Kamis, 04 April 2013

Potensi Pengembangan Industri Wood Pellet di Indonesia



Potensi limbah biomassa di Indonesia sangat besar yakni sekitar setara 49.810 MW dan baru sangat kecil yang telah dimanfaatkan yakni 1.618 MW atau kurang dari 4%, sehingga berbagai rute pengolahannya yang bisa dioptimalkan.  Pengembangan bioenergy untuk pembuatan wood pellet adalah salah satu strategi terbaik mengingat wood pellet akan potensial untuk bahan bakar baik untuk industri maupun rumah tangga. Proses densifikasi seperti pada wood pellet telah meningkatkan kualitas limbah biomasa pada awalnya menjadi lebih kering, ukuran seragam, murah dalam transportasi maupun pemanfaatannya yakni aplikasi thermal sebagai bahan bakar., lebih khusus bahan bakar terbarukan. 
Peta Produsen Wood Pellet Indonesia


Peta Produsen Wood Pellet Dunia



Konsentrasi gas CO2 dalam atmosfer bumi saat ini (2013) menurut http://co2now.org  adalah 395,55 ppm sedangkan pada tahun 1988 hanya 350,38 ppm sehingga targetnya menurunkan kembali konsentrasi CO2 diatmosfer menjadi 350 ppm. Kondisi  tersebut sangat membahayakan kelangsungan hidup di bumi jika tidak diatas, sehingga dalam skala global maupun skala nasional era saat ini adalah era menurunkan emisi karbon atau gas rumah kaca. Dan ini bisa dicapai salah satunya dengan subtitusi bahan bakar fossil dengan bahan bakar terbarukan seperti subtitusi batubara dengan wood pellet. Saat ini diperkirakan produksi wood pellet lebih dari 14 juta ton, sedangkan Indonesia baru berkontribusi sekitar 6400 ton (2012).




Eropa adalah secara umum adalah pusat pasar global bahan bakar berbasis kayu dan khususnya pada wood pellet / briquette, sehingga bukan hal yang mengejutkan apabila banyak produsen bahan bakar berbasis kayu besar yang menjadikan negara-negara Eropa sebagai tujuan utamanya. Dengan goal yang telah diset oleh Uni-Eropa untuk mencapai komposisi 20% energi terbarukan dalam bauran energinya dan 20% penurunan gas rumah kaca pada 2020 (DIRECTIVE 2009/28/EC, 2009) sepertinya peningkatan kebutuhan bioenergy akan melonjak pesat. Karena potensi sumber biomasa di sana terbatas, sehingga  porsi terbesar bioenergy yang berasal dari biomasa ini berasal bukan dari Eropa tetapi dari berbagai belahan dunia lainnya. Indonesia sangat potensial sebagai salah satu exporter wood pellet ke Eropa, sebagai contoh perusahaan listrik di Inggris harus menggunakan bahan bakar terbarukan sebesar 10% pada tahun 2010 dan Korea yang mengharuskan bahan bakar terbarukan sebesar 5% pada tahun 2013.

Trend dunia ke depan adalah ditandai munculnya banyaknya produsen listrik kecil-kecil (Independent Power Producer (IPP)) yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan komunitas tertentu.  Pembangkit listrik berbahan bakar biomasa saat ini sebagian besar menggunakan teknologi pembakaran langsung (direct combustion) dan gasifikasi serta beberapa dengan pirolisis.  Tahapan co-firing ataupun co-combustion wood pellet dengan batubara adalah hal yang banyak dilakukan pembangkit listrik (powerplant) saat ini yang masih menggunakan teknologi pembakaran langsung (direct combustion), sebelum nantinya diharapkan 100% bisa menggunakan wood pellet sebagai sumber bahan bakarnya seperti yang ada di Swedia.  Untuk gasifikasi skala kecil, teknologi yang cocok adalah downdraft gasifier dan wood pellet bisa menjadi bahan bakar yang ideal untuk sistem tersebut.  Sedangkan pirolisis karena prosesnya hampa udara, maka produk seperti wood pellet tidak disarankan sebagai bahan bakunya, karena tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap proses maupun output-nya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...