Minggu, 24 April 2022

Pabrik Pupuk Kimia, Blue Hydrogen, Blue Ammonia dan Peternakan Ruminansia

Sebagai perbandingan populasi domba di New Zealand dengan penduduk 3 juta, jumlah dombanya 5 juta, lalu Australia dengan penduduk 25 juta, jumlah populasi sapinya 26 juta sedangkan Indonesia dengan jumlah penduduk 270 juta, jumlah populasi dombanya kurang dari 50 juta, apalagi populasi sapinya juga dipastikan jauh lebih kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor peternakan ruminansia ini belum sebagai mesin bisnis atau industri untuk pertumbuhan ekonomi. Padahal selain sumber daya alam (SDA) yang mendukung, kebutuhan daging dan kebutuhan pupuk untuk pertanian juga sangat besar. Ketika sektor peternakan ruminansia ini dioptimalkan maka selain swasembada daging sebagai sumber protein hewani bisa dicapai bahkan bisa diexport, dan juga akan memajukan pertanian karena kotoran ternak tersebut menjadi pupuk organik. Pupuk organik ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan pupuk kimia, diantaranya tidak merusak fisika kimia tanah, mengaktifkan mikroba tanah dan menyediakan unsur hara yang lengkap. Ketika sektor peternakan ini dioptimalkan juga sangat mungkin akan menggantikan (mensubtitusi) penggunaan pupuk kimia atau bahasa lainnya juga terjadi swasembada pupuk sehingga pabrik pupuk kimia tutup atau berhenti berproduksi. Integrasi peternakan dan pertanian akan tercipta kedaulatan pangan, sesuatu capaian luar biasa apabila bisa terwujud.

Untuk menyelamatkan pabrik pupuk kimia tersebut bisa diubah menjadi pabrik atau produsen energi berupa blue hydrogen atau blue ammonia. Gas alam yang merupakan bahan bakar fossil dan menjadi bahan baku pupuk kimia tersebut dipisahkan unsur karbonnya sehingga didapat unsur hydrogen. Gas karbondioksida (CO2) yang telah dipisahkan dari gas alam selanjutnya ditangkap dan disimpan (CCS = Carbon Capture and Storage) sehingga tidak terlepas ke atmosfer. Dan karena bahan baku bahan bakar hydrogen tersebut berasal dari bahan bakar fossil tersebut maka disebut blue hydrogen, sedangkan apabila berasal dari bahan terbarukan seperti biomasa, air dan sebagainya maka disebut green hydrogen. Jadi bisa dikatakan blue hydrogen masih setengah fossil karena bahan baku dari sumber fossil dan green hydrogen sudah 100% dari sumber terbarukan. Senyawa hydrogen atau gas hydrogen memiliki ikatan atom berupa dua unsur hidrogen (H2) sebagai senyawa stabil di alam, dan untuk meningkatkan energinya gas hidrogen tersebut bisa dibuat ammonia (NH3) yakni dengan tiga ikatan hidrogen. Sama seperti istilah blue hydrogen di atas, ketika ammonia tersebut berasal dari bahan bakar fossil maka disebut blue ammonia dan apabila berasal dari bahan terbarukan istilahnya green ammonia. Perusahaan Jepang bahkan sudah membuat pembangkit listrik (generator) yang menggunakan 100% sebagai bahan bakarnya, untuk lebih detail baca disini

Upaya menggenjot sektor peternakan dengan integrasi dengan sektor pertanian bukanlah hal yang mudah. Faktor-faktor kemampuan akses pasar, teknik beternak, penyediaan pakan, manajemen dan bisnis peternakan adalah sejumlah hal menjadi penghambat terwujudnya visi kedaulatan pangan. Apalagi untuk inovasi-inovasi sehingga bisa berdaya saing level internasional. Faktor motivasi, kemauan yang rendah, budaya membaca dan belajar rendah, silaturahim untuk networking kurang, keberpihakan pemerintah dengan kebijakan untuk daya dukung kurang, dan sebagainya turut menghambat juga disisi lain. Tetapi dengan potensi SDA berlimpah dan kemauan kuat seharusnya kendala tersebut bisa diatasi, apalagi peternakan ruminansia khususnya domba kambing juga sangat dianjurkan dalam Islam sehingga sebagai muslim seharusnya akan semakin termotivasi. Hampir tidak ada ketika melakukan suatu usaha apapun apalagi untuk mewujudkan suatu gagasan besar tanpa halangan, karena memang sunatullahnya seperti itu. 

Sabtu, 23 April 2022

Beternak Domba Kambing atau Beternak Serangga ?

Menurut PBB populasi global diprediksi akan mencapai 9 milyar manusia pada 2050. Sektor pangan mencari solusi untuk defisit protein karena permintaan protein perkapita dan pertumbuhan populasi. Serangga adalah sumber protein yang dipromosikan baik pakan dan pangan. Sembilan milyar orang yang diprediksi tinggal di planet bumi tahun 2050 tersebut, butuh tambahan protein 250 juta ton per tahun atau naik 50% dibandingkan hari ini. Dan menurut FAO, jangkrik butuh pakan 6 kali lebih sedikit daripada sapi, empat kali lebih sedikit daripada domba, dan dua kali lebih sedikit dari babi dan ayam broiler untuk menghasilkan jumlah protein yang sama. Sejumlah perusahaan peternakan serangga telah bermunculan khususnya di Eropa untuk produksi protein dari serangga tersebut, bahkan telah ada organisasinya yang khusus dibentuk untuk hal tersebut yakni IPIFF (International Platform of Insects for Food and Feed). Sekitar sepertiga produksi serangga tersebut ternyata untuk pangan dan dua-pertiga untuk sumber protein pakan. Akankah kita muslim akan beternak serangga daripada domba untuk sumber protein ? Sebagai muslim, sebaiknya kita tidak perlu ikut makan jangkrik untuk mendapat asupan protein seperti yang banyak dipromosikan di barat tersebut. Jenis serangga yang diijinkan untuk dikembangbiakkan oleh komisi Eropa untuk maksud tersebut meliputi hanya 7 spesies serangga yakni 3 jenis jangkrik, 2 jenis ulat dan 2 jenis lalat. Kita pilih yang halalan thayiban yakni daging kambing dan domba.

Konsumsi daging domba kambing perkapita di Indonesia masih sangat rendah, yakni kurang dari 1 kg setiap tahunnya dan ini bisa jadi hanya saat Idul Adha atau hari raya Idul Qurban saja. Tentu saja hal ini sangat memprihatinkan sehingga konsumsinya perlu ditingkatkan. Padahal daging kambing domba ini adalah daging terbaik dan Rasulullah Muhammad SAW menyukainya. Protein adalah salah satu unsur penting bagi pangan manusia dan lebih spesifik daging domba kambing sebagai sumber protein memiliki keunggulan tersendiri, untuk lebih detail baca disini.  Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan umatnya untuk memelihara kambing domba ini karena adanya keberkahan. Domba kambing ini sangat terkait dengan praktek ibadah umat Islam yakni aqiqah dan qurban yang merupakan bagian dari syari'at Islam sampai hari kiamat, sehingga beternak domba kambing juga memiliki banyak keutamaan.

“ Peliharalah (manfaatkan) oleh kalian kambing kerana di dalamnya terdapat barakah.” [HR Ahmad] 

“Tidaklah seorang Nabi diutus melainkan ia menggembala kambing. Para sahabat bertanya, apakah engkau juga?”. Beliau menjawab, “iya, dahulu aku menggembala kambing penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath.”[HR. Al Bukhari, no. 2262] 

Abu Hurairah r.a. berkata: “Suatu ketika dihidangkan ke hadapan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam semangkuk bubur dan daging. Maka beliau mengambil bahagian lengan (dari daging tersebut), dan bahagian itulah yang paling disenangi oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam.” (HR. Muslim) 

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disuguhi daging. Bagian kaki (dari daging itu atau paha) diberikan kepada Beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukainya, maka beliau menggigit daging itu.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Dengan semakin berkembangnya kebun energi atau kebun legum maka peternakan domba kambing bisa semakin digalakkan. Masalah utama berupa ketersediaan pakan dan lebih khusus lagi sumber protein pakan menjadi mudah diatasi. Dengan demikian peternakan kapasitas besar juga sangat mungkin dikembangkan, karena juga kebutuhan daging domba-kambing ini juga sangat besar. Selain itu area perkebunan sawit Indonesia yang mencapai 15 juta hektar juga potensial untuk peternakan khususnya domba, untuk lebih detail baca disini. Dari sini bisa disimpulkan untuk antisipasi pertambahan penduduk tersebut umat Islam seharusnya bersungguh-sungguh dengan peternakan domba-kambing tersebut.

Peternakan Ruminansia dan Reklamasi Pasca Tambang

Untuk menyuburkan tanah pasca tambang, bahan organik atau kompos penting dan sangat dibutuhkan. Tanah atau lahan pasca tambang rusak dengan tingkat kesuburan sangat rendah sehingga perlu diolah (treatment) terlebih dahulu sebelum bisa ditanami. Pemilihan tanaman tergantung pada tujuan pemanfaatan lahan pasca tambang tersebut, apakah untuk pertanian, kehutanan ataukah yang lainnya. Penanaman pohon cepat tumbuh dan rotasi cepat yakni pohon kelompok legum adalah opsi terbaik. Selain kemampuan bertahan hidup, akarnya yang dalam juga mampu menanan erosi serta kemampuan bersimbiosis dengan azetobacter sehingga mengikat nitrogen dalam bintil akar sehingga menyuburkan tanah. Dan lebih jauh pohon legum tersebut bisa dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak (daunnya), bioenergy (kayunya) dan madu (bunganya).

Pembuatan peternakan berikut pendukungnya seperti kebun hijauan adalah ibarat pabrik amunisi untuk mereklamasi lahan pasca tambang tersebut. Semakin luas dan semakin cepat target waktu untuk mereklamasi lahan tersebut maka akan semakin besar peternakan yang dibutuhkan. Peternakan ruminansia dengan ribuan bahkan puluhan ribu ekor hewan ternak bisa dibuat dengan maksud tersebut. Walaupun tujuan utama untuk produksi kompos untuk reklamasi lahan pasca tambang tersebut tetapi manfaat tidak langsung dari peternakan tersebut juga tidak kalah besar. Bahkan dari usaha peternakan tersebut bisa mendapatkan keuntungan finansial yang besar. Masalah utama dan umum dihadapi oleh para pengusaha tambang adalah enggan melakukan reklamasi karena mengeluarkan biaya besar dan tidak memberikan keuntungan finansial. Tetapi ketika aktivitas reklamasi tersebut tidak mengurangi keuangan perusahaan apalagi memberikan keuntungan besar, tentu akan lain ceritanya. Besarnya volume pertambangan yang dilakukan juga seharusnya sebanding dengan perbaikan atau reklamasi pasca tambangnya.

Untuk memaksimalkan reklamasi tersebut biochar perlu digunakan. Penggunaan biochar akan membuat kompos di lahan pasca tambang tidak mudah hilang lepas tercuci oleh hujan, menjaga kelembaban tanah karena biochar mampu menahan air (water holding capacity), menaikkan pH tanah sehingga aktivitas mikroba tanah semakin optimal dan semakin banyak hara terserap tanaman, dan biochar juga akan menjadi rumah atau koloni bagi mikroba tanah sehingga semakin menyuburkan tanah. Sedangkan dari sisi mitigasi perubahan iklim, penggunaan biochar pada tanah tersebut juga akan menyimpan karbon (carbon sequestration) dalam waktu sangat lama, hingga ratusan tahun. Carbon credit dengan mekanisme carbon sink sebagai bagian dari aplikasi CCS (carbon capture and storage) juga bisa didapatkan. Pasar perdagangan karbon diprediksi akan semakin besar seiring kesadaran global akan perubahan iklim dan biochar sebagai salah satu solusinya juga semakin banyak diaplikasikan, diperbincangkan dan perhatian penduduk bumi.

Luasnya lahan pasca tambang yang mencapai jutaan hektar, tingginya kebutuhan daging dalam negeri dan juga pasar export, dan banyaknya limbah biomasa yang bisa dikonversi menjadi biochar seharusnya reklamasi pasca tambang menjadi prioritas bagi pengusaha tambang apalagi aktivitas reklamasi tersebut tidak mengurangi pundi-pundi keuntungan perusahaan tetapi malah memberi keuntungan lagi. Apabila hal ini bisa terlaksana maka kerusakan lingkungan akibat usaha pertambangan bisa diminimalisir. Memang manusia membutuhkan berbagai produk yang berasal dari pertambangan tersebut untuk memudahkan hidupnya, tetapi juga jangan sampai di sisi lain usaha pertambangan tersebut malah merusak lingkungan yang akan menimbulkan bencana dikemudian hari.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...