasi atau dorongan dari Al Qur'an tersebut ditambah dengan hadist Nabi SAW tentang syirkah semestinya setiap muslim semakin terdorong untuk mengimplementasikan petunjuk tersebut. Aspek ekonomi atau keuntungan financial sebagai motivasi utama berusaha tentu juga akan didapat selain yang utama yakni keberkahan.  Hanya dengan petunjuk-petunjuk tersebut pengelolaan alam akan bisa terus berkesinambungan (sustainable) dan memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh manusia. Secara spesifik untuk energi atau bahan bakar dari biomasa kayu-kayuan bisa dimulai dari pembuatan kebun kaliandra dan selanjutnya diolah untuk produksi wood pellet, untuk selanjutnya mengisi pasar yang sudah siap seperti di negara-negara Eropa, Korea, Jepang dan sebagainya, dan sambil mengedukasi/menyiapkan pasar dalam negeri.  Potensi yang kedua yang juga sangat berlimpah tetapi belum banyak dimanfaatkan saat ini adalah tandan kosong sawit, untuk dibuat pellet tankos (EFB pellet).

Rabu, 19 Oktober 2016

Menanam Kaliandra Untuk Perbaikan Tanah Sehingga Tercukupi Pangan, Energi dan Air



Bahwasannya muslim harus bersyirkah dalam pengelolaan lahan – padang rumput atau sumber makanan, air, api atau energi itu jelas adanya dalam petunjuk Nabi Muhammad SAW : “Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal padang rumput, air dan api” (HR. Sunan Abu Daud). 

Apa akibatnya ketika petunjuk ini kita abaikan – yaitu ketika kita tidak bersyirkah sesama kita? Sumber-sumber penghidupan yang utama kita berupa pangan, air dan energi dikelola orang lain dan umat menjadi tidak mandiri dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan utamanya. Ketika kita tidak mandiri dalam hal kebutuhan pokok, kita mudah diperdaya dalam berbagai urusan lainnya. Maka pekerjaan besar umat dengan belajar bersyirkah dalam tiga hal pokok harus sebisa mungkin dimulai.

Dalam urusan energi umat inipun harus mulai dari petunjuk-Nya, Al Qur’an bicara apa tentang api atau energi? Al Qur’an bicara tentang sumber api yang berasal dari pepohonan hijau (QS 36 : 80 dan QS 56 : 71-72). Dalam hitungan manusia bisa saja sumber energi yang paling efisien itu tenaga nuklir, yang paling bersih adalah tenaga hydro, yang paling melimpah adalah tenaga matahari. Tetapi ketika Allah mengisyaratkan api yang berasal dari pepohonan yang hijau, pasti sumber energi yang satu ini memiliki keunggulan tersendiri. Misalnya ketika kita memiliki kayu bakar atau yang mutakhir yakni pellet kayu (wood pellet) maka bahan bakar dari kayu tersebut dapat kita simpan lalu bisa kita pergunakan pada waktu tertentu, relatif tidak terpengaruh kondisi cuaca. Berbeda halnya dengan tenaga hydro (air) maupun tenaga matahari yang ketersediannya dan penggunaanya terpengaruh kondisi cuaca. Tetumbuhan atau pohon hijau juga menyerap CO2 dan melepaskan O2 untuk kita bernafas. Selain itu tumbuhan juga mampu menyuburkan tanah, menahan erosi dan tentunya masih banyak lagi rinciannya.  Lebih lanjut  tulisan dibawah ini akan menguraikan sebagian kecil saja dari keunggulan energi dari pohon hijau dan manfaat lingkungan.

Menurut FAO diperkirakan sepertiga lapisan tanah dunia telah mengalami kerusakan atau terdegradasi. Padahal tanah adalah bagian penting dalam menunjang kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan. Manusia, hewan hidup dari tumbuhan. Sebagian besar makanan kita berasal dari permukaan tanah, walaupun memang ada tumbuhan dan hewan yang hidup di laut. Terutama di bidang pertanian, tanah menjadi faktor terpenting yang menentukan Tanah adalah bagian penting dalam menunjang kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan. Manusia, hewan hidup dari tumbuhan. Sebagian besar makanan kita berasal dari permukaan tanah, walaupun memang ada tumbuhan dan hewan yang hidup di laut. Terutama di bidang pertanian, tanah menjadi faktor terpenting yang menentukan. Degradasi tanah tersebut terjadi karena erosi, pemadatan, penutupan tanah, pemakaian bahan-bahan kimia pertanian dan penipisan nutrisi tanah, pengasaman, polusi dan proses lain yang disebabkan oleh praktek-praktek pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan.

Dirjen FAO Jose Graziano da Silva memperkirakan pada tahun 2050 tanah subur didunia tinggal seperempat dari acuan tahun 1960. Seiring pertumbuhan penduduk dunia yang terus meningkat dengan perkiraan menjadi 10 milyar pada tahun 2050 dan saat ini saja hampir 2 milyar mengalami kekurangan pangan, tentu saja menurunnya jumlah tanah subur semakin memperparah kondisi tersebut. Petunjuk Al Quran diatas yakni dengan tanaman jenis leguminoceae maka upaya mengembalikan kesuburan tanah tersebut sangat mungkin dilakukan. Tanaman leguminoceae akan menangkap nitrogen dari udara selanjutnya disimpan dalam bintil akarnya dan menjadi pupuk tanah. Selain itu daunnya juga kaya akan nitrogen, ketika berguguran ke tanah juga akan menjadi pupuk yang menyuburkan tanah tersebut. Ketika kondisi tanah telah rusak sehingga perlu segera dipuihkan maka jenis tanaman polong-polongan (leguminosae) adalah jenis yang paling cocok pada kondisi tersebut.  Hal ini karena tanaman jenis polong-polongan memiliki karakteristik : mendinginkan/melembabkan permukaan tanah, akarnya berbintil-bintil karena mampu mengikat nitrogen dari atmosfer artinya mampu menuburkan tanah rusak / tandus tersebut, dan mampu mencegah terjadinya erosi.  Rhizobium adalah jenis bakteri yang tumbuh dalam akar tanaman leguminoceae tersebut dan bertindak mengikat nitrogen dalam bintil-bintil akar. Menurut FAO, organisme kecil seperti bakteri dan jamur di bawah tanah bertindak sebagai agen utama yang mendorong siklus nutrisi dan membantu tanaman melalui peningkatan asupan gizi, yang pada gilirannya mendukung keanekaragaman hayati di atas tanah juga.


Diantara lebih dari 19.000 jenis leguminoceae, kaliandra adalah salah satunya dan sudah banyak dikembangkan di Indonesia. Menanam kaliandra memiliki dua manfaat utama yakni mengembalikan kesuburan tanah dan produksi kayu untuk bahan bakar khususnya wood pellet. Lebih jauh tentang pola pemanfaatannya bisa dibaca di link 5F Project For The World!. Sedangkan di Indonesia sendiri masih terdapat ratusan jutaan hektar belum dimanfaatkan secara baik, termasuk banyak diantaranya telah menjadi lahan kritis. Salah satu mensyukuri nikmat Allah SWT adalah dengan memakmurkan bumi ini.

Menanam pohon-pohon tersebut akan membersihkan udara dengan menyerap CO2 dan menghasilkan O2. Bayangkanlah di suatu jaman ini dengan lokasi yang tidak jauh dari sini, untuk menghirup udara bersih orang harus membeli udara dalam kemasan- seperti kita membeli air kemasan dalam gelas. Sungguh sangat menyedihkan. Di daerah Xinjiang, daerah yang pencemaran udaranya sudah sangat buruk di China, puluhan juta udara dalam kemasan kaleng sudah terjual sejak beberapa tahun terakhir. Dan malangnya hanya orang-orang mampu saja yang bisa membeli udara kalengan tersebut.Islam mengajarkan bahwa udara dan air adalah barang gratis yang bisa dinikmati siapa saja. Upaya penting yang bisa dilakukan untuk membuat yang gratis tetap gratis, adalah dengan menanam pohon, sehingga bisa menyuburkan tanah pada jenis tanaman leguminoceae, membersihkan udara, sumber energi dan juga menyerap air.

Senin, 17 Oktober 2016

Sawdust Charcoal Briquette dan Konsumsi Domba Di Arab Saudi dan Timur Tengah


Konsumsi domba khususnya di Arab Saudi setiap tahunnya berkisar 8 juta ekor, dengan ¼-nya di saat musim haji. Negara-negara pengeksport domba ke Arab Saudi saat ini terutama dari tiga negara Afrika, yakni Somalia, Sudan dan Djibouti. Negara-negara di Afrika tersebut kering dan kurang subur dibanding Indonesia, tetapi dengan cara menggembala domba-domba tersebut di padang-padang  rumput yang tersedia, membuat produksi domba disana melimpah. Indonesia dengan kesuburan dan luasnya hamparan tanahnya sudah sepantasnya bisa menjadi negara exportir domba terbesar. Dengan meningkatkan efektivitas dan efisiensi lahan serta yang paling penting mindset bahwa sangat besar potensi Indonesia yang mendukung ke arah tersebut maka insyaAllah hal tersebut menjadi sangat mungkin diwujudkan.


Daging domba dengan diolah dengan dipanggang adalah masakan favorit di Arab Saudi dan Timur Tengah. Kebutuhan sawdust charcoal briquette yakni briket arang dari serbuk gergaji melonjak terus meningkat seiring tingginya konsumsi daging domba di Arab Saudi dan Timur Tengah. Sebagian besar produksi sawdust charcoal briquette berasal dari Indonesia, dan seiring kebutuhan yang semakin meningkat banyak pabrik-pabrik sawdust charcoal briquette dibangun untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Para pembeli berebut untuk bisa mendapat produk ini karena tingginya permintaan. Saat ini hampir semua pabrik-pabrik sawdust charcoal briquette menggunakan serbuk gergaji ataupun limbah-limbah kayu sebagai bahan bakunya. Daerah-daerah yang kaya bahan baku sangat potensial untuk mengembangkan komoditas ini mengingat tingginya kebutuhan.



Produk sawdust charcoal briquette memiliki berbagai kelebihan dibandingkan arang kayu biasa antara lain lebih padat, bentuk dan ukuran seragam, kualitas arangnya dan nyala api lebih lama. Bentuk yang padat dengan bentuk dan ukuran seragam inilah yang membuat mudah dikemas dan ekonomis dalam transportasi.  Proses produksinya secara sederhana setelah bahan baku tersebut dibriketkan lalu di arangkan (karbonisasi batch) selama beberapa hari. Produk arang selanjutnya diambil dan dipilah berdasarkan grade kualitasnya, untuk selanjutnya dikemas dan siap diexport. Ketika bahan baku berupa serbuk gergajian dan limbah-limbah kayu masih tersedia, maka produksi sawdust charcoal briquette bisa terus berjalan. Sedangkan apabila ketersediaan bahan baku tersebut diatas mengalami kelangkaan sebaiknya diupayakan mencari bahan baku lainnya, misalnya dengan membuat kebun kaliandraKaliandra adalah tanaman rotasi cepat, yang hanya butuh sekitar 1 tahun panen sehingga keberlangsungan pasokan bahan baku tidak terganggu. Grade-grade atau pengelompokan kualitas sawdust charcoal briquette seperti gambar dibawah ini :

Grade A : Panjang lebih dari 10 cm dan halus (tidak retak)


Grade B : Panjang lebih dari 10 cm dengan sedikit retak
Grade C : Panjang 5-10 cm dengan permukaan halus atau retakan kecil

Grade D : Panjang 5-10 cm dengan permukaan kasar dan retakan sedang


Grade E (Reject) : Panjang rata-rata kurang dari 5 cm, permukaan kasar dan banyak retakan sehingga rapuh



Senin, 10 Oktober 2016

Mendongkrak Produksi Pisang Dengan Limbah Batang Pisangnya

Pisang adalah tanaman tropis yang bahkan berasal dari kawasan Asia Tenggara. Peminatnya terus meningkat dari waktu ke waktu. Lebih dari 50% import pisang dunia didominasi oleh Amerika dan negara-negara Eropa. Bahkan di Amerika popularitas pisang mengalahkan buah asli negeri itu seperti anggur dan jeruk.  Harga pisang juga mengalami kenaikan seiring tingginya permintaan tersebut, yakni lebih dari 10 kali lipat dalam 20 tahun terakhir.
 
Indonesia di sisi lain memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi produsen pisang terbesar di dunia antara lain karena ketersediaan dan suburan tanahnya, ketersediaan air dan sinar matahari sepanjang waktu. Sayangnya di Indonesia masih juga mengimpor pisang dalam jumlah besar, yakni setara 10 ribu hektar perkebunan pisang.  Tentu dibuahkan perjuangan panjang dan penuh kesabaran untuk mencapai ‘swasembada’ pisang apalagi menjadi produsen pisang terbesar di dunia dan selanjutnya diikuti swasembada buah-buahan lainnya.

Produktivitas perkebunan pisang di Indonesia juga pada umumnya rendah, hal ini terutama karena ketrampilan bertani yang rendah dan pengelolaan yang ala kadarnya. Produktivitas pisang di Indonesia hanya berkisar 15 ton/hektar/tahun, lebih jelasnya lihat tabel dibawah. Rute tercepat untuk menangkap peluang tersebut adalah dengan segera menjadi produsen pisang tersebut.  

Pada saat panen buah pisang, pohon pisang tersebut akan menjadi limbah. Pada perkebunan intensif dengan kita ambil rata-rata ada 3.000 pohon setiap hektarnya, maka minimal ada 3.000 batang pisang yang menjadi limbah.  Berat pohon pisang dewasa kurang lebih 40 kg dengan kadar  60% setelah dikeringkan dengan kadar air 10% (kering) beratnya menjadi 15 kg atau 1 hektar beratnya  45.000 kg (45 ton) kering. Salah satu pemanfaatan atau pengolahan pohon pisang tersebut yang bertujuan untuk mendongkrak atau menggenjot produktivitas buah pisang itu sendiri adalah mengolahnya menjadi arang (biochar). Kenapa menjadi biochar? Dan bagaimana mengolahnya karena pohon pisang juga banyak airnya?

Biochar atau arang pertanian terutama akan menjadi rumah bagi mikroorganisme tanah dan menahan pupuk atau nutrisi tanaman tersebut sehingga tidak larut dan hanyut terbawa air. Hal ini karena biochar memiliki pori-pori atau rongga-rongga ukuran mikro yang sangat banyak atau ibaratnya seperti spon. Pertanian organik cocok dan sejalan dengan penggunaan biochar tersebut karena pupuk-pupuk kimia cenderung akan menghambat dan mematikan pertumbuhan microorganisme tanah tersebut. Proses produksi biochar dengan pirolisis atau karbonisasi juga masih mempertahankan unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti kalium, kalsium, phosphor dan sebagainya.


Pohon pisang yang basah karena tingginya kandungan air selanjutnya dikecilkan ukurannya dengan alat chipper, setelah ukurannya cukup kecil lalu diturunkan kandungan airnya atau dikeringkan dengan mesin press mekanik dengan screw press sehingga prosesnya juga bisa kontinyu. Pengeringan selanjutnya yakni dengan mesin pengering kontinyu seperti drum dryer. Hasil chip pohon pisang yang sudah kering tersebut selanjutnya bisa diumpankan ke reaktor karbonisasi (pyrolysis) ataupun dilewatkan hammer mill terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke reaktor karbonisasi tersebut. Output dari reaktor karbonisasi (pyrolysis) tersebut sama-sama arang, hanya bedanya ukurannya saja. Alat atau teknologi pirolisis tertentu akan lebih cocok dengan jenis ukuran bahan baku salah satunya. Berdasarkan perhitungan diatas dengan konversi 30% maka setiap hektarnya akan menghasilkan 15,000 kg (15 ton) biochar. Penggunaan arang dalam bentuk serbuk pada umumnya lebih baik karena memiliki luas permukaan (surface area) lebih besar sehingga kemampuan berkontak dengan pupuk ataupun mikroorganisme lebih besar juga.    


    


Biochar yang ada didalam tanah akan mampu bertahan hingga ratusan tahun didalam tersebut dan memiliki efek yang baik bagi tanah dan keberlanjutan pertanian itu sendiri. Ketika tanah telah memiliki kadar karbon atau C dari biochar tersebut kurang lebih 30% maka tanah tersebut tidak perlu ditambahkan biochar lagi.  Penggunaan biochar yang memadai akan mampu meningkatkan produktivitas panen hingga 50%. Selain itu ketika usaha pertanian dengan meminimalisir limbah bahkan zero waste tentu akan berdampak positif pula bagi lingkungan.  

Sabtu, 08 Oktober 2016

Solusi Praktis Menghasilkan Listrik Kapasitas Kecil Dengan Limbah Biomasa

Limbah biomasa adalah potensi besar untuk menghasilkan listrik. Limbah biomasa yang hanya dibuang atau bahkan dibakar percuma seharusnya bisa dimanfaatkan dengan lebih baik. Daerah-daerah kaya sumber biomasa terutama di luar Jawa yang setiap musim kemarau hanya dibakar untuk membuka lahan pertanian baru, sehingga menimbulkan dampak lingkungan berupa asap yang menyakitkan bahkan mematikan hendaknya bisa diminimalisir bahkan dihindari. Ribuan bahkan jutaan ton limbah biomasa tersebut hanya hilang percuma dan menimbulkan kerugian yang nyata. Sedangkan banjir, tanah longsor dan erosi juga sering terjadi pada musim penghujannya. Saatnyalah kini memandang limbah biomasa tersebut sebagai bahan baku potensial yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Pada skala menengah dan besar limbah biomasa tersebut bisa sebagai sumber panas, listrik ataupun dipadatkan untuk menjadi pellet atau briket. Sejumlah teknologi untuk konversi tersebut saat ini sudah banyak tersedia. Dalam kesempatan ke depan Insya Allah akan diuraikan berbagai teknologi pemanfaatan biomasa untuk sektor energi pada skala menengah dan besar tersebut. Keberlanjutan (sustainability) pengelolaan lingkungan adalah prioritas utama sehingga lingkungan tersebut member manfaat pada kehidupan manusia bukan sebaliknya. Lantas bagaimana dalam skala atau kapasitas kecil pun bisa berperan memberi solusi pada masalah besar tersebut?
Pada skala kecil limbah biomasa seperti kayu-kayuan, ranting dan dedaunan bisa digunakan untuk bahan bakar terutama untuk memasak makanan kebutuhan sehari-hari. Ketika limbah biomasa tersebut sedikit mendapat sentuhan teknologi, seperti pemilahan, pengeringan dan penyeragaman ukuran, maka pemanfaatannya bisa menjadi lebih mudah dan efisien. Ukuran seragam dan tingkat kekeringan tertentu dari limbah biomasa tersebut sudah cukup menjadikannya menjadi bahan bakar yang bisa diandalkan apalagi apabila jumlah atau pasokannya melimpah. Alhamdulillah, saat ini sudah ada teknologi untuk mengubah panas menjadi listrik dengan sangat mudah, yakni thermoelectric generator. Saat memasak ataupun membakarnya untuk berbagai keperluan, maka panas tersebut tidak semua hilang dilingkungan. Pada umumnya lebih dari 50% panas sewaktu pembakaran (heat loss)  hanya hilang percuma, dan ini seharusnya bisa diambil untuk diubah menjadi listrik.
  






Dengan mengubahnya menjadi listrik maka penggunaannya menjadi tidak terbatas, yakni dari sekedar untuk charge gadget, penerangan atau berbagai keperluan lain.  Sambil memasak dan sambil produksi listrik, aktivitas yang sangat mungkin dilakukan. Jika listrik tidak disegera digunakan maka bisa disimpan dalam baterai-baterai. Tingkat kelistrikan yang rendah terutama di luar Jawa bali dan seringnya terjadi mati listrik, melimpahnya potensi limbah biomasa dan ancaman kebakaran hutan di musim kemarau, dan dengan memanfaatkannya maka solusi bisa didapat. Sebagai contoh listrik yang telah disimpan dalam baterai-baterai tersebut selanjutnya dimanfaatkan untuk penerangan pada tempat-tempat yang belum dijangkau listrik tentu ini sangat bermanfaat.



Sedangkan para petani bisa memanfaatkan limbah biomasa tersebut untuk membuat arang pertanian (biochar) dengan alat sederhana seperti drum-drum bekas. Limbah-limbah biomasa terutama yang berupa daun-daunan dapat digunakan untuk hal ini. Terbukti bahwa arang pertanian ini membantu menyuburkan tanah dengan cara terutama menjadi rumah mikroba dan menahan pupuk supaya tidak larut dan hanyut dengan pori-porinya. Pada saat pengoposan atau pembuatan pupuk organik arang pertanian (biochar) bisa ditambahkan terutama untuk mengurangi bau yang timbul sewaktu proses pengomposan dan mengurangi hilangnya senyawa amoniak (NH3)ke atmosfer. Sewaktu proses pembuatan arang pertanian (biochar) tersebut panas yang timbul juga bisa diubah menjadi listrik dengan thermoelectric generator. Generator ini kabarnya bahkan juga telah mampu dibuat di Indonesia.

Dari Karbon Netral ke Karbon Negatif : Pengembangan Baterai, Wood Pellet, Carbon Capture and Storage (CCS) dan Biochar

Riset untuk pengembangan baterai kapasitas besar terus dilakukan sehingga listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik energi terbarukan ...