Minggu, 06 Desember 2015

Menjadi Pemain Utama Wood Pellet di Asia dan Dunia

Produksi wood pellet dunia pada tahun 2013 sebesar 22 juta ton, dan pada tahun 2024 diproyeksi menjadi sebesar 50 juta ton. Pasar Eropa untuk tahun tersebut diproyeksi lebih dari 30 juta ton dan pasar Asia diproyeksi lebih dari 15 juta ton. Ditinjau dari bauran energi global, energi fossil masih memegang porsi terbesar sekitar 80 % pada 15-20 tahun mendatang, begitu juga dalam bauran energi nasional berdasar Peraturan Presiden no 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Walaupun belum memegang porsi terbesar energi terbarukan khususnya biomasa menunjukkan peningkataan yang signifikan dari waktu ke waktu. Faktor-faktor berupa krisis lingkungan dan krisis energi-lah yang menjadi daya dorong utama peningkatan energi terbarukan khususnya biomasa, yang perlahan-lahan membuat sejarah terulang


Untuk menjadi pemimpin atau pemain utama wood pellet di level regional Asia hingga global dunia, bukan hal yang mustahil bagi Indonesia. Anugerah dari Allah SWT berupa rata-rata 11 jam tiap hari matahari di Indonesia membuat tumbuhan mampu berfotosintesis secara optimal, kesuburan tanah karena pelapukan batu-batuan dari banyaknya gunung berapi, dan luasnya teritorial yang membentang dari Sabang sampai Merauke tidak diragukan lagi merupakan kekuatan besar yang sangat potensial. Dengan kondisi tersebut sebuah kebun energi dari kaliandra bisa panen dalam kurun waktu sangat cepat yakni kurang dari 1 tahun, selanjutnya bisa terus panen tiap tahunnya dari trubusan yang dihasilkan.

Swedia sejak tahun 1970an telah menggunakan kebun energi untuk menyuplai biomasa dalam jumlah besar secara konsisten. Era tahun 1970an adalah era krisis energi akibat embargo OAPEC pada perang Yom Kippur, sehinggga negara-negara produsen minyak Arab tidak mau mengeksport minyaknya. Hal ini mengakibatkan harga minyak dunia meroket, sehingga negara-negara barat harus berinovasi untuk mencukupi kebutuhan energinya termasuk penggunaan biomasa secara massal.  Sejumlah negara di Eropa lalu mengikuti untuk membuat kebun energi tersebut termasuk di tempat lain seperti Amerika Serikat, Selandia Baru dan Kanada. Tanaman rotasi cepat yakni poplar & willow dibudidayakan dalam kebun energi tersebut dan panen rata-rata setiap 4 tahun sekali, atau 4 kali lebih lama dibandingkan Indonesia karena iklim sub-tropisnya. Hal inilah kita di Indonesia dengan kondisi iklim diatas perlu banyak bersyukur kepada Allah SWT.


Ketika dunia sebagian besar masih mengandalkan limbah-limbah kayu sebagai bahan baku wood pellet, dengan kondisi iklim di Indonesia seperti diatas maka dengan kebun energi akan efektif dan berkesinambungan (sustainibility). Dan ketika misalnya Indonesia akan menargetkan menjadi pemain utama wood pellet dunia dengan 50% produksi dunia pada tahun 2024  (25 juta ton/tahun) berarti dibutuhkan lahan kurang lebih hanya 170 ribu ha, masih jauh lebih kecil dibandingkan lahan yang digunakan untuk perkebunan sawit saat ini, yang sekitar 11 juta ha. Kualitas lahan yang dibutuhkkan juga tidak perlu sebaik perkebunan sawit, bahkan lahan-lahan miring atau berupa lereng akan sangat bagus bagi tanaman kaliandra. Hal ini karena kaliandra sangat anti terhadap genangan air. Apabila kapasitas pabrik wood pellet dibuat 100.000 ton/tahun (20 ton/jam) berarti dibutuhkan 250 unit pabrik wood pellet atau apabila kapasitas pabrik yang dibuat 50.000 ton/tahun (10 ton/jam) berarti dibutuhkan 500 unit pabrik wood pellet dan seterusnya.

Keuntungan lainnya adalah kaliandra mampu mengendalikan pertumbuhan tanaman pengganggu atau gulma seperti kirinyuh. Keuntungan akan bisa dioptimalkan dengan melakukan integrasi dengan peternakan kambing atau sapi, sehingga import daging juga bisa dikurangi. Daun dari tanaman kaliandra sebagai pakan ternak tersebut, sedangkan kotorannya sebagai pupuk bagi kaliandra. Apabila jumlah ternak banyak maka pabrik biogas sangat mungkin dibuat dan bisa sebagai sumber energi tambahan pada pabrik wood pellet.
Kaliandra trubus setelah ditebang dengan hasil 4 kali lebih banyak


Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui begitulah pepatah mengatakan.  Perusakan hutan tropis di berbagai wilayah ternyata terus berlangsung tanpa dapat dikendalikan. Diduga setiap detiknya terjadi penebangan hutan tropis seluas lapangan bola, sehingga setiap tahunnya terjadi pembukaan hutan tropis sekitar 150.000 kilometer persegi (15 juta ha). Bencana akibat keserakahan manusia berupa banjir, longsor, meluasnya gurun pasir  dan sebagainya akibat kerusakan hutan diatas. Rehabilitasi sekaligus reklamasi lahan sangat dibutuhkan untuk perbaikan kondisi lingkungan sehingga sejumlah bencana bisa dihindari, sekaligus produksi wood pellet sebagai sumber energi terbarukan dari biomasa yang paling banyak diproduksi saat ini. Dengan perbaikan kesuburan tanah menggunakan tanaman kaliandra tersebut maka dalam waktu kurang dari 5 tahun, tanah yang semula tandus bisa digunakan untuk berbagai aktivitas pertanian. Dalam kurun waktu rata-rata 10 tahun mata air-mata air juga sangat mungkin muncul pada area-area yang dihutankan dan penataan ekosistem tersebut. Ketika mata air muncul maka sektor pertanian dan kehutanan bisa semakin berkembang, termasuk industri pengolahannya.      



Tentu bukan upaya yang ringan untuk mewujudkan hal tersebut. Penataan kelembagaan, penanaman pemahaman tentang keberlangsungan (sustainiblity) perkebunan/kehutanan kepada pelaku-pelaku usaha dan pemerintah, keahlian berupa skill untuk produksi dan penyediaan infrastruktur yang memadai adalah sejumlah tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai target diatas. Target tersebut akan tercapai apabila semua pihak bisa sinkron untuk mencapai tujuan tersebut. Sekali lagi belum terlambat, hanya kemauan untuk segera memulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...