Sabtu, 11 Mei 2019

Food Energy Water : Sebuah Perspektif


Tingginya kerusakan lingkungan terutama disebabkan aktivitas industri yang menghasilkan limbah-limbah yang mencemari lingkungan baik limbah padat, cair dan gas. Selain merusak lingkungan, limbah-limbah tersebut juga mencemari air, sesuatu zat yang sangat dibutuhkan manusia. Sementara kerusakan lingkungan menyebabkan berkurangnya pasokan air bersih maka limbah-limbah industri menyebabkan penurunan kualitas air. Pada level kerusakan lingkungan global, tingginya konsentrasi CO2 atau gas rumah kaca di atmosfer telah menyebabkan perubahan iklim dan pemanasan global yang bisa mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Tingginya konsentrasi CO2 tersebut terutama disebabkan aktivitas industri pembangkit listrik batubara. Selain itu emisi gas buang pembangkit listrik batubara juga mengandung mercuri, logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Setidaknya dampak akibat rendahnya kualitas air dan udara, telah menurunkan kualitas hidup manusia. Dan saat ini kondisi tersebut umum ditemui di berbagai kota-kota besar di dunia.

Disinilah kembali biomasa menjadi solusi. Ketika peningkatan kualitas air dan udara menjadi perhatian penting, maka arang aktif (activated carbon) menjadi pilihan. Walaupun saat ini sebagian besar atau sekitar 80% activated carbon masih berasal dari batubara, tetapi seiring meningkatnya kesadaran lingkungan maka bahan baku terbarukan semakin meningkat porsi penggunaannya. Tempurung kelapa adalah bahan yang sangat populer untuk produksi activated carbon dan Indonesia juga sebagai pemilik perkebunan kelapa terbesar di dunia. Cangkang sawit maupun berbagai biomasa yang lain juga merupakan bahan baku potensial activated carbon. Untuk mengurangi emisi mercuri dan udara tercemar dari pembangkit listrik batubara sebagai contoh US EPA (Enviromental Protection Agency) telah membuat peraturan untuk ambang batas merkuri dan udara tercemar untuk pembangkit tersebut. Pada kendaraan bermotor pemakaian canister (catalytic converter) juga akan meningkatkan kualitas emisi gas buangnya. Sedangkan untuk kualitas air minum sebagai contoh Disinfectants and Disinfection Byproducts di Amerika juga telah mengatur konsentrasi sejumlah bahan kimia yang diperbolehkan dalam air minum. Hal-hal di atas mendorong penggunaan activated carbon sebagai solusi.
 Sedangkan untuk mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer serta untuk menyerap gas CO2 dari atmosfer kembali biomasa sebagai solusi. Biomasa adalah bahan bakar carbon neutral sehingga tidak menambah konsentrasi CO2 di atmosfer karena produksi biomasa tersebut merupakan hasil photosintesis. Wood pellet dan PKS adalah bahan bakar dari biomasa yang sangat populer saat ini karena bisa mengurangi bahkan menggantikan pemakaian batubara pada pembangkit listrik maupun boiler di industri. Penyerapan CO2 dari atmosfer dilakukan oleh tumbuh-tumbuhan yang juga merupakan sumber biomasa. Biochar atau  arang dari tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk pertanian juga bisa menyerap CO2 dari atmosfer. Produksi wood pellet dari kebun energi juga akan memperbaiki kualitas tanah. Lahan-lahan yang gersang dan tandus pun akan menghijau subur dan bisa menyimpan air dan terhindar dari erosi akibat pengelolaan kebun energi tersebut. Integrasi dengan peternakan domba, kambing maupun sapi dengan kebun energi tersebut akan mengoptimalkan hasil kebun energi tersebut. Perkebunan besar akan peternakan besar semestinya bisa diintegrasikan, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Dengan integrasi tersebut sektor pangan dan konservasi lahan juga menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan.

Kebutuhan wood pellet dunia diprediksi akan mencapai 50 juta ton pada 2024 sedangkan PKS juga mencapai 10 juta ton pada 2022 Pasar terbesar untuk bahan bakar biomasa terutama Eropa mengacu pada program Renewable Energy Directive (RED) dengan komposisi mencapai 30% pemakaian energi terbarukan pada tahun 2030 dan biomasa mendapat porsi mayoritas yakni 80% dari energi terbarukan. Dua negara yakni Jepang dan Korea adalah pengguna bahan bakar biomasa terbesar di Asia. PKS yang memiliki banyak kemiripan dengan wood pellet dan hanya diproduksi pada daerah penghasil kelapa sawit terutama Indonesia dan Malaysia adalah kompetitor utama wood pellet dan banyak digunakan di Jepang dan Korea. Beberapa waktu lalu sejumlah negara di Eropa juga telah menggunakan PKS dari Indonesia dan potensi juga sangat besar bagi Indonesia yang berada di kawasan tropis untuk produksi wood pellet dari kebun energi. Sedangkan untuk activated carbon pasar atau pengguna terbesarnya adalah kawasan Asia Pasifik dengan China sebagai exporter terbesarnya. Proyeksi produksi activated carbon mencapai hampir 3 juta ton pada 2020 dengan senilai 4.46 juta US dollar. Jepang dan Korea juga sebagai pengguna activated carbon terbesar. Urutan kedua pasar atau pengguna activated carbon adalah kawasan Amerika Utara, terutama didorong peraturan penurunan merkuri dan peningkatan kualitas air minum. Tumbuhnya industrialisasi di Indonesia serta melimpahnya bahan baku biomasa seharusnya juga meningkatkan produksi activated carbonnya bahkan dengan target memenuhi pasar export terutama di kawasan Asia Pasifik.

Jumat, 03 Mei 2019

POME Sludge Pellet, Biomass Pellet Berkalori Tinggi

Pengolahan limbah cair pabrik sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent) adalah salah satu persyaratan wajib bagi pabrik sawit. Persyaratan tersebut menjadi kriteria apakah pabrik sawit yang bersangkutan mempunyai kepedulian lingkungan yang baik khususnya sektor pengolahan limbahnya. Limbah cair pabrik sawit adalah salah satu limbah pabrik sawit yang jumlahnya cukup besar. Hampir semua pabrik sawit selalu memiliki kolam-kolam pengolahan limbah cair. Setiap ton TBS menghasilkan limbah sangat cair sebanyak 700 liter (0.7 m3) sehingga bila pabrik berkapasitas 60 ton/jam TBS dan beroperasi 20 jam setiap harinya, maka volume limbah cair yang dihasilkan mencapai 42.000 liter/jam  (42 m3/jam) atau 800.000 liter/hari (800 m3/hari).  Metode pengolahan limbah cair tersebut bisa seperti diagram dibawah ini.

Biosolid yang berupa akumulasi sludge tersebut selain bisa diolah lanjut untuk produksi biogas, dengan produk samping berupa residu padat (treated sludge) yang biasanya sebagai pupuk organik, juga bisa langsung digunakan sebagai bahan bakar. Daripada hanya dibuang saja, biosolid tersebut bisa diolah lanjut dengan dipadatkan (biomass densification) menjadi pellet. Dengan menjadi pellet selain memudahkan handling, penyimpanan, transportasi juga pemanfaatannya. Proses produksi pellet dari POME sludge, juga hampir sama dengan produksi wood pellet. Produksi POME sludge pellet juga sebagai solusi mengatasi limbah organik secara efektif dan lebih murah daripada diolah lanjut menjadi biogas. Produksi biogas dari POME baik dengan covered lagoon maupun CSTR (reaktor kontinyu tangki berpengaduk) masih membutuhkan investasi yang mahal, sehingga masih sangat sedikit pabrik sawit di Indonesia yang melakukannya. Dan apabila POME sludge tersebut dibiarkan saja dalam kolam limbah sehingga terjadi fermentasi aerob maka akan dihasilkan gas metana yang merusak lapisan ozone di atmosfer.
Apabila setiap bulan dari pabrik sawit dihasilkan 2.000 ton POME sludge dan daerah seperti Riau yang memiliki sekitar 300 pabrik kelapa sawit, maka potensi POME sludge mencapai 600.000 ton dan ini ekuivalen dengan 300.000 ton POME sludge pellet. Sedangkan bila dihitung secara nasional dengan jumlah pabrik sawit mencapai 1.000 unit maka potensi POME sludge mencapai 2.000.000 ton atau ekuivalen dengan 1.000.000 ton POME sludge pellet. Menariknya lagi POME sludge pellet juga memiliki nilai kalori cukup tinggi, yakni lebih dari 7000 kcal/kg. Hal ini bisa terjadi karena POME sludge masih mengandung minyak sawit. Dengan kandungan kalori yang cukup tinggi tersebut maka POME sludge pellet menjadi menarik. Selain bisa digunakan oleh berbagai industri sebagai bahan bakar, harga jual POME sludge juga seharusnya cukup menarik karena kandungan energinya yang tinggi. Harapannya POME sludge pellet akan menjadi baru dan terbarukan yang jumlahnya sangat melimpah di Indonesia. Dan apabila digunakan sebagai bahan bakar Industri yang berarti mensubtitusi bahan bakar fossil, maka itu berarti juga mengurangi penggunaan bahan bakar fossil, ramah lingkungan dan carbon neutral.

Dari Karbon Netral ke Karbon Negatif : Pengembangan Baterai, Wood Pellet, Carbon Capture and Storage (CCS) dan Biochar

Riset untuk pengembangan baterai kapasitas besar terus dilakukan sehingga listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik energi terbarukan ...