Senin, 29 Juni 2020

Mengapa Sebagian Besar Pabrik Sawit Belum Memiliki Biogas ?


Perkebunan sawit adalah perkebunan terbesar di Indonesia yang diperkirakan luasnya lebih dari 12 juta hektar atau merupakan perkebunan sawit terbesar di dunia dengan produksi CPO mencapai lebih dari 40 juta ton/tahun dan Diperkirakan lebih dari 1000 pabrik sawit. Malaysia adalah negara peringkat kedua untuk luas kebun sawit berikut produksi CPO. Energi biogas adalah energi potensial dari pengolahan limbah cair pabrik sawit tersebut. Sekitar 0,7 m3 limbah cair dihasilkan oleh pabrik sawit dari setiap ton TBS yang diolah. Biogas biasanya terdiri dari 50-75% metana (CH4), 25-45% karbon dioksida (CO2), dan sejumlah gas-gas lainnya. Jika pengelolaan limbah cair tidak terkendali, metana dalam biogas terlepas langsung ke atmosfer. Sebagai gas rumah kaca (GRK), metana mempunyai efek 21 kali lebih besar dibandingkan dengan CO2. Hampir semua produksi biogas digunakan untuk produksi listrik. Selain produksi listrik tersebut ramah lingkungan juga merupakan sarana pengolahan limbah dan mencegah perubahan iklim. Tetapi mengapa masih sedikit pabrik sawit di Indonesia atau diperkirakan kurang dari 10% yang memiliki unit biogas tersebut ? Ada sejumlah analisa mengapa hal tersebut terjadi.

A. Prospek biogas kurang menarik
Walaupun memiliki sumber bahan baku berlimpah berupa limbah cair (POME) tersebut, tetapi ketika produk listrik hanya dibeli murah maka hal tersebut tidak menarik, karena untuk pengadaan dan instalasi unit biogas dan pembangkit listrik tersebut membutuhkan biaya besar. Waktu pengembalian modal juga semakin lama padahal biaya operasional juga semakin meningkat seiring waktu. Selain itu adanya mekanisme BOT (built, operated, transferred) setelah jangka waktu tertentu juga semakin membuat pengusaha pabrik sawit berkurang minatnya.

B. Kurangnya visi pengembangan bisnis
Energi listrik adalah energi yang sangat luwes atau mudah ditransformasikan ke bentuk-bentuk energi yang lain. Sehingga ketersediaan energi listrik seharusnya bisa mendorong pengembangan usaha lainnya. Tetapi dengan kurangnya visi pengembangan bisnis, maka motivasi produksi listrik dari unit biogas tersebut juga menjadi lemah. Sejumlah bisnis bisa dibangun jika energi listrik tersedia misalnya pabrik pengolahan kernel (kernel crushing plant). Pabrik sawit saat ini pada umumnya juga hanya produksi CPO, sedangkan kernel atau inti sawit yang menghasilkan minyak inti sawit atau PKO (palm kernel oil) hanya dijual ke pabrik lain. EFB atau fiber pellet juga bisa diproduksi jika tersedia cukup listrik. Alat-alat mekanik untuk produksi pellet tersebut membutuhkan suplai listrik yang memadai dan stabil. Selain itu pabrik turunan CPO seperti oleokimia juga bisa dibangun jika suplai listrik tersedia.

C. Regulasi lingkungan yang kurang tegas
Lemahnya regulasi lingkungan juga akan membuat pengembangan unit biogas terkendala. Limbah-limbah cair yang tidak diolah akan berpotensi menghasilkan GRK yang berbahaya khususnya metana. Apabila bahaya lingkungan ini menjadi perhatian semua pihak dan menghasilkan sejumlah regulasi maka potensi pencemaran lingkungan bisa dikurangi dan unit biogas bisa menjadi solusi jitu mengatasi problem tersebut.
Lalu bagaimana solusi supaya pabrik sawit menjaga masalah lingkungan dan sekaligus memberi keuntungan secara ekonomi ? Unit biogas tetap dibuat dan dioperasikan dengan output listriknya untuk pengembangan sejumlah industri tersebut di atas. Opsi lain yang bisa dilakukan adalah membuat unit biogas tetapi bukan untuk produksi listrik secara langsung, tetapi untuk produksi panas. Panas tersebut digunakan untuk operasional boiler pabrik sawit. Dengan panas berasal dari biogas maka cangkang sawit (pks : palm kernel shell) bisa dijual atau di eksport.

Bagi pabrik sawit yang membutuhkan unit biogas atau gas engine (generator) berbahan bakar biogas baik baru atau second/bekas atau hanya repair dan maintenance/service, silahkan kirim email ke : eko.sbs@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...