Pangan merupakan prioritas utama dibandingkan pakan dan energi. Hal tersebut memberi konsekuensi ketercukupan pangan bagi manusia dahulu sebelum pakan ternak maupun energi. Ketika pakan dan energi lebih diprioritaskan daripada pangan, maka akan terjadi berbagai gejolak sosial. Huru-hara tortila di Mexico beberapa waktu lalu adalah contoh bagaimana energi lebih diprioritaskan daripada pangan, yakni jagung lebih diutamakan untuk bioethanol. Demikian juga halnya jika pakan lebih diprioritaskan sehingga supplai pangan akan terganggu. Kedelai sebagai contoh merupakan sumber pangan tetapi juga sumber pakan. Produksi kedelai terbesar dari Amerika Serikat dan Brazil. Di sejumlah negara kedelai merupakan sumber pangan dan pakan karena minyaknya diekstrak menjadi minyak kedelai dan bungkilnya menjadi pakan ternak, tetapi di Indonesia kedelai terutama untuk pangan. Minyak nabati di Indonesia terutama dari minyak sawit dan minyak kelapa. Bahkan dalam sejarahnya minyak kelapa Indonesia dihancurkan oleh asosiasi minyak kedelai Amerika (American Soybean Association (ASA)) dengan isu negatifnya yang mempropagandakan minyak kelapa sebagai minyak jahat pada pasar minyak nabati internasional, sehingga sampai saat ini minyak kelapa belum kembali bangkit.
Produksi pakan ternak Indonesia juga sebagian besar mengandalkan sumber protein dari bungkil kedelai dan sawit. Bahkan karena kebutuhannya yang besar, maka juga import bungkil kedelai (soybean meal / SBM). Semakin berkembang industri peternakan maka semakin besar juga kebutuhan pakannya. Pakan dalam industri peternakan salah satu komponen kunci untuk kesuksesannya. Ketercukupan pakan dengan nutrisi yang baik, aman dan terjangkau sangat penting bagi usaha peternakan. Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang berkisar 40 juta ton/tahun maka produksi bungkil sawit diperkirakan lebih dari 6,5 juta ton/tahun, apabila semua bungkil sawit tersebut dioptimalkan untuk industri pakan dalam negeri tentu sangat baik. Demikian juga bungkil kelapa.
Daun gliricidia juga merupakan sumber protein untuk pakan ternak khususnya ruminansia dan perikanan. Dengan kadar protein sekitar 20% daun gliricidia sangat potensial sebagai sumber protein tersebut. Apalagi program dari para asosiasi industri pakan sedang mereduksi atau bahkan menghilangkan ketergantungan dengan bahan baku transgenik (GMO) seperti kedelai dan faktor lingkungan berupa keberlanjutannya. Dengan program pembuatan kebun energi atau kebun biomasa yang juga semakin masif untuk berbagai industri berbasis material terbarukan dan berkelanjutan, maka produksi daun sebagai limbah samping juga semakin banyak. Potensi limbah daun yang diperkirakan mencapai hingga ratusan ribu ton bahkan jutaan ton akan sangat potensial untuk pakan ternak tersebut khususnya mengurangi pakan yang berasal dari bahan transgenik (GMO). Usaha-usaha yang produktif berwawasan lingkungan seperti ini untuk memenuhi kebutuhan manusia akan semakin mendorong bioekonomi. Daging halal adalah sumber protein yang sangat penting bagi pangan manusia, sehingga produksi pakan ternak merupakan bagian tak terpisahkan dari mata rantai tersebut.
Kecepatan pertumbuhan industri pakan juga berbeda-beda di setiap negara. Hal tersebut tergantung sejumlah faktor misalnya kebijakan pangan suatu negara, daya beli masyarakat, ketersediaan bahan baku dan sebagainya. Sebagai contoh : untuk negara di Eropa, sekitar 20 tahun lalu kapasitas rata-rata pabrik pakan di Italia adalah 11.000 ton/tahun, sedangkan industri pakan ternak di Belanda telah memiliki kapasitas rata-rata 45.000 ton/tahun atau lebih dari 4 kali lipat industri pakan di Italia dan juga telah melampaui kapasitas rata-rata Eropa hari ini. Saat ini, rata-rata pabrik pakan di Italia memiliki kapasitas rata-rata 29.000 ton/tahun (masih sekitar 3 kali dari 20 tahun lalu), tetapi dalam waktu yang sama pabrik pakan di Belanda telah memiliki kapasitas rata-rata 140.000 ton/tahun. Mayoritas produksi pakan ternak di Belanda adalah untuk pakan babi, sehingga tidak akan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Indonesia dengan mayoritas Islam maka produksi pakan ternak yang dikembangkan sebagai prioritas utama adalah untuk industri halal. Berdasarkan potensi bahan baku, potensi lahan untuk produksi pakan ternak dan sebagainya Indonesia seharusnya mengakselerasi industri halalnya salah satunya dengan menggenjot industri pakan ternaknya. Belanda dengan jumlah penduduk yang kecil dan luas lahan yang terbatas bahkan sangat kuat dalam mengembangkan riset-risetnya untuk mendukung industri pakan tersebut. Kita juga jangan mau kalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar