Senin, 12 November 2012

Biomass Steam Gasification : Teknologi Advance Gasifikasi Biomasa Untuk Mereduksi Emisi Nitrogen Oksida

Photo diambil dari sini
Perhatian dunia terhadap issue lingkungan semakin besar disamping kebutuhan energi juga semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk dunia. Proses gasifikasi biomasa konvensional dengan memasukkan udara (air blown) ke dalam reaktor gasifikasi ternyata menghasilkan emisi berupa nitrogen oksida atau senyawa NOx. Senyawa tersebut terbentuk karena udara yang dimasukkan ke dalam reaktor gasifikasi tersebut mengandung sebagian besar nitrogen (78%) yang kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa NOx tersebut. Gas NOx tersebut membahayakan kesehatan dan lingkungan sehingga sebisa mungkin harus dihindari.

Photo diambil dari sini

Salah satu teknik untuk menghindari terbentuknya senyawa NOx tersebut adalah tidak menggunakan udara sebagai media oksidasi pada proses gasifikasi biomasa tetapi digantikan dengan kukus (steam). Proses ini akan menghilangkan terbentuknya gas NOx dan menjadikan komposisi gas yang dihasilkan dari gasifikasi biomasa juga berbeda dengan media oksidasi berupa udara. Proses biomass steam gasification akan menghasilkan komposisi gas hidrogen sekitar 50%. Seperti pada umumnya aplikasi gasifikasi biomasa adalah untuk pembangkit panas dan listrik, maka biomass steam gasification juga sama, hanya akan terjadi sedikit penurunan efisiensi karena konsekuensi proses tersebut. Hidrogen yang dihasilkan bila dimurnikan hingga kadar 100% maka akan bisa digunakan untuk pembangkit listrik dengan teknologi fuel cell. Dengan fuel cell akan dihasilkan emisi yang sangat ramah lingkungan yakni uap air (H2O).


Minggu, 28 Oktober 2012

Kompor Ramah Lingkungan Yang Menghasilkan Panas dan Listrik

Hampir 3 milyar manusia di negara-negara berkembang seperti India dan Sub Sahara Afrika menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. Selain tidak efisien , kompor kayu itu umumnya mengeluarkan asap yang banyak sehingga mengganggu pernafasan dan pedih di mata. Sebuah perusahaan di Amerika, Biolitestove,  telah menciptakan kompor yang ramah lingkungan yang efisien yang mengklaim hanya membtuhkan 50% kayu lebih sedikit dari kompor sejenis dan polusi dari emisi asapnya yang rendah. Kompor itu ditujukan terutama untuk negara-negara berkembang tersebut. Yang menarik selain menghasilkan panas seperti kompor pada umumnya, kompor ini juga menghasilkan listrik. Penelitian pembuatan kompor ini telah menghabiskan 1.8 US$ (sekitar 1,8 milyar rupiah) yang didanai oleh para investor. Ada 2 model kompor yang dibuat oleh perusahaan tersebut yakni Home Stove untuk pemakaian rumah tangga dan Camp Stove untuk kegiatan berkemah dan aktivitas outdorr lainnya.Perbandingan kinerja kompor tersebut dibandingkan kompor biomasa lain seperti pada grafik dibawah ini :

Kompor tersebut dirancang untuk mampu beroperasi dengan berbagai biomasa antara lain ranting-ranting kayu, sekam padi, wood pellet bahkan kotoran ternak. Panas dari kompor tersebut selain digunakan untuk memasak atau mendidihkan air, juga akan dikonversi menjadi listrik dengan suatu thermo-electric generator. Listrik yang dihasilkan akan digunakan untuk menggerakkan kipas untuk suplai udara dalam kompor dan untuk charge berbagai perangkat elektronik (gadget) yang bisa discharge melalui USB outlet seperti smartphone, GPS atau lampu LED.






Kompor ini bekerja dengan secara gasifikasi sebagai sebuah teknologi yang telah teruji dan puluhan tahun telah digunakan diberbagai proses thermal. Air to fuel ratio telah diatur oleh kipas tersebut untuk kondisi operasi tersebut. Sehingga kompor ini juga akan menghasilkan produk samping atau residue berupa biochar seperti halnya kompor biochar apabila pengontrolan gasifikasi tersebut bisa dilakukan dengan baik.   


Sabtu, 27 Oktober 2012

Gedung Pencakar Langit Dari Kayu Lebih Ramah Lingkungan Daripada Beton Dan Baja

Photo diambil dari sini
Ada perubahan konsep secara menyeluruh pada konstruksi gedung pencakar langit "green city" saat ini dan setiap orang membicarakan pergantian beton dengan gedung pencakar langit kayu.


Kesan pertama ketika membaca topik ini, seseorang mungkin membicarakan tentang suatu tujuan untuk mempertimbangkan kayu daripada beton. Bagaimanapun, jika Anda berpikir tentang konsumsi energi yang dibutuhkan membuat beton yang tidak ramah lingkungan, Anda mungkin setuju bahwa bahan baku untuk gedung alternative dibutuhkan. 

Pergantian ke kayu juga kelihatannya juga bukan pilihan terbaik jika Anda melihat sebagai upaya penebangan hutan dunia, bagaimanapun saat ini arsitek dan investor seluruh dunia membicarakan tentang hutan yang berkelanjutan dan terkelola untuk maksud ini. Kayu akan mengunci CO2 untuk struktur life cycle-nya, sementara menurut International Energy agency (IEA)
 beton aktualnya menghasilkan 6-9 kilo karbon dioksida untuk setiap 10 kilogram pembuatannya. Bangunan pencakar langit kayu ini juga lebih murah dibandingkan material lainnya. 

Jumat, 26 Oktober 2012

Fokus Pada Abu

Abu pembakaran kayu; photo diambil dari sini

Pemanfaatan biomasa dengan rute thermal yakni pembakaran (combustion) dan gasifikasi akan dihasilkan residue berupa abu. Sedangkan pada pirolisis karena bekerja pada suhu rendah  (400-600 C) dan  tanpa oksigen/udara maka tidak terjadi abu. Mineral-mineral yang terkandung dalam biomasa akan tetap tertinggal pada produk berupa arang pada proses pirolisis. Kadar abu (ash content) dan komposisi abu (ash composition/ash chemistry) sangat mempengaruhi proses pemanfaatan biomasa tersebut selain nilai kalor (heating value), ukuran partikel dan kadar airnya.

Secara umum karakterisasi dari abu dari biomasa dideskripsikan oleh Bryers  sebagai berikut :
1.       Kandungan abu silica (Si) dan potassium (K) yang tinggi dengan kalsium (Ca) yang rendah, dengan low fusion temperature berasal dari kelompok limbah-limbah biomasa pertanian.
2.       Kandungan abu silica (Si) dan potassium (K) yang rendah dengan kalsium (Ca) yang tinggi, dengan high fusion temperature berasal dari kelompok hampir semua biomasa kayu. Spesifikasi yang terbaik untuk pembakaran (combustion) dan gasifikasi.
3.       Kandungan abu potassium (K) dan phosphorus yang tinggi, dengan low fusion temperature berasal dari kelompok kotoran seperti kotoran unggas dan ternak.

Biomass Ash Content

Kandungan abu dari berbagai tipe biomasa mengindikasikan slagging behavior. Pada umumnya, semakin tinggi kandungan abunya, semakin besar kecenderungan slagging behavior-nya. Tetapi ini bukan berarti bahwa kandungan abu yang rendah tidak menunjukkan fenomena slagging tersebut. Suhu operasi, komposisi mineral (ash chemistry) dari abu dan prosentase-nya merupakan variable-variabel terjadinya slagging tersebut. Jika kondisinya mendukung maka slagging akan semakin besar. Mineral seperti SiO2, Na2O dan K2O lebih bertendensi terhadap terjadinya slagging. Biasanya slagging terjadi pada biomasa dengan kandungan abu lebih dari 4% dan non-slagging fuel dengan kandungan abu kurang dari 4%. Menurut komposisi melelehnya, bahan bakar-bahan bakar biomasa tersebut dikelompokkan menjadi severe atau moderate slagging.

Ash Chemistry; taken from here


 Masalah yang ditimbulkan dari abu ini adalah menyumbat lubang pemasukan udara ataupun meleleh (slagging) yang akan mengurangi efisiensi proses thermal gasifikasi dan pembakaran (combustion) tersebut  terkait suplai udara dan distribusi biomasa dalam unit proses tersebut.
Ash slagging; photo diambil dari sini

Sehingga sebelum mengolah suatu limbah biomasa,  pertimbangkan dan perhatikan kadar abu dan komposisinya sehingga bisa memberikan hasil yang optimum. 

Senin, 22 Oktober 2012

Biomass Briquette : Piston/Ram Type atau Screw Type?

Biomass briquette dan charcoal briquette

Berbeda dengan wood pellet yang hanya memiliki satu macam bentuk yakni cylindrical, biomass briquette memiliki bentuk yang bermacam-macam seperti cylindrical, hexagonal, dan balok. Selain itu pada sisi komersial biomass briquette berdasarkan proses pembuatannya dikelompokkan menjadi dua yakni piston/ram type yang dibuat dengan piston atau mechanical press dengan tekanan tinggi; sedangkan screw type dibuat screw extruder yang biomasa mengalami ekstrusi secara kontinyu dengan ujung die-nya dipanasi. Pada ram/piston press keausan mesin yang berkontak dengan biomasa lebih kecil dibandingkan dengan screw extruder. Konsumsi energi untuk ram/piston type juga lebih kecil dibandingkan dengan screw extruder type.  Tetapi dalah hal kualitas dan prosedur produksi screw extruder type superior dibandingkan teknologi piston press. Adanya lubang ditengah-tengah briquette pada screw type membuat pembakaran lebih seragam dan efisien dan juga briquette tipe bisa dikarbonisasi menjadi charcoal briquette. Perbandingan antara kedua macam biomass briquette tersebut seperti pada table dibawah ini :

Perbandingan teknologi diantara keduanya seperti tertera di bawah ini :


ram type biomass briquette; photo diambil dari sini

A.      Teknologi ram/piston press
-Gesekan antara biomasa dengan alan relative kecil, sehingga keausan mesin bisa berkurang.
- Kadar air dari bahan baku seharusnya dibuat kurang dari 12% untuk hasil terbaik.
-Kualitas dari briquette menurun ketika produksinya ditingkatkan dengan daya yang sama.
-Karbonisasi pada lapisan luar tidak dimungkinkan, sehingga briquette agak rapuh.
Pada teknologi screw extruder, biomasa mengalami ekstrusi secara kontinyu oleh screw kemudian die-nya dipanasi secara eksternal untuk mengurangi friksi.

B.      Teknologi Screw Extruder :
-Output kontinyu dan briquette keluar dengan ukuran yang seragam.
-Lapisan luar briquette terkarbonisasi sebagian sehingga memudahkan penyalaan dan pembakaran. Lapisan ini juga mem-protect dari air udaraa sekitar.
-Lubang ditengah briquette membantu pembakaran karena suplai udara menjadi mencukupi.
-Mesin atau alat beroperasi sangat lembut tanpa ada shock load
-Mesin atau alat juga lebih ringan dibandingkan ram/piston press karena tidak adanya reciprocating part dan flywheel.
-Komponen mesin dan pelumas yang digunakan dalam mesin terbebas dari debu atau kontaminasi bahan baku.
-Konsumsi energinya tinggi dibandingkan ram/piston press
Konversi oil burner furnace dengan biomass briquette: photo diambil dari sini

Pada saat ini teknologi screw extruder dan ram/piston press ini menjadi penting secara komersial. Teknologi ram/piston press lebih tua dibandingkan dengan teknologi screw extruder, sehingga dijumpai lebih banyak unit ram/piston press beroperasi saat ini. Tetapi perkembangan screw extruder juga pesat sehingga diprediksi dalam beberapa tahun ke depan produksi biomass briquette screw type juga melonjak tajam. Resume dari aplikasi biomass briquette type screw bia dilihat di sini.

Jumat, 19 Oktober 2012

Kompor Biochar (Biochar Stove) Untuk Indonesia

Photo diambil dari sini
Di negara berkembang, sekitar 22 persen dari energi yang digunakan berasal dari biomassa, namun sebagian besar digunakan non-komersial dalam aplikasi tradisional (seperti memasak kompor). Kompor ini memasak tradisional sering dicirikan oleh efisiensi yang rendah dan tinggi pelepasan senyawa organik beracun. Dengan 1,3 juta kematian secara global setiap tahun karena pneumonia, penyakit pernapasan kronis dan kanker paru-paru. Di negara seperti Nepal, bahan bakar biomassa tradisional mencakup lebih dari 90 persen dari input energi primer.

Kompor biochar adalah kompor yang dirancang khusus sehingga beroperasi secara pirolisis dan gasifikasi. Selain panas, produk berupa arang (biochar) akan dihasilkan yang bisa digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah. Polusi yang ditimbulkan juga lebih kecil selain efisiensinya juga ditingkatkan. Model TLUD adalah tipe kompor biochar yang paling populer dan banyak digunakan. Sejumlah program-program untuk sosialisai kompor biochar ini telah dilakukan termasuk aktivitas komersial penjualannya. WorldStove adalah salah satu produsen kompor biochar ini sekaligus aktif dalam berbagai program-program kemanusiaan untuk sosialisasinya selain komersialisasi penjualan langsung.Selain itu ada masih banyak lagi seperti  GeoBiocharStove, SeaBiocharStove, Peko Pe BiocharStove dan sebagainya.  Bahan bakar wood pellet dan biomass briquette sangat ideal untuk tipe kompor ini. Untuk mendapat pemahaman lebih lengkap tentang kompor biochar silahkan klik disini.
Photo diambil dari sini 
Mengisi bahan bakar wood pellet untuk kompor: photo diambil dari sini

Stock wood pellet untuk bahan bakar kompor; photo diambil dari sini
Berdasarkan latar belakang diatas maka kompor yang lebih baik perlu dibuat untuk menggantikan tungku tradisional yang tidak efisien dan mencemari lingkungan serta sesuai dengan kebiasaan memasak orang Indonesia. Sudah merupakan rahasia umum bahwa pirolisis dan gasifikasi adalah metode lebih baik untuk mengektrak energi dari biomasa daripada pembakaran. Dengan metode tersebut, gas yang bisa terbakar dengan lebih bersih bisa didapat dan juga didapatkan arang (biochar) sebagai produk samping atau residue. Dengan mengoperasikan kompor pada mode pirolisis, kita akan menyerap lebih banyak CO2 daripada yang diproduksi. Sedangkan produk biochar (arang) tersebut bisa kita gunakan untuk :

1. Pembenah tanah (soil amendment) yang mampu memperbaiki kualitas tanah. Hal ini membantu tanaman lebih mudah mendapatkan air dan nutrisi. Struktur arang yang berpori (porous) juga membuat sejumlah mikroba penyubur tanah bisa hidup dengan baik dan kemampuannya untuk menjerap (adsorbent) sehingga nutrisi dan air dilepaskan secara lambat (slow release).  Mikroba tersebut akan mengurai bahan organik dalam tanah dan membantu pengikatan nitrogen. Perkembangan terbaru juga telah ada penemuan pupuk berbasis arang (biochar), silahkan baca di sini.
2. Media penyerapan karbon dari atmosfer. Biochar ketika dibuat dengan cara yang benar akan bersifat inert dan menahan CO2 di dalam tanah, mencegahnya lepas ke atmosfer.
3. Biochar dapat dibuat briket dan dijual.

siklus Carbon Negative dengan biochar; gambar diambil dari sini

Dari sejumlah kompor yang telah dibuat dan diaplikasikan diberbagai tempat, ditinjau dari sirkulasi udara di dalam kompor tersebut bisa dibedakan menjadi dua kelompok yakni natural drfat dan forced draft. Forced draft membutuhkan kipas (dengan tenaga baterai) untuk mensirkulasikan udara tersebut, sedangkan natural draft mengambil keuntungan dari fenomena alamiah berupa konveksi alami dan perbedaan tekanan udara. Ditinjau dari proses utamanya, sejumlah kompor menggunakan udara primer melalui solid fuel bed dari bawah ke bagian atas membawa gas hasil pirolisis dicampur dengan udara sekunder dan dibakar, sedangkan yang lainnya tidak ada aliran udara melalui fuel bed menciptakan kondisi pirolisis total. Hampir semua kompor mengonsumsi bahan bakar dari atas ke bawah. Hal ini karena tumpukan bahan bakar tersebut dinyalakan dari atas.Kemudian, panas dan lidah api dari penyalaan awal membuat kondisi pirolisis pada tumpukan lapisan bahan bakar dibawahnya mengeluarkan gas pirolisis yang bisa terbakar. 


photo diambl dari sini


Mungkinkah Sebuah Tipe Gasifier Bisa Untuk Menghandle Semua Jenis Biomasa?

Gambar diambil dari sini

Pernyataan yang sering terdengar dari para pembuat alat gasifier bahwa mereka mengklaim n bahwa semua jenis biomasa, beragam ukuran, bentuk dan kadar air bisa diproses dengan gasifier buatannya yang bertipe downdraft. Jelas ini sebuah pernyataan naïf  yang mencerminkan ketidakpahaman akan teknologi gasifier secara komprehensif, karena setiap bentuk biomasa memiliki masalah yang unik sebelum terbukti bisa diatasi.  

Mengapa gasifier dibuat bermacam-macam tipe seperti downdraft, updraft, crossdraft, fluidized bed dan entrained flow? Salah satu alasanya adalah untuk mampu menghandle berbagai tipe biomasa tersebut secara optimal. Karakteristik biomasa tertentu hanya akan cocok dan optimum dengan tipe gasifier tertentu begitu juga sebaliknya. Pada umumnya biomasa tersebut bisa dikondisikan untuk mencapai prasyarat operasional optimum suatu tipe gasifier. Sebagai contoh gasifier yang banyak digunakan selama perang dunia II menggunakan balok katu keras berukuran 1x2x2 cm3. Sehingga hasil dari design gasifier sangat tergantung dari spesifikasi bahan baku biomasanya. Parameter dasar bahan baku biomasa untuk merancang gasifier antara lain sebagai berikut :
-Ukuran partikel dan bentuk
-Distibusi ukuran partikelnya
-Char durability dan fixed carbon content
-Ash fusion temperature
-Kadar abu
-Kadar air
-Nilai kalor

Masalah prinsip pada gasifier updraft adalah menghindari abu yang meleleh (ash melting), sehingga akan menyumbat angsang (grate). Sedangkan pada gasifier downdraft, char-ash bereaksi CO2 dan H2O, dan tidak berkontak dengan oksigen sehingga karbon biasanya tidak habis seluruhnya. Hasilnya adalah char-ash hitam dengan kandungan karbon 70% hingga 80%. Karbon ini memberikan  tahanan yang bagus terhadap slagging. Tetapi bagaimanapun juga biomasa dengan kandungan abu tinggi akan menyebabkan terjadinya slagging, jika digunakan.

Sehingga pada pembakaran dan gasifier updraft biomasa melalui tingkatan sebagai berikut :
Biomasa à Charcoal à Char-Ash à Ash à Slag
Sedangkan di gasifier downdraft proses ini akan berhenti pada char-ash.

Biomasa pada umumnya memiliki bulk density dari setengah hingga sepersepuluh dari batubara seperti terlihat pada table dibawah. Biomasa dari asalnya umumnya akan terdiri dari berbagai ukuran yang tidak sesuai untuk gasifikasi tumpukan tetap (fixed bed) seperti serbuk gergaji (sawdust), sander dust, shredder fines, jerami dan sabut). Tetapi limbah biomasa tersebut bias digunakan dalam gasifier fixed bed jika terlebih dahulu dipadatkan menjadi pellet atau briket. Hal tersebut menjadikannya bahan bakar yang excellent untuk gasifier dan membuat bahan bakar tersebut disimpan dengan densitas (kepadatan) yang tinggi.

Bulk density berbagai bahan bakar


Sejumlah biomasa mengandung kandungan abu atau pengotor yang tinggi sehingga menyulitkan untuk proses pemadatan/densifikasi (pelletisasi dan pembriketan) karena menyebabkan keausan yang tinggi pada peralatan densifikasi (terutama die) tersebut. Dan juga, proses densifikasi tersebut menambah biaya, sehingga pada akhirnya perbandingan antara bahan bakar akhir dengan berbagai alternative lainnya (seperti bahan bakar lain atau tipe gasifier lainnya). 

Rabu, 10 Oktober 2012

Fokus Pada Industry Wood Pellet

Photo diambil dari sini

Hampir semua industry wood pellet memfokuskan pada konstruksi mesin yang kokoh dan proses produksi yang efisien sehingga membuat kinerjanya bagus. Proses produksi yang baik akan menutup kekurangan-kekurangan  pada bahan baku seperti kemampuan perekatan, kandungan air, friksi dan kebutuhan ruangan. Kualitas produk wood pellet yang standard dan stabil menjadi fokus dalam aktivitas produksinya.
Pan grinder roller dan die adalah komponen paling penting dalam proses produksi wood pellet. Bahan baku diumpankan ke dalam alat press secara vertikal dari atas dan turun secara gravitasi dan didistribusikan secara seragam dalam ruang peletisasi.

Pan grinder head berputar dengan kecepatan sekitar 60 rpm. Berdasarkan alas an kecepatan putaran tersebut dan tingkat kebisingan dari flat die press sangat kecil. Namun demikian jumlah roller tertentu digunakan untuk memastikan kuantitas produk yang tinggi. Rasio antara diameter lubang dan panjang efektif dari lubang disebut rasio peletisasi.

Pellet Fuel Institute (PFI) standard specification for residential/commercial densified fuel


Rasio peletisasi harus secara eksak disesuaikan dengan produk yang diinginkan, untuk mencapai hasil yang optimum terkait kualitas wood pellet dan kuantitasnya. Perlu juga diperhatikan bahwa rasio dari permukaan pellet terhadap volume berubah dengan mengecilnya diameter pellet. Parameter penting lainnya adalah jumlah lubangnya, yang akan member efek langsung terhadap kuantitas produuk dan kebutuhan tenaga penggeraknya. Menjaga kualitas produk stabil diantaranya dengan mengumpankan bahan baku secara kontinyu dan ukuran partikel yang relative homogen. Kadar air juga harus dijaga pada kisaran 12-15 persen.
photo diambil dari sini

Konsumsi energi berbagai bahan baku juga bervariasi. Kayu-kayu keras membutuhkan tekanan yang lebih besar daripada kayu-kayu lunak. Dengan bahan baku kayu kebutuhan energinya berkisar 40-60 kWh/ton produk.  Karena tingginya ketahanan friksi dan rendahnya kemampuan perekatannya pada beberapa jenis kayu, prekondisi dan pretreatment bahan baku sebelum peletisasi menjadi sangat penting.

Mempertimbangkan Industri Wood Pellet dan Biomass Briquette Untuk Indonesia

Wood pellet lebih luas penggunaannya dibandingkan biomass briquette. Ukuran fisiknya lebih kecil (6-25 mm / cylindrical) dan tingkat kepadatannya juga lebih kecil (600-800 kg/m3) dibandingkan biomass briquette (screw type size 40-125 mm dan 1000-1400 kg/m3).
Comparison of different densification equipment (FAO) 1996
Woodpellet juga diproduksi dari pabrik ukuran kecil hingga ukuran besar atau massif, sedangkan biomass briquette hingga skala menengah saja. Sehingga hanya perusahaan-perusahaan besar (modal kuat) umumnya saja yang berinvestasi di industri wood pellet. Pasar wood pellet dari rumah tangga, industri kecil menengah hingga pembangkit listrik, sedangkan pasar biomass briquette berkisar dari rumah tangga hingaa industri kecil dan menengah saja.


Ditinjau dari bahan bakunya wood pellet dan biomass briquette menggunakan jenis biomasa yang sama yakni serbuk gergaji (sawdust) dari kayu atau dalam bentuk woodchip. Biomasa dari rumput-rumput juga tidak akan menghasilkan wood pellet dan biomass briquette dengan kualitas sebaik sawdustdari kayu diatas. Hal ini karena rumput-rumput banyak mengandung silika dan kandungan ligninnya rendah. Satu kelebihan biomass briquette (type piston/mechanical press) dibanding wood pellet adalah lebih fleksibel dalam hal bahan baku dimana ukuran partikel lebih besar dan kandungan air lebih tinggi masih bisa diterima untuk menghasilkan biomass briquette dengan kualitas baik. 

Bila kita tinjau lebih detail tidak semua bagian dari pohon memiliki kandungan unsur yang sama. Lebih khusus untuk aplikasi wood pellet dan biomass briquette karena untuk aplikasi thermal bahan yang mengandung banyak kalsium (Ca) yakni dibatang pohon menjadi pilihan utama.
Clasification of origin and source of woody biomass according CEN 
Sebagai negara tropis dengan besarnya luas wilayah, tanah yang subur dan keanekaragaman hayati yang tinggi maka sangat potensial untuk produksi wood pellet dan biomass briquette baik untuk konsumsi lokal maupun pasar luar negeri asalkan budidaya dan pengelolaan tumbuhan "kayu energi" tersebut secara berkesinambungan dengan memperhatikan kelestarian alam. Salah satu BUMN telah mencanangkan pabrik wood pellet dengan investor dari Korea dengan investasi 42 milyar rupiah.

Senin, 01 Oktober 2012

Mengapa Banyak Fasilitas Gasifier Yang Tidak Beroperasi?

Ada beberapa faktor yang membuat gasifier tidak beroperasi, antara lain bahan baku (ketersediaan & harga), proses & teknologi produksi, tenaga kerja dan harga energi yang dihasilkan. Umumnya masalahnya adalah kombinasi dari beberapa hal diatas.  Tabel dibawah ini menunjukkan gasifier yang berhenti beroperasi berdasarkan  World Bank Technical Paper Number 296, 1995 :


   A. Bahan baku  (feedstock)
      
      Beberapa hal yang  ditinjau pada aspek bahan baku (umpan/feedstock) gasifier adalah ketersediaan terkait jumlahnya dan kebersinambungannya, kualitas terkait karakteristik spesifik biomasa tersebut misalnya nilai kalor, ukuran, kadar abu, kadar air dan sebagainya, harga bahan baku (umpan/feedstock) itu sendiri apakah kompetitif atau tidak. Wilayah-wilayah pedesaan dan pelosok di Indonesia sangat potensial mengaplikasikan teknologi ini,karena umumnya bahan baku berlimpah, sementara kebutuhan energinya besar sehingga perlu dipenuhi dan sumber energi fossil seperti minyak tanah dan solar sulit didapat dan mahal harganya.

    B. Proses & Teknologi Produksi

Sejumlah pabrikan membuat gasifier cukup rumit sehingga membutuhkan operator yang terlatih dan kompeten untuk pengoperasiannya. Seiring perkembangan teknologi, gasifier juga mengalami banyak modernisasi, dari yang manual, semi-otomatis hingga full otomatis dan computerized. Optimasi antara investasi untuk peralatan gasifikasi, kinerja dan umur alat menjadi penting untuk pemilihan teknologi yang sesuai. Di sejumlah tempat dimana masih banyak tersedia tenaga kerja murah maka tipe manual sampai semi-otomatis sebaiknya dipilih, sedangkan kondisi dimana tenaga kerja berkualitas sulit didapat dan mahal maka teknologi otomatis sebaiknya menjadi pilihan.
Photo diambil dari sini

Dukungan suku cadang, pemeliharaan hingga layanan jual kembali sebaiknya juga diperhatikan oleh pihak pembeli atau pemakai peralatan gasifier. Banyak gasifier yang dirancang lembaga riset lokal dan dibuat oleh pabrikasi lokal. Selain itu banyak juga entrepreneur dan pabrikan lokal juga melakukan perancangan hingga pembuatannya. Tentu ini akan menarik bagi pembeli/pengguna gasifier tersebut karena kedekatan hubungan dan jarak dengan pihak-pihak tersebut membuat pengguna/pembeli semakin mantap dalam mengoperasikan alat gasifier tersebut.

Pada sejumlah proyek di Indonesia, aplikasi gasifier juga melibatkan pihak luar negeri yang member dukungan teknis, operasional hingga finansial.  Model kerjasama ini juga membantu mempercepat alih teknologi asalkan kesepakatan dibuat saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Pada aplikasi gasifier kadang kala sejumlah masalah teknis baru akan terlihat atau ditemui setelah sekian waktu operasionalnya. Praktisi gasifier yang berpengalaman akan mengetahui secara detail masalah ini hingga bagaimana solusinya. Sehingga pilihlah jika ingin menggunakan gasifier perhatikan track record atau jam terbang gasifier yang telah beroperasi.

C.  Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang terlatih dan kompeten serta bermotivasi tinggi dan disiplin akan menunjang optimalisasi kinerja alat gasifier. Tenaga kerja yang kurang termotivasi hanya membuat kinerja alat gasifier ala kadarnya kadang hanya memberikan sedikit keuntungan bagi  usaha produksi energi dengan alat tersebut. Hal ini terutama akan nampak sekali pada peralatan yang manual dimana peran tenaga kerja sangat dominan. Entrepreneur harus memperhatikan aspek  ini secara baik jika ingin mendapatkan kinerja alat gasifiernya optimal.

      D.  Harga Energi

Akhirnya aspek untung rugi akan menjadi faktor penentu bagi keberlangsungan suatu usaha. Bila kita ingin menjual energi yang dihasilkan dari gasifier maka perhitungan keuntungan didapat dari  harga energi dikurangi seluruh biaya produksinya. Biaya untuk bahan baku, operasional alat, tenaga kerja, depresiasi alat adalah variable-variabel menghitung biaya produksi tersebut. Energi dalam bentuk energi listrik-lah yang umumnya diperjual belikan.  Jika energi dari hasil gasifier tersebut digunakan sendiri maka seberapa besar penghematan penggunaan gasifier dibandingkan bahan bakar fossil adalah keuntungan yang diperoleh.

Kesimpulan :  
Bila Anda berkeinginan ingin mendalami hingga mengaplikasikan teknologi ini, tentunya gambaran yang lengkap sangat dibutuhkan untuk kesuksesan implementasinya. Setelah mengetahui gambaran umum secara menyeluruh selanjutnya calon pengguna alat ini untuk mengadakan evaluasi kesiapannya hingga rencana pengembangannya untuk masa depan. Terlihat dari tabel diatas bahwa fasilitas yang bias beroperasi secara baik dan ada yang berhenti operasi, dengan penyebab sangat spesifik kasus-perkasus. Jika Anda meyakini akan manfaat yang besar pengaplikasian teknologi ini sebuah kata bijak “When there’s a will there’s a way!!!” akan memotivasi kesuksesan Anda.    

Optimalisasi Gasifikasi Biomasa Dengan GCU

Gambar diambil dari sini
Ada 3 macam proses thermal yang dikenal selama ini, yakni pembakaran, gasifikasi dan pirolisis. Perbedaan dari ketiganya bisa ditinjau berdasarkan keberadaan udara/oksigen, temperature dan produk yang dihasilkan. Pirolisis adalah proses thermal yang oksigen/udara sangat dibatasi atau bahkan sampai 0 persen atau hampa udara. Sedangkan pada gasifikasi udara/oksigen dikontrol sampai jumlah tertentu untuk memaksimalkan produk gasnya. Sedangkan pembakaran jumlah udara/oksigen dibuat berlebih sehingga seluruh bahan bakar bisa terbakar sempurna.
Gambar diambil dari sini

Gasifier yang bekerja diantara pirolisis dan pembakaran terutama membutuhkan kontrol yang baik terhadap pemasukan jumlah udara/oksigennya. Kondisi umpan, dan tipe gasifier akan mempengaruhi produk gas yang dihasilkan. Pengontrolan dengan komputer akan menghasilkan akurasi proses yang dihasilkan sehingga kondisi optimalnya bisa diketahui dan dipertahankan. Alat ini bekerja berdasarkan informasi dari sensor-sensor untuk mendapatkan ratio udara-bahan bakar terbaik. Gasifier Control Unit (GCU) seperti dibawah ini yang digunakan untuk mengontrol rasio udara-bahan bakar dalam gasifier.

Photo diambil dari sini
 Gasifier yang bekerja secara kontinyu dengan sejumlah otomatisasi diharapkan memenuhi kebutuhan energi dalam jangka panjang. Sebuah sistem gasifier yang mudah dalam pengoperasian dan handal kinerjanya adalah tujuan dari pemasangan sejumlah instrumentasi tersebut. Sebuah sistem yang terintegrasi dan tersinkronisasi akan meningkatkan performa gasifier secara keseluruhan. Berikut presentasi komersialisasi biomasa gasification untuk pembangkit panas dan listrik.

Minggu, 30 September 2012

Asap Cair Produk Samping Thermal Proses Yang Multiguna


Asap cair dari pirolisis indirect heating tempurung kelapa
Kondensasi asap atau gas yang terembunkan dari pirolisis biomasa akan dihasilkan asap cair. Demikian juga kondensasi asap dan gas terembunkan pada power gasifier  juga akan dihasilkan asap cair. Kondisi operasi (suhu, waktu tinggal, tekanan dsb) dan umpan (feedstock) akan membedakan produk dan jumlah asap cair yang dihasilkan. Setelah dikondensasi maka gas yang dihasilkan jadi lebih bersih dari berbagai volatil dan kandungan energinya (energy density) lebih besar. 

Pirolisis untuk menghasilkan asap cair umumnya menggunakan indirect heating sedangkan gasifier direct heating. Gasifier dengan indirect heating tidak banyak diterapkan walaupun kualitas gas yang dihasilkan lebih bagus karena kompleksitas teknologi dan investasi peralatannya.  Pada gasifier kondensasi akan banyak memberi keuntungan karena perbaikan kualitas gas. Setelah dikondensasi gas lebih kering dan menghindari berbagai masalah teknis seperti berikut.

Asap cair yang banyak mengandung phenol dan merupakan senyawa kompleks memiliki banyak kegunaan sebagai pengawet kayu, bahan pengental karet, biopestisida dan sebagainya. Karena dihasilkan dari bahan biomasa yang terbarukan produk asap cair juga bisa digolongkan sebagai green chemical atau biochemical

Rabu, 26 September 2012

Gasifikasi Biomasa Untuk Produksi Panas di UKM

Photo diambil dari sini

Sebagian besar teknologi gasifikasi biomasa digunakan untuk menghasilkan panas. Gas dari gasifier ini dapat digunakan sebagai bahan bakar pada berbagai alat-alat pemanas seperti pengering produk-produk pertanian, sumber panas pembuatan batu bata, industri makanan, industri keramik, industri kapur, ataupun pengeringan industri perkayuan. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia dapat mengurangi biaya bahan bakar secara signifikan diberbagai lokasi terpencil dan bisa meningkatkan kehandalan supplai bahan bakar pada industri-industri di pedesaan atau komunitas tersebut.

Karena artikel ini fokus pada penggunaan di usaha atau industri kecil dan menengah, hanya reaktor type fixed bed saja yang diulas karena pada skala besar gasifikasi biomasa biasanya akan menggunakan tipe fluidized bed atau entrained flow. Perbedaan dengan reaktor tipe fixed bed sering dikarakterisasi berdasarkan arah alirah gas ke reaktor (updraft, downdraft atau horizontal) atau berturut-turut arah aliran padatan dan gas oksidatornya (co-current, counter-current atau cross-current).  

Pada ketiga tipe reaktor diatas, umpan berupa biomasa dimasukkan dari puncak reaktor dan turun secara perlahan secara gravitasi. Sewaktu bergerak turun, biomasa umpan gasifier tersebut bereaksi dengan udara (the gasification agent), yang disuplai oleh udara dari blower dan dikonversi menjadi gas yang bisa terbakar dalam seri oksidasi yang kompleks, reduksi dan reaksi pirolisis. Abu diambil dari bagian bawah reaktor.

Model updraft gasifier banyak digunakan pada aplikasi ini. Gas yang dihasilkan banyak mengandung ter dari proses pirolisis, abu dan jelaga. Gas yang dihasilkan memang tidak sebersih pada gas yang dihasilkan dari downdraft gasifier, tetapi teknologi ini memiliki toleransi yang besar terhadap penggunaan umpan hingga kadar air tinggi. Aplikasi teknologi ini juga lebih sederhana daripada gasifikasi biomasa untuk bahan bakar mesin hingga produksi listrik atau power gasifier. Sedangkan Gasifier untuk menghasilkan panas ini dikelompokkan dalam heat gasifier.



Beberapa tempat menggunakan model downdraft gasifier untuk memproduksi panas (heat gasifier). Pertimbangan menggunakan model tersebut antara karena umpan (feedstock) yang relatif seragam baik nilai kalor, ukuran, kadar air dan kadar abu, misalnya menggunakan limbah dari industri mebel, yang panas dihasilkan bisa digunakan di industri yang bersangkutan sebagai bagian dari efisiensi energi seperti cotoh disini.

Peluang pemanfaatan teknologi ini juga sangat terbuka mengingat potensi limbah biomasa yang berlimpah dan  kebutuhan energi berupa panas dari UKM-UKM tersebut. Fluktuasi harga bahan baku berupa limbah biomasa dan ketersediaannya hampir bukan masalah serius, apalagi di sejumlah tempat berdekatan dengan pertanian, perkebunan dan kehutanan, yang aktivitas usahanya banyak dihasilkan limbah biomasa.

Bila menggunakan umpan yang nilai kalornya tinggi seperti kayu-kayu keras, tempurung kelapa atau cangkang sawit maka 1 liter bensin atau solar seperti skema diatas akan sama dengan 2,5-3 kg.

Dari Karbon Netral ke Karbon Negatif : Pengembangan Baterai, Wood Pellet, Carbon Capture and Storage (CCS) dan Biochar

Riset untuk pengembangan baterai kapasitas besar terus dilakukan sehingga listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik energi terbarukan ...