Selasa, 27 September 2022

Pengeringan Cangkang Sawit dengan Memanfaatkan Panas Limbah Pabrik Sawit dan Unit Biogas POME

Kebutuhan cangkang sawit atau PKS (palm kernel shell) semakin besar karena penggunaannya semakin meningkat dan beragam. Cangkang sawit bisa digunakan sebagai bahan bakar boiler di industri maupun pada pembangkit listrik. Selain itu juga bisa sebagai bahan baku untuk arang aktif (activated carbon) yang kebutuhannya juga terus meningkat, untuk lebih detail baca disini. Kecenderungan global untuk melakukan dekarbonisasi atau mengganti bahan bakar fossil dengan energi terbarukan termasuk bahan bakar biomasa khususnya cangkang sawit adalah daya dorong utama peningkatan kebutuhan cangkang sawit tersebut. Bahkan negara-negara kaya minyak dengan ekonomi digerakkan dari minyak (petrodollar) tersebut juga secara bertahap melakukan program dekarbonisasi tersebut. 

Untuk bisa digunakan sebagai bahan bakar maupun diolah lebih lanjut menjadi sejumlah produk turunan seperti torrified PKS, PKSC atau arang cangkang sawit dan activated carbon, cangkang sawit tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu. Proses pengeringan atau mengurangi kadar airnya sampai level tertentu membutuhkan energi. Cangkang sawit yang merupakan limbah pabrik sawit pada umumnya hanya ditimbun begitu saja di halaman belakang pabrik sawit, sehingga biasanya kotor dan basah berakibat pada harga jualnya menjadi murah. Apabila pabrik sawit tersebut bisa mengeringkan dan membersihkan cangkang sawitnya maka harga jualnya juga akan meningkat, sehingga ada nilai tambah sekaligus tambahan pendapatan bagi pabrik sawit tersebut. Sejumlah sumber energi dari panas limbah pabrik sawit bisa digunakan untuk proses pengeringan tersebut.

Panas adalah sumber energi yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan, baik panas yang dihasilkan secara langsung dari proses pembakaran atau dari panas limbah yang merupakan panas sisa dari pembakaran tersebut maupun sumber lain seperti listrik dan sebagainya. Pada operasional pabrik sawit ada sejumlah panas limbah yang bisa diambil atau dipanen atau dipulihkan sebagai sumber panas untuk pengeringan tersebut seperti panas dari pembakaran di boiler, panas dari steam turbine dan panas dari proses sterilisasi TBS. Apabila pabrik sawit tersebut juga mengolah limbah cairnya untuk produksi listrik, maka panas limbah dari pembakaran biogas pada generator juga bisa sebagai sumber panas untuk pengeringan cangkang sawit tersebut. Sejumlah sumber panas yang merupakan panas limbah tersebut apabila diintegrasikan maka jumlahnya besar sehingga bisa mencukupi untuk pengeringan cangkang sawit tersebut. 

Selain menghasilkan CPO sebagai produk utama, pabrik sawit pada umumnya juga menghasilkan palm kernel atau inti sawit. Saat ini masih sedikit pabrik CPO yang juga memiliki pabrik PKO, artinya pabrik sawit yang mengolah sabut untuk produksi CPO dan inti sawit untuk produksi PKO. Palm kernel atau inti sawit tersebut dihasilkan dari pemisahan palm kernel dengan atau inti sawit dengan cangkangnya. Pemisahan dilakukan dengan memecah cangkang sawit dalam nut cracker drum, selanjutnya bisa dipisahkan antara cangkang sawit dengan kernel atau intinya berdasarkan perbedaan berat jenis. Apabila pabrik sawit ingin mendapatkan nilai tambah dari cangkang sawitnya, maka begitu keluar dari pabrik sawit tersebut langsung masuk pengering (dengan panas limbah sebagai sumber panasnya) setlah itu dibersihkan dengan ayakan (screening) sehingga menjadi produk akhir berupa cangkang sawit yang kering dan bersih, sehingga nilai jualnya lebih tinggi. Ukuran cangkang dan serabut yang lolos ayakan (undersize), bisa digunakan juga sebagai bahan bakar boiler. Boiler pabrik sawit saat ini beroperasi menggunakan bahan bakar serabut (mesocarp fiber) dan sebagian cangkang sawit tersebut. Bahan yang reject berupa undersize tersebut bisa sebagai bahan bakar boiler sehingga cangkang sawit yang digunakan lebih sedikit.  

Sabtu, 17 September 2022

Reklamasi Lahan Pasca Tambang Dengan Bambu

Bambu adalah pohon yang mudah tumbuh, cepat tinggi dan memiliki banyak manfaat. Termasuk salah satunya adalah pemanfaatan pohon bambu untuk reklamasi lahan pasca tambang. Lahan pasca tambang yang rusak dan tandus memang tidak mudah untuk langsung ditanami. Perlu treatment atau upaya tertentu supaya lahan tersebut bisa untuk ditanami dengan tanaman yang juga tertentu pula. Ketika lahan tersebut sudah menjadi tanah subur, tentu saja hampir semua tanaman bisa ditanam di lahan tersebut. Dan untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan waktu dan proses yang tidak sebentar. 

Upaya perbaikan tanah dalam arti memperbaiki kesuburan tanah adalah hal pertama dilakukan sehingga tanaman bisa tumbuh dengan baik pada lahan tersebut. Tanaman yang bisa ditanam pada tahap ini juga hanya jenis tanaman tertentu saja seperti tanaman perintis berupa tanaman cepat tumbuh (fast growing species) seperti jenis legum. Dan bambu sebagai kelompok tanaman rumput-rumputan juga mudah ditanam dan tumbuh di lahan marjinal seperti lahan pasca tambang tersebut. Ketersediaan air, unsur hara yang mencukupi , pH atau keasaman tanah yang memadai adalah beberapa hal yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan optimal. 

Sebagai ilustrasi pasir adalah media tanam yang buruk karena hampir tidak ada hara didalamnya dan ini hampir sama dengan kondisi lahan pasca tambang pada umumnya. Zat-zat atau bahan-bahan organik perlu ditambahkan sehingga menjadi pupuk atau unsur hara bagi lahan tersebut. Kotoran hewan adalah bahan organik terbaik untuk hal tersebut sehingga integrasi dengan peternakan adalah konsep terbaik pada reklamasi lahan pasca tambang tersebut. Biochar dengan berbagai keunggulannya juga perlu ditambahkan pada lahan tersebut. Biochar bisa diproduksi dari limbah-limbah biomasa baik dari perkebunan, pertanian maupun kehutanan untuk maksud tersebut. Penggunaan biochar pada skala luas juga bisa memberikan penghasilan berupa carbon credit karena biochar yang diaplikasikan ke tanah sebagai carbon sink dengan carbon sequestration. 

Pohon bambu sebagai jenis tanaman rumput-rumputan memiliki akar serabut. Rumpun bambu yang besar memiliki jaringan akar serabut yang besar juga. Suksesnya perakaran bambu menjadi salah satu kunci pertubuhan bambu. Penggunaan biochar pada pembibitan bambu juga akan memperbaiki perakaran bibit bambu yang dihasilkan. Sedangkan pada perkebunan bambu, penggunaan biochar juga memiliki banyak manfaat apalagi pada lahan pasca tambang tersebut hasilnya akan terlihat lebih riil, seperti menjaga kelembaban, unsur hara lebih tersedia, pH tanah tidak masam dan sebagainya. Biochar bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan tanah, sehingga penggunaanya bisa pada pembibitannya maupun pada perkebunannya. 

Saat ini sejumlah perusahaan tambang telah melakukan reklamasi lahan dengan pohon tersebut, tetapi sebagian besar masih ujicoba dan belum memiliki konsep yang komprehensif. Reklamasi lahan pasca tambang dengan bambu diperkirakan dimulai sejak tahun 2010 atau sudah berlangsung sekitar 12 tahun sampai saat ini. Sejumlah spesies bambu juga telah diidentifikasi cocok untuk lahan pasca tambang tersebut. Scale up atau perbesaran kapasitas menjadi penting dan tantangan saat ini apalagi didukung informasi 12 tahun reklamasi dengan pohon bambu tersebut. Dengan perbesaran kapasitas tersebut selain produksi bambu bisa mencapai prduksi komersial juga aplikasi biochar akan juga menemukan manfaat optimumnya yakni perbaikan kesuburan tanah dan carbon sink (carbon sequenstration).

Pemanfaatan bambu terutama adalah aspek yang belum mendapat perhatian secara serius pada proyek-proyek reklamasi tersebut. Padahal hanya dengan disertai pemanfaatan bambu yang merupakan produk perkebunan tersebut maka upaya reklamasi tersebut bisa diketahui memberi keuntungan ekonomi atau tidak. Tidak adanya perhatian serius terhadap pemanfaatan bambu tersebut diperkirakan karena reklamasi bambu tersebut masih dalam taraf ujicoba dengan luasan yang kecil. Tetapi jika sudah diupayakan secara profesional maka aspek ekonomi akan menjadi perhatian penting. 

Pemanfaatan bambu misalnya adalah dengan dibuat menjadi rumah-rumah penduduk di sekitar tambang. Dengan bambu ditreatment terlebih dahulu dan juga menggunakan seni arsitektur bangunan maka rumah bambu yang dihasilkan akan berkualitas, dalam pengertian kokoh dan indah dan jauh dari kesan murahan. Hal ini akan mengurangi penggunaan kayu tertentu untuk rumah yang beberapa jenisnya sudah terbatas jenisnya seperti kayu ulin di Kalimantan. Memang ada banyak cara pemanfaatan bambu tersebut, tetapi perlu dipilih yang terbaik berdasarkan kondisi dan situasi terkait. Peternakan ruminansia terutama untuk produksi bahan organik atau pupuk lahan juga akan membutuhkan kandang-kandang atau dalam penggembalaan rotasi juga dibutuhkan tiang-tiang untuk paddock. Kandang-kandang dan tiang-tiang tersebut juga bisa dibuat dengan produk bambu tersebut.   

Dan ketika produksi bambu digunakan untuk produksi biomasa dan lalu digunakan untuk produksi biochar, maka hal tersebut juga dimungkinkan secara teknis. Tetapi secara ekonomi perlu dikaji apakah juga memberi keuntungan, baik dari efek perbaikan kesuburan tanah maupun carbon credit. Pada hal ini, hal yang paling utama adalah produksi biomasa itu sendiri sehingga spesies bambu yang menghasilkan biomasa terbanyaklah yang dipilih. Semakin banyak tanah-tanah yang bisa diperbaiki dengan treatment biochar, maka akan semakin banyak tanah yang bisa dipulihkan (recovery) sehingga menjadi tanah-tanah produktif. Ketika tanah telah kembali subur berbagai tanaman pangan juga sangat dimungkinkan ditanam di lahan tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk juga menuntut lebih banyak kebutuhan pangan, sehingga produksi pangan perlu ditingkatkan, termasuk penggunaan tanah-tanah yang bisa dipulihkan tersebut.


Minggu, 11 September 2022

Produksi Wood Pellet dari Limbah HTI Akasia

Hutan atau kebun akasia di Indonesia diperkirakan mencapai 2 juta hektar dan hampir semua hutan akasia tersebut untuk menyuplai pabrik pulp and paper. Setiap pabrik pulp and paper selalu memiliki hutan akasia dengan luasan ribuan hektar untuk memenuhi pabrik pulp and paper tersebut. Kayu akasia dengan diameter minimal 8 cm digunakan sebagai bahan baku tersebut, sedangkan yang memiliki diameter lebih kecil dari itu hanya sebagai limbah saja. Setelah pohon ditebang selanjutnya dilakukan penanaman baru (replanting). Apabila setiap satu hektar dihasilkan 20 ton limbah kayu akasia, maka dengan luasan 20.000 hektar sudah dihasilkan 400.000 ton limbah kayu akasia. Luasan 20.000 hektar perkebunan akasia bukanlah sesuatu yang terlalu besar, hal ini karena ada sejumlah pemegang konsesi HTI (hutan tanaman industri) yang luasnya mencapai ratusan ribu hektar, sehingga volume limbah kayu yang dihasilkan juga sangat besar. Limbah kayu tersebut sangat potensial untuk produksi wood pellet. Kebutuhan wood pellet juga semakin meningkat seiring program dekarbonisasi atau subtitusi bahan bakar fossil.

Produk-produk kayu berasal dari bagian-bagian pohon yang berbeda, setiap pohon memiliki potensi unik, tergantung sejumlah faktor diantaranya diameter dan kelurusan dari batang.Pada pohon akasia diameter batang adalah parameter utama.

Untuk produksi wood pellet bisa menggunakan bahan baku dari limbah kayu maupun kayu-kayu yang seharga kayu limbah. Hal inilah mengapa kayu-kayu yang berharga atau memiliki ekonomi tinggi tidak cocok untuk produksi wood pellet (ditinjau dari aspek ekonomi). Pengguna wood pellet terutama untuk pembangkit listrik sehingga volume kebutuhannya besar. Kayu – kayu limbah seperti dari perkebunan akasia ini sangat potensial dan cocok untuk produksi wood pellet kapasitas besar tersebut. Selain Jepang dan Korea sebagai pasar wood pellet terbesar di Asia, saat ini Eropa juga semakin didorong untuk menggunakan wood pellet. Terjadinya perang Rusia – Ukraina adalah salah satu daya dorongnya. Ketergantungan bahan bakar fosil dari Rusia menjadi perhatian negara-negara Eropa khususnya sehingga dorogan untuk menggunakan energi terbarukan semakin besar. Biomasa khususnya wood pellet juga memiliki porsi besar dalam rencana penggunaan energi terbarukan di Eropa khususnya dalam RED (Renewable Energy Directive) II. Bahkan dalam kondisi perang saat ini kebutuhan wood pellet untuk pemanas ruangan juga semakin besar, walaupun untuk segmen ini terutama kayu bakar adalah bahan bakar utama mereka. Dengan terganggunya pasokan energi dari Rusia maka diprediksikan bahwa musim dingin kali ini akan menjadi musim dingin yang berat di Eropa. 

Sabtu, 03 September 2022

PKSC Untuk Produksi Activated Carbon

Produksi cangkang sawit Indonesia dan Malaysia sangat besar, yakni lebih dari 15 juta ton setiap tahunnya yang berasal dari limbah pabrik kelapa sawit. Ada sekitar 20 juta hektar perkebunan sawit dari kedua negara (Indonesia dan Malaysia) tersebut sebagai sumber kelapa sawit dan merupakan yang terbesar di dunia saat ini. Pemanfaatan cangkang sawit bisa dioptimalkan untuk produksi activated carbon tersebut. Permintaan activated carbon diprediksi terjadi peningkatan sekitar 10% pertahun dan kebutuhan mencapai hampir 4 juta ton pada tahun 2021 senilai 8,12 milliar USD, sedangkan data pada tahun 2015 tercatat produksi activated carbon global sekitar 2,7 juta ton senilai 4,74 milliar USD. Powdered activated carbon (PAC) memiliki pangsa pasar terbesar diikuti granular activated carbon (GAC). Tingginya kebutuhan PAC terutama didorong oleh kebutuhan di sejumlah industri seperti kimia, petrokimia, makanan dan minuman untuk aplikasi decolorizarion dan deodorization. Lebih khusus lagi penggunaan pada fase cair memiliki porsi terbesar. 


Tetapi memang diakui bahwa tempurung kelapa (coconut shell) adalah bahan favorit untuk produksi arang aktif saat ini, dan cangkang sawit (palm kernel shell) sepertinya akan menjadi prioritas berikutnya. Luas perkebunan kelapa Indonesia diperkirakan sekitar 3,7 juta hektar sehingga jumlah tempurung kelapa yang bisa dijadikan arang aktif (activated carbon) juga tidak sebanyak dari cangkang sawit karena luas perkebunan kelapa sawit Indonesia juga telah mencapai kurang lebih 15 juta hektar. Dengan luas perkebunan kelapa 3,7 juta hektar tempurung kelapa memiliki komposisi 12% dari buah kelapa sehingga total tempurung kelapa yang bisa dihasilkan berkisar 23.000 ton/tahun. Hal ini sangat kontras dengan cangkang sawit yang potensinya mencapai puluhan juta ton setiap tahunnya.

Karakteristik tempurung kelapa juga hampir sama dengan cangkang sawit. Demikian juga untuk penggunaan activated carbon yang mementingkan faktor berupa kekerasan dan kadar abu. Semakin keras bahannya dan semakin kecil kandungan abunya akan membuat kualitas activated carbon yang dihasilkan semakin baik. Saat ini ada kebutuhan arang cangkang sawit / PKSC (Palm Kernel Shell Charcoal) sebanyak 20.000 ton/tahun untuk bahan baku produksi activated carbon tersebut. Group-group perusahaan sawit yang memiliki sejumlah pabrik sawit (1 group perusahaan sawit memiliki 5 pabrik sawit adalah hal yang biasa di Indonesia) ataupun pihak swasta lain dengan mengambil bahan baku cangkang sawit / PKS dari pabrik-pabrik sawit tersebut untuk bisa memproduksi PKSC atau arang cangkang sawit untuk dieksport sebagai bahan baku untuk produksi activated tersebut. Penggunaan alat karbonisasi (pyrolysis) berkapasitas besar yang bekerja secara kontinyu dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Hal ini akan menjadi pengembangan usaha bagi perusahaan sawit tersebut dan semakin ramah lingkungan karena semakin sedikit limbah biomasa padat yang dihasilkan.   

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...