Minggu, 24 Agustus 2014

Wood Pellet untuk Green…Green World!

Tumbuhnya kesadaran manusia akibat kerusakan lingkungan berupa perubahan iklim dan pemanasan global menumbuhkan berbagai upaya untuk mengurangi besarnya dampak kerusakan lingkungan tersebut. Sumber penyebab kerusakan lingkungan tersebut karena keserakahan manusia melalui aktivitas ekonominya dengan mengeksploitasi alam secara berlebihan. Manusia hendaknya menjadi pengelola alam ini secara bijaksana bukan malah sebaliknya akibat kepentingan sesaat hawa nafsunya. Tumbuhnya kesadaran tersebut harus terus dipelihara dan diatur sedemikian rupa sehingga membuahkan berbagai upaya konkrit. Tanpa peraturan yang jelas dan mengikat aktivitas semua manusia dimuka bumi maka mustahil upaya perbaikan alam tersebut akan terlaksana dengan baik.



Kita saksikan saat ini berbagai perusahaan hingga negara ingin mendapat pengakuan sebagai perusahaan atau negara yang paling peduli masalah lingkungan tidak terkecuali di Indonesia. Dengan begitu mereka berlomba-lomba dengan program Go Green-nya seperti CO2 Reduction atau pengurangan emisi CO2 dan semacamnya. Dengan pengakuan tersebut umumnya mereka ingin mendapat tempat tersendiri  dikalangan konsumen ataupun mitra-mitra mereka sehingga produk ataupun program-program mereka nantinya juga mudah diterima kalangan-kalangan tersebut. Aktivitas tersebut juga menimbulkan aktivitas ekonomi baru yakni Green Economy. Seberapa besar Green Economy atau Green Business ini? Jawabnya tentu saja tergantung seberapa besar program mitigasi perubahan iklim dan lingkungan dalam entitas perusahaan atau negara yang bersangkutan hingga dalam lingkup global.


Wood pellet adalah salah satu solusi yang populer untuk mitigasi masalah lingkungan dan perubahan iklim tersebut. Wood pellet yang berasal dari biomasa kayu merupakan bahan bakar karbon netral dan merupakan sumber energi terbarukan dengan syarat biomasa kayu sebagai sumber bahan baku wood pellet tersebut  harus diusahakan secara berkesinambungan dan tidak merusak lingkungan. Ketersediaan bahan baku yang kontinyu adalah salah satu faktor kunci suksesnya usaha produksi wood pellet, sehingga karena keterbatasannya saat ini pellet tidak hanya  dari kayu tetapi juga dari limbah-limbah pertanian atau perkebunan yang bisa disebut biomass pellet atau agri-wastepellet. Kebun energi dengan tanaman trubusan atau SRC adalah salah satu cara menghasilkan biomasa kayu sebagai sumber bahan baku wood pellet lebih cepat dan bisa berkesinambungan. Potensi Indonesia sangat besar untuk kebun energi tersebut dan akan lebih baik bila diintegrasikan dengan sektor  yang lain. 

Selasa, 12 Agustus 2014

Produksi Wood Pellet Dengan Integrasi Pemanfaatan Lahan Tidur Untuk Kebun Energi, Peternakan Sapi dan Sumber Biogas

Photo diambil dari sini
Kebutuhan wood pellet yang sangat besar dan dilain sisi juga luasnya lahan tidur di sejumlah tempat di Indonesia yang potensial dimanfaatkan sebagai kebun energi dengan output berupa kayu sebagai bahan baku wood pellet. Saat ini diperkirakan lebih dari 6 juta hektar lahan tidur di Indonesia. Sedangkan hijauan dari tanaman SRC (trubusan) seperti gliricidae (gamal) dan kaliandra akan bermanfaat sebagai pakan ternak yakni sapi. Untuk setiap hektarnya diperkirakan bisa menjadi sumber pakan sapi sebanyak sekitar 6 ekor. Apabila ada 5000 ha lahan tidur maka akan dihasilkan sekitar 100.000 ton kayu basah sebagai sumber bahan baku wood pellet dan memelihara 30.000 ekor sapi. Banyaknya jumlah sapi tersebut potensial sebagai sumber biogas untuk mencukupi sendiri kebutuhan energi usaha tersebut.



Akar dari tanaman SRC mampu mengikat nitrogen seperti jenis-jenis polong lainnya sehingga menyuburkan tanah. Akar tersebut mampu  melakukan hubungan simbiosis dengan bakteri yang ada di dalam tanah, yaitu Rhizobium  spp. Pohon menyediakan karbohidrat dan energi bagi bakteri rhizobia, dan rhizobia mengubah nitrogen dari atmosfer di  dalam tanah menjadi nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh akar pohon. Proses ini dikenal sebagai penambatan nitrogen,yang berlangsung pada bintil yang terbentuk di akar pohon. Bintil akar mestinya banyak, dan kalau dibuka di dalamnya berwarna merah atau merah-jambu. Jika bintil akar berwarna hijau, coklat atau hitam, bintil ini tidak mengikat nitrogen. Dan ditambah pupuk organik dari residue biogas sehingga tanah akan semakin subur dan keberadaan kebun semakin bisa diharapkan akan terus keberkesinambungannya.


Manajemen yang baik dengan didukung tim yang profesial dibidangnya akan menunjang keberhasilan bisnis nantinya. Produksi wood pellet bisa dijadikan prioritas nomer 1 atau unggulan, diikuti peternakan sapi dan biogas serta pupuk organik sebagai pendukung. Konsep zero waste, green industry dan berkesinambungan (sustainibility) terimplementasi dalam integrasi usaha ini.

Jumat, 08 Agustus 2014

Persaingan Pasar Global Wood Pellet

Permintaan wood pellet yang massif terutama dari Korea Selatan sebagai pasar utama wood pellet telah mendorong pertumbuhan industri wood pellet di kawasan Asia Tenggara. Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam adalah negara-negara yang merespon positif permintaan wood pellet dari Korea Selatan tersebut. Pertumbuhan industri wood pellet di tiap-tiap negara berbeda kecepatannya tergantung dari kesiapan industri, ketersediaan bahan baku dan kemudahan berbagai sarana penunjang bisnis lainnya. Walaupun Indonesia tergolong lambat merespon permintaan wood pellet tersebut, tetapi sebenarnya Indonesia memiliki peluang sangat besar untuk memimpin industri ini dikarenakan potensi ketersediaan bahan baku melimpah baik dari limbah-limbah kayu maupun diusahakan dengan cara membuat kebun atau hutan energi.

Potensi luar biasa yang dimiliki Indonesia dilirik Korea untuk dipacu meningkatkan volume eksport wood pelletnya ke Korea, yang artinya pertumbuhan industri wood pellet harus dipercepat. Semakin besar permintaan dan kurangnya suplai mendorong harga wood pellet mahal, sehingga semakin banyak industri tumbuh untuk mendapatkan momentum saat ini, yakni ketika permintaan sangat besar sedangkan suplai-nya minim. Limbah-limbah industri perkayuan yang awalnya menjadi masalah saat ini mulai dilihat sebagai bahan baku potensial untuk bahan baku industri wood pellet ini.

Pasar wood pellet akan semakin baik jika kesadaran global terhadap pemakaian energi terbarukan khususnya biomasa semakin baik dan diusahakan secara berkelanjutan atau secara global negara-negara berlomba untuk menurunkan suhu bumi.  Untuk pasar wood pellet di Asia,selain Korea kini  Jepang juga sudah mulai menggeliat.  Ketersediaan biomasa berkayu untuk produksi wood pellet dan apabila bahan baku diusahakan lewat kebun atau hutan energi memerlukan waktu lebih lama, telah membuat pellet dari biomasa lainnya seperti pellet dari tandan kosong sawit (EFB Pellet) juga telah diterima, karena desakan kebutuhan  saat ini. Jika kesadaran terhadap lingkungan dan perubahan iklim telah dipahami dan dimplementasikan dalam peraturan lingkungan atau energi secara global maka trend industri atau bisnis wood pellet  pada khususnya dan biomass to energy pada umumnya akan semakin berkembang dan bertahan cukup lama.

Dari Karbon Netral ke Karbon Negatif : Pengembangan Baterai, Wood Pellet, Carbon Capture and Storage (CCS) dan Biochar

Riset untuk pengembangan baterai kapasitas besar terus dilakukan sehingga listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik energi terbarukan ...