Sebagai perbandingan populasi domba di New Zealand dengan penduduk 3 juta, jumlah dombanya 5 juta, lalu Australia dengan penduduk 25 juta, jumlah populasi sapinya 26 juta sedangkan Indonesia dengan jumlah penduduk 270 juta, jumlah populasi dombanya kurang dari 50 juta, apalagi populasi sapinya juga dipastikan jauh lebih kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor peternakan ruminansia ini belum sebagai mesin bisnis atau industri untuk pertumbuhan ekonomi. Padahal selain sumber daya alam (SDA) yang mendukung, kebutuhan daging dan kebutuhan pupuk untuk pertanian juga sangat besar. Ketika sektor peternakan ruminansia ini dioptimalkan maka selain swasembada daging sebagai sumber protein hewani bisa dicapai bahkan bisa diexport, dan juga akan memajukan pertanian karena kotoran ternak tersebut menjadi pupuk organik. Pupuk organik ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan pupuk kimia, diantaranya tidak merusak fisika kimia tanah, mengaktifkan mikroba tanah dan menyediakan unsur hara yang lengkap. Ketika sektor peternakan ini dioptimalkan juga sangat mungkin akan menggantikan (mensubtitusi) penggunaan pupuk kimia atau bahasa lainnya juga terjadi swasembada pupuk sehingga pabrik pupuk kimia tutup atau berhenti berproduksi. Integrasi peternakan dan pertanian akan tercipta kedaulatan pangan, sesuatu capaian luar biasa apabila bisa terwujud.
Untuk menyelamatkan pabrik pupuk kimia tersebut bisa diubah menjadi pabrik atau produsen energi berupa blue hydrogen atau blue ammonia. Gas alam yang merupakan bahan bakar fossil dan menjadi bahan baku pupuk kimia tersebut dipisahkan unsur karbonnya sehingga didapat unsur hydrogen. Gas karbondioksida (CO2) yang telah dipisahkan dari gas alam selanjutnya ditangkap dan disimpan (CCS = Carbon Capture and Storage) sehingga tidak terlepas ke atmosfer. Dan karena bahan baku bahan bakar hydrogen tersebut berasal dari bahan bakar fossil tersebut maka disebut blue hydrogen, sedangkan apabila berasal dari bahan terbarukan seperti biomasa, air dan sebagainya maka disebut green hydrogen. Jadi bisa dikatakan blue hydrogen masih setengah fossil karena bahan baku dari sumber fossil dan green hydrogen sudah 100% dari sumber terbarukan. Senyawa hydrogen atau gas hydrogen memiliki ikatan atom berupa dua unsur hidrogen (H2) sebagai senyawa stabil di alam, dan untuk meningkatkan energinya gas hidrogen tersebut bisa dibuat ammonia (NH3) yakni dengan tiga ikatan hidrogen. Sama seperti istilah blue hydrogen di atas, ketika ammonia tersebut berasal dari bahan bakar fossil maka disebut blue ammonia dan apabila berasal dari bahan terbarukan istilahnya green ammonia. Perusahaan Jepang bahkan sudah membuat pembangkit listrik (generator) yang menggunakan 100% sebagai bahan bakarnya, untuk lebih detail baca disini.
Upaya menggenjot sektor peternakan dengan integrasi dengan sektor pertanian bukanlah hal yang mudah. Faktor-faktor kemampuan akses pasar, teknik beternak, penyediaan pakan, manajemen dan bisnis peternakan adalah sejumlah hal menjadi penghambat terwujudnya visi kedaulatan pangan. Apalagi untuk inovasi-inovasi sehingga bisa berdaya saing level internasional. Faktor motivasi, kemauan yang rendah, budaya membaca dan belajar rendah, silaturahim untuk networking kurang, keberpihakan pemerintah dengan kebijakan untuk daya dukung kurang, dan sebagainya turut menghambat juga disisi lain. Tetapi dengan potensi SDA berlimpah dan kemauan kuat seharusnya kendala tersebut bisa diatasi, apalagi peternakan ruminansia khususnya domba kambing juga sangat dianjurkan dalam Islam sehingga sebagai muslim seharusnya akan semakin termotivasi. Hampir tidak ada ketika melakukan suatu usaha apapun apalagi untuk mewujudkan suatu gagasan besar tanpa halangan, karena memang sunatullahnya seperti itu.