Senin, 06 Maret 2023

Mengembangkan Sentra Produksi Wood Pellet di Indonesia

Lahan yang luas dan beriklim tropis dengan sinar matahari sepanjang tahun dan curah hujan tinggi adalah anugerah Allah SWT yang membuat Indonesia seharusnya menjadi sentra biomasa dunia. Produk-produk berbasis biomasa seperti energi dan pakan ternak sangat relevan pada era bioeconomy yang diprediksi akan menjadi trend dunia tidak lama lagi. Optimalisasi potensi harus dilakukan apalagi memang sudah sangat sejalan dan relevan dengan trend dunia (dekarbonisasi & sustainibility) pada umumnya dan kondisi spesifik nasional Indonesia pada khususnya. Di lain sisi kita bisa melihat sejumlah negara yang mayoritas ekonominya bergantung pada energi fosil khususnya migas seperti Arab Saudi dan Qatar atau negara teluk pada umumnya harus memutar haluan untuk berjuang mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam tersebut. Upaya untuk realisasi /implementasi dan akselerasi seharusnya segera dilakukan, walaupun sebenarnya sedikit terlambat dibandingkan negara di Asia Tenggara lainnya khususnya Vietnam, untuk lebih detail bisa dibaca disini, tetapi mengingat potensi dan arah ekonomi dunia mendatang, tentu selain mendesak juga penting untuk dilakukan. 

Sebagai referensi pengembangan industri wood pellet di Indonesia, kita bisa ambil contoh negara di Amerika Utara yakni Kanada khususnya di provinsi British Columbia. Provinsi tersebut memiliki konsentrasi tertinggi atau paling banyak terdapat pabrik wood pellet, yang diperkirakan mencapai sekitar 70% dari produksi negara tersebut. Dari penelitian yang dilakukan didapat bahwa 85% sumber bahan baku wood pellet yang digunakan adalah limbah sawmill/penggergajian kayu dan 15% sisanya berupa limbah hutan. Dan dari limbah hutan tersebut bisa dirinci lagi menjadi 11% kayu bulat kualitas rendah dan 4% tanaman semak. Jadi semua bahan baku yang digunakan di provinsi tersebut menggunakan limbah-limbah kayu yang dihasilkan dari sawmill / penggergajian kayu dan sisa-sisa dari hutan. Produksi wood pellet pada dasarnya memang harus menggunakan bahan baku dari limbah-limbah kayu ataupun kayu yang seharga kayu limbah. 

Dengan pemanfaatan limbah-limbah tersebut maka selain mengatasi pencemaran lingkungan bahkan operasional sawmill / penggergajian kayu menjadi zero waste, juga memberi tambahan pendapatan atau keuntungan ekonomi yang nilainya cukup besar. Limbah-limbah hutan di Indonesia seperti dari perkebunan akasia potensial dijadikan untuk produksi wood pellet tersebut. Sebagai contoh dengan perkebunan akasia, apabila setiap satu hektar dihasilkan 20 ton limbah kayu akasia, maka dengan luasan 20.000 hektar sudah dihasilkan 400.000 ton limbah kayu akasia. Luasan 20.000 hektar perkebunan akasia bukanlah sesuatu yang terlalu besar, hal ini karena ada sejumlah pemegang konsesi HTI (hutan tanaman industri) yang luasnya mencapai ratusan ribu hektar, sehingga volume limbah kayu yang dihasilkan juga sangat besar. Hutan atau kebun akasia di Indonesia diperkirakan mencapai 2 juta hektar dan hampir semua hutan akasia tersebut untuk menyuplai pabrik pulp and paper. Setiap pabrik pulp and paper selalu memiliki hutan akasia dengan luasan ribuan hektar untuk memenuhi pabrik pulp and paper tersebut. Kayu akasia dengan diameter minimal 8 cm digunakan sebagai bahan baku tersebut, sedangkan yang memiliki diameter lebih kecil dari itu hanya sebagai limbah saja. Setelah pohon ditebang selanjutnya dilakukan penanaman baru (replanting). 

Produk-produk kayu berasal dari bagian-bagian pohon yang berbeda, setiap pohon memiliki potensi unik, tergantung sejumlah faktor diantaranya diameter dan kelurusan dari batang.Pada pohon akasia diameter batang adalah parameter utama.
Demikian juga pada industri penggergajian kayu, selain limbah berupa serbuk gergaji / sawdust, limbah kayu seperti potongan kayu juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi wood pellet tersebut. Setiap tahap proses industri sawmill / penggergajian kayu akan menghasilkan limbah kayu, dengan bentuk bervariasi, ukuran, jumlah dan penggunaan. Estimasi limbah kayu dihasilkan dari sawmill / penggergajian kayu sekitar 40%. Faktor-faktor seperti ketrampilan pekerja, pengalaman operator, kondisi peralatan dan bentuk kayu berpengaruh terhadap limbah kayu yang dihasilkan. Berdasarkan pada prosentase limbah di atas, sawmill yang mengolah 1000 m3/bulan kayu bulat (log) akan menghasilkan total sekitar 400 m3/bulan limbah kayu. Rincian lebih detail seperti tabel dibawah ini :


 

Kebun energi adalah opsi lain bahkan merupakan opsi ideal untuk produksi wood pellet tersebut. Hal ini karena volume besar dan ketersediaannya bisa lebih terjamin, daripada mengumpulkan limbah-limbah kayu tersebut. Dengan kebun energi tersebut akan didapat bahan baku berupa kayu yang harganya seharga kayu limbah. Ribuan hingga puluhan ribu hektar kebun energi bisa dibangun untuk maksud tersebut. Selain kayu yang merupakan produk utama kebun energi tersebut, produk samping yang nilainya juga tidak kecil yakni dari daun untuk pakan ternak dan madu untuk peternakan lebah. Optimalisasi pemanfaatan seluruh pohon tersebut akan memberi nilai tambah maksimal dari pemanfaatan lahan tersebut. Daerah-daerah Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua bisa menjadi sentra produksi wood pellet seperti provinsi British Columbia di Kanada tersebut.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...