Minggu, 28 April 2013

Mobile Wood Pellet Plant Or Stationary Wood Pellet Plant?



 Menentukan jenis, kapasitas dan konfigurasi alat untuk pabrik wood pellet sesuai karakteristik bahan baku adalah hal penting bagi pengusaha atau produsen wood pellet. Besarnya potensi pasar dan disisi lain melimpahnya potensi bahan baku adalah tantangan menarik untuk dihadapi. Sebagai bahan bakar carbon neutral wood pellet diproyeksikan akan segera menjadi bahan bakar favorit.  Ketersediaan bahan baku (jumlah serta jaraknya dari pabrik) dan karakteristiknya antara lain kadar air, kandungan lignin, nilai kalor, kekerasan, bentuk dan ukuran bahan baku adalah data awal yang harus dipunyai sebelum membuat industri atau pabrik wood pellet tersebut.

Saat ini telah banyak produsen pembuat mesin untuk produksi wood pellet tersebut. Teknologi yang teruji, jaminan kinerja sesuai kapasitas terpasang, efisiensinya berikut kemudahan dan murah operasionalnya, jaminan spare part, keamanan proses hingga jaminan purna jual jika dimungkinkan adalah pertimbangan untuk pembelian mesin produksi wood pellet tersebut.

Mobile atau movable wood pellet plant biasanya dirancang untuk kapasitas kecil (kurang dari 500 kg/jam) dan bahan baku yang sudah siap produksi sehingga rangkaian mesin wood pellet tersebut lebih sederhana dibandingkan dengan stationary wood pellet plant. Bahan baku yang kering dalam bentuk batang kayu atau serbuk bisa diproses dengan pabrik wood pellet tipe mobile atau movable tersebut. Bedanya batang kayu kering tersebut perlu diserbukkan untuk bisa menjadi wood pellet.
750.000 ton/tahun salah satu pabrik wood pellet terbesar di dunia di Georgia, US link disini
Stationary wood pellet plant umumnya memiliki kapasitas sedang hingga besar, rata-rata diatas 2 ton/jam hingga puluhan bahkan ratusan ton/jam-nya. Rangkaian atau konfigurasi alat lebih lengkap dan tipe alatnya juga bisa berbeda untuk skala besar. Hal ini karena suatu proses yang tidak ekonomis dijalankan skala kecil ternyata menjadi ekonomis pada skala besar. Misalnya : rotary dryer yang biasa digunakan pengeringan pabrik wood pellet skala medium yang menggunakan pemanas dengan flue gas ternyata pada skala besar banyak digantikan dengan pemanasan steam. Pada pabrik wood pellet skala besar (umumnya diatas 5 ton/jam untuk tiap line-nya) juga lazim melakukan proses conditioning untuk melunakkan lignin pada kayu tersebut sehingga secara tinjauan overall akan meningkatkan kapasitas produksinya.

Pelletiser adalah jantung dari pabrik wood pellet sehingga perannya sangat vital terhadap kesuksesan produksi wood pellet tersebut. Mobile atau movable wood pellet plant karena kapasitasnya kecil umumnya menggunakan pelletiser tipe flat die yang lebih sederhana. Sedangkan pabrik wood pellet kapasitas sedang hingga besar hampir semua menggunakan pelletiser tipe ring die, karena lebih efisien dan applicable untuk kapasitas tersebut. Material die dan roller adalah salah satu faktor penentu penting terhadap kualitas pelletiser tersebut.


Kamis, 25 April 2013

Global markets for wood pellets are projected to grow by 200 to 300% from 2012 to 2020 – from 16 million tonnes to 40-50 million tonnes.


Forecasts indicate that Europe will remain the major market for wood pellets – at about 25-30 million tonnes in 2020 compared to 12 million tonnes in 2010. An important market change expected during the next eight years is the huge consumption growth forecast for the Asian market – from less than one million tonnes in 2010 to about 15 million tonnes in 2020.

As global wood pellet production increases, it is becoming clear that low-cost pellet production regions are becoming the major pellet exporters. The question of which low-cost production regions will evolve to supply the growing markets will depend to a great extent on the global competitiveness of the two major cost components of every pellet manufacturing plant: delivered raw material cost and transportation costs to market.

European Market Development
Growth of the European Union wood pellet market is the result of a number of government mandated energy targets, such as the EU’s “clean energy” policy adopted in 2005 that set a 20% reduction in greenhouse gas (GHG) emissions and a minimum of 20% renewable energy consumption by 2020. U.K. targets for 15% of total energy consumption to be produced from renewable energy forms by 2020 and a mandate that 35% of electricity supply must be renewable, have also helped spur exports.

U.S. Market Development
Until five or six years ago, U.S. pellet demand was limited to residential and institutional heating markets in mainly the U.S. North East. In the last few years, a rapidly expanding wood pellet industry has sprung up in the U.S. South to fill growing European industrial demand from a relatively cheap and abundant wood supply source
combined with the advantage of low shipping costs.

Growing wood pellet production capacity in the U.S. South made the U.S. the largest wood pellet exporting country in the world in 2012, when U.S. exports exceeded Canadian exports for the first time. U.S. export volumes are forecast to nearly quadruple by 2015.

Bulk shipment of wood pellet

Canadian Market Development
In Canada, 65% of the country’s pellet production capacity is located in Western Canada (mainly British Columbia) and 35% is located in Eastern Canada (mainly Quebec and New Brunswick). The B.C. mills are mainly focused on overseas exports (about 85% of shipments).

Eastern Canadian pellet mills mainly sell their production in bags in Eastern Canadian and U.S. Northeast wholesale/distributor markets. Just three of 21 plants in Eastern Canada exported pellets overseas in 2010.

In 2011, Canadian offshore exports equaled about 60% of total pellet production. Offshore exports from both Western and Eastern Canada are forecast to continue to grow, though not at the explosive rate being witnessed in the U.S. South.

Wood Pellet Loading in Sea Port
 South Korea Market Development
Although South Korea is a small country, it is the world’s 10th largest energy consumer, fifth largest oil importer, and second largest coal importer. It currently produces about 65% of its electricity from fossil fuels. South Korea has become serious about reducing greenhouse gas emissions and has committed to a 30% reduction in CO2 emissions from 2010 levels by 2020. In addition, the Korean government has introduced renewable portfolio standards that require coal-fired power generators to begin producing a minimum of 2% renewable energy by 2012, increasing by 0.5%/year until 2020, at which time they will be required to produce a minimum of 10% renewable energy. It is expected that at least 60% of renewable energy will come from wood biomass, leaving about 40% for other sources.

Japan Market Development
Since the Fukushima nuclear accident in 2011, the Japanese government has been reviewing the country’s energy and resource development policies. The policy direction that the government is indicating it will follow during the next 10 to 20 years includes obligating utilities to use renewable energy; increasing non-fossil fuel energy utilization to 50% and increasing the zero GHG emission power supply from 34 to 70% by 2030.

 

China Market Development
Although very few specific renewable energy policies have been announced by the Chinese government so far, China’s 12th five-year plan allocates 4.75 billion RMB (US$750 million) in direct subsidies, incentives and tax exemptions to build 200 green energy demonstration projects by 2015. In addition, China has set a biomass energy production goal equivalent to 50 million tonnes of coal by 2012.

Although the five-year plan does not indicate specific types of green energy projects to be undertaken, it is assumed that China will move to include significant volumes of wood pellets in the production of biomass energy to replace coal. China has set the development of sophisticated, next-generation biomass energy plants as the key part of its renewable energy plan.

Jumat, 12 April 2013

Bioenergi Potensial Dari Biomassa

Keunikan biomasa adalah satu-satunya sumber terbarukan berbasis karbon sehingga bisa disintesa menjadi berbagai bahan bakar dan bahan kimia sama seperti sumber dari fossil. Untuk aplikasi energi sebagai bahan bakar cair berbagai mesin, alat transportasi maupun tungku pemanas, tampak seperti skema dibawah ini :




Harga yang kompetitif dengan bahan bakar cair dari bahan bakar fossil adalah pertimbangan utama aplikasi bahan bakar cair berbasis biomasa ini. Serangkaian penelitian dan ujicoba perlu dilakukan untuk menguji kehandalan bahan bakar tersebut. Karena bahan bakar berwujud cair maka infrastruktur yang telah ada bisa digunakan ataupun disubtitusi dengan produk ini. Ketersediaan bahan baku dan keterjaminan produksi nantinya juga akan menjadi pertimbangan penting untuk produksi skala komersial dan keberlanjutannya. Penggalakan kebun-kebun energi diberbagai daerah adalah upaya untuk menjaga keberlangsungan produksi dan keberlanjutannya tersebut.

Kamis, 04 April 2013

Potensi Pengembangan Industri Wood Pellet di Indonesia



Potensi limbah biomassa di Indonesia sangat besar yakni sekitar setara 49.810 MW dan baru sangat kecil yang telah dimanfaatkan yakni 1.618 MW atau kurang dari 4%, sehingga berbagai rute pengolahannya yang bisa dioptimalkan.  Pengembangan bioenergy untuk pembuatan wood pellet adalah salah satu strategi terbaik mengingat wood pellet akan potensial untuk bahan bakar baik untuk industri maupun rumah tangga. Proses densifikasi seperti pada wood pellet telah meningkatkan kualitas limbah biomasa pada awalnya menjadi lebih kering, ukuran seragam, murah dalam transportasi maupun pemanfaatannya yakni aplikasi thermal sebagai bahan bakar., lebih khusus bahan bakar terbarukan. 
Peta Produsen Wood Pellet Indonesia


Peta Produsen Wood Pellet Dunia



Konsentrasi gas CO2 dalam atmosfer bumi saat ini (2013) menurut http://co2now.org  adalah 395,55 ppm sedangkan pada tahun 1988 hanya 350,38 ppm sehingga targetnya menurunkan kembali konsentrasi CO2 diatmosfer menjadi 350 ppm. Kondisi  tersebut sangat membahayakan kelangsungan hidup di bumi jika tidak diatas, sehingga dalam skala global maupun skala nasional era saat ini adalah era menurunkan emisi karbon atau gas rumah kaca. Dan ini bisa dicapai salah satunya dengan subtitusi bahan bakar fossil dengan bahan bakar terbarukan seperti subtitusi batubara dengan wood pellet. Saat ini diperkirakan produksi wood pellet lebih dari 14 juta ton, sedangkan Indonesia baru berkontribusi sekitar 6400 ton (2012).




Eropa adalah secara umum adalah pusat pasar global bahan bakar berbasis kayu dan khususnya pada wood pellet / briquette, sehingga bukan hal yang mengejutkan apabila banyak produsen bahan bakar berbasis kayu besar yang menjadikan negara-negara Eropa sebagai tujuan utamanya. Dengan goal yang telah diset oleh Uni-Eropa untuk mencapai komposisi 20% energi terbarukan dalam bauran energinya dan 20% penurunan gas rumah kaca pada 2020 (DIRECTIVE 2009/28/EC, 2009) sepertinya peningkatan kebutuhan bioenergy akan melonjak pesat. Karena potensi sumber biomasa di sana terbatas, sehingga  porsi terbesar bioenergy yang berasal dari biomasa ini berasal bukan dari Eropa tetapi dari berbagai belahan dunia lainnya. Indonesia sangat potensial sebagai salah satu exporter wood pellet ke Eropa, sebagai contoh perusahaan listrik di Inggris harus menggunakan bahan bakar terbarukan sebesar 10% pada tahun 2010 dan Korea yang mengharuskan bahan bakar terbarukan sebesar 5% pada tahun 2013.

Trend dunia ke depan adalah ditandai munculnya banyaknya produsen listrik kecil-kecil (Independent Power Producer (IPP)) yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan komunitas tertentu.  Pembangkit listrik berbahan bakar biomasa saat ini sebagian besar menggunakan teknologi pembakaran langsung (direct combustion) dan gasifikasi serta beberapa dengan pirolisis.  Tahapan co-firing ataupun co-combustion wood pellet dengan batubara adalah hal yang banyak dilakukan pembangkit listrik (powerplant) saat ini yang masih menggunakan teknologi pembakaran langsung (direct combustion), sebelum nantinya diharapkan 100% bisa menggunakan wood pellet sebagai sumber bahan bakarnya seperti yang ada di Swedia.  Untuk gasifikasi skala kecil, teknologi yang cocok adalah downdraft gasifier dan wood pellet bisa menjadi bahan bakar yang ideal untuk sistem tersebut.  Sedangkan pirolisis karena prosesnya hampa udara, maka produk seperti wood pellet tidak disarankan sebagai bahan bakunya, karena tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap proses maupun output-nya. 

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...