Selasa, 17 November 2015

Di Biomasa-pun, Sejarah Kembali Terulang

Biomasa terutama kayu telah dikenal dan digunakan sangat lama untuk sumber energi. Kayu tersebut dibakar sehingga menghasilkan panas yang bisa dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan biomasa termasuk kayu tersebut juga sempat menjadi sumber energi utama ketika bahan bakar fossil belum ditemukan atau dimanfaatkan. Ketika bahan bakar fossil menjadi sumber bahan bakar utama seperti saat ini, maka bahan bakar dari dari biomasa menjadi berkurang. Kondisi seperti ini membuat negara-negara penghasil minyak mempunyai peran strategis dalam percaturan dunia. Energi dalam banyak hal diidentikkan dengan BBM, karena perannya yang sangat vital bagi kehidupan manusia saat ini.



 Ketika terjadi kondisi perang termasuk perang dunia II yakni pada tahun 1940-an dan perang Yom Kippur tahun 1970-an, banyak negara-negara mengalami krisis energi sehingga memaksa mereka untuk mengembangkan berbagai energi alternatif. Kembali biomasa sebagai energi terbarukan mendapat perhatian besar. Biomasa sebagai sumber energi memang relatif bisa menghasilkan energi yang stabil dibandingkan angin dan matahari yang terpengaruh oleh kondisi cuaca. Konversi biomasa ke berbagai bentuk energi juga dilakukan pada era-perang dunia II tersebut, hal ini karena untuk menyesuaikan dengan berbagai kebutuhan saat itu.   Kendaraan, dan berbagai perlatan industri yang semula menggunakan bahan bakar fosil diganti dengan sumber energi dari biomasa. Hal ini membuat berbagai penemuan teknologi pemanfaatan biomasa sehingga bisa menjalankan sejumlah peralatan yang sudah ada termasuk memenuhi kehidupan lainnya. Biomasa adalah satu-satunya sumber terbarukan berbasis karbon sehingga bisa disintesis menjadi berbagai macam senyawa hidrokarbon seperti halnya minyak bumi. Dalam kondisi perang tersebut biomasa telah dikonversi menjadi bahan bakar padat, bahan bakar  cair, bahan bakar gas dan bahan-bahan kimia lainnya.
Teknologi seperti gasifikasi, pirolisis, pembakaran dan densifikasi adalah beberapa teknologi utama yang digunakan untuk konversi energi biomasa tersebut. Dengan gasifikasi akan didapat produk utama berupa gas yang bisa langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar atau disintesis menjadi minyak atau bahan kimia lainnya. Dengan (slow) pirolisis akan didapat produk utama berupa arang, lalu gas dan produk cair. Seperti halnya gas yang dihasilkan dari gasifikasi, gas dari hasil pirolisis tersebut juga bisa digunakan sebagai bahan bakar langsung atau disintesis menjadi bahan-bahan kimia lainnya. Sebagian produk cair dari pirolisis yakni biooil bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar atau sumber bahan kimia. Sedangkan produk cair lainnya berupa wood vinegar bisa untuk berbagai penggunaan di sektor pertanian.
Kereta Api Uap di Museum Kereta Api, Ambarawa, Jawa Tengah
Teknologi pembakaran paling populer digunakan untuk mesin uap (steam engine) terutama pada pertengahan abad 19. Biomass atau kayu banyak digunakan sebagai sumber energi atau bahan bakar mesin uap tersebut. James Watt menyempurnakan mesin uap sehingga berputar secara kontinyu yang membuatnya digunakan sebagai penggerak pada berbagai industri maupun transportasi atau menandai era revolusi industri di Eropa saat itu. Kereta api uap (steam locomotive) adalah  aplikasi mesin uap pada alat transportasi. Pertama kali mesin uap untuk kereta api yang berjalan di rel dibuat oleh Richard Trevithick pada 1804 Sedangkan untuk menghasilkan listrik, mesin uap yang menghasilkan energi mekanik tersebut dihubungkan dengan dinamo (generator). Charles Parsons adalah orang pertama yang menghubungkan mesin uap dengan dinamo dan dilakukannya pada tahun 1884. Hal inilah yang membuat listrik mejadi mudah tersedia dan banyak tersedia. 

Teknologi densifikasi juga mendapat perhatian serius pada perang dunia II 1940-an maupun saat krisis minyak tahun 1973 akibat embargo OAPEC sebagai dampak perang Yom kippur.  Teknologi densifikasi membuat biomasa yang awalnya memiliki ukuran tidak beraturan, kepadatan rendah, volume besar, kadar air tinggi menjadi seragam bentuknya, kepadatan (density) tinggi, kadar air rendah dan volume mengecil atau ada sejumlah perbaikan sifat-sifat fisikanya sehingga menjadi lebih ekonomis pada transportasinya, lebih mudah handling dalam penggunaannya dan penyimpanannya. Briket dan pellet adalah dua bentuk produk densifikasi biomasa yang paling populer dan menjadi cikal bakal teknologi densifikasi hari ini.
Saat ini ketika krisis lingkungan akibat ulah tangan manusia yang berlebihan dalam mengeksploitasi SDA termasuk pemakaian bahan bakar fossil besar-besaran  menjadi daya dorong untuk pemakaian energi terbarukan maka energi biomasa kembali mendapat momentum segar dan menjadi fokus bagi sejumlah kalangan. Tercatat sejak UNFCC tahun 1992 hingga penandatanganan Protokol Kyoto tahun 1997 oleh 83 negara dan pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, ia telah diratifikasi oleh 141 negara adalah dalam rangka mengatasi krisis lingkungan khususnya akibat tingginya konsentrasi gas rumah kaca (CO2) di atmosfer yang diyakini menyebabkan terjadinya perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global. Protokol Kyoto yang berlaku hingga tahun 2012 lalu diperpanjang dengan Kyoto Protocol Extension (2012–2020).

Kebijakan yang sifatnya lebih regional dan teknis selanjutnya dibuat berdasarkan protol Kyoto tersebut antara lain RED (EU's Renewable Energy Directive) , yang biasa dikenal target 20-20-20 atau yang dimaksudkan adalah mandat untuk menurunkan 20% emisi gas rumah kaca dari tahun 1995 sebagai level dasarnya; menurunkan 20% konsumsi energi; dan untuk 20% untuk energi terbarukan. Kebutuhan wood energy berkisar 30 juta ton/tahun pada tahun 2020. Selanjutnya Korea Selatan telah mengeluarkan Renewable Portofolio Standard  (RPS) yang mensyaratkan PLTU batubara untuk minimum menggunakan 2% energi terbarukan pada 2012, dengan peningkatan 0,5% /tahun sampai 2020.  Pada tahun 2020 mereka akan membutuhkan minimum 10% energi terbarukan dengan komposisi diharapkan 60% energi terbarukan berasal dari biomasa kayu (wood energy), sedangkan 40% sisanya dari sumber lain. Lalu Jepang mengeluarkan peraturan Feed in Tarrif dan sebagainya yang membuat era gelombang penggunaan energi biomasa dunia.
Drax di Inggris Pembangkit Listrik Biomasa Terbesar Saat Ini
Energi biomasa yang dikelompokkan karbon netral maka akan mampu mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer yang saat ini telah melebihi ambang batasnya. Biomasa lalu menjadi material penting dan kembali digunakan secara besar-besaran. Teknologi-teknologi pengolahan biomasa yang pada perang dunia II dan embargo minyak kembali digunakan, tentu dengan beberapa penyempurnaan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi saat ini seperti peningkatan efisiensi, safety, otomatisasi hingga komputerisasi tetapi fundamental atau prinsip-prinsip teknologi proses yang digunakan  hampir tidak berubah. Teknologi-teknologi tersebut saat ini dimunculkan lagi. Semakin terasa krisis lingkungan ditambah lagi krisis energi maka akan menjadi daya dorong tersendiri untuk semakin besar beralih ke energi terbarukan termasuk biomasa.  Dan bukankah hal itu kembali mengindikasikan ke era sebelum abad 19 ketika sebagian besar energi yang digunakan manusia adalah kelompok energi terbarukan ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...