Minggu, 30 Juli 2023

Green Economy Pada Industri Semen Bagian 5 : Meningkatkan Produksi dan Menurunkan Emisi

Meningkatkan kapasitas produksi tetapi sekaligus menurunkan emisi CO2 (karbondioksida, gas rumah kaca dominan) kedengarannya adalah suatu hal yang bertentangan / paradoksial. Hal tersebut memang secara sepintas seperti itu. Tetapi dengan program dekarbonisasi atau CO2 removal (CDR) upaya menurunkan emisi tersebut bisa dilakukan sekaligus meningkatkan produksi semennya. Seberapa besar target penurunan emisi dan kenaikan produksi semennya akan tergantung pada seberapa besar upaya dekarbonisasi yang dilakukan. Semakin besar penurunan emisi biasanya akan membutuhkan biaya yang tidak murah juga. Hal itulah sehingga upaya penurunan emisi sekaligus menaikkan produksi juga harus dilakukan secara bertahap dengan strategi tertentu. 

Pabrik semen adalah industri yang secara global berkontribusi pada peningkatan CO2 sebesar lebih dari 6% secara global. Tetapi ada keunikan pada pabrik semen ini yakni sebagian besar emisi CO2 yang dihasilkan bukan berasal dari penggunaan bahan bakar, tetapi dari proses kalsinasi. Prosentase CO2 yang dihasilkan dari proses kalsinasi mencapai sekitar 60% sedangkan dari penggunaan bahan bakar hanya sekitar 40% nya. Bahan bakar fosil yang biasa digunakan pada pabrik semen adalah batubara dan petcoke, yang mana keduanya merupakan dua bahan bakar fosil yang paling banyak mencemari udara. Bahkan di sejumlah daerah pabrik semen adalah pengguna batubara terbesar. Pabrik semen yang berdekatan dengan kilang-kilang minyak akan lebih banyak menggunakan petcoke tersebut.

Program dekarbonisasi atau upaya menurunkan emisi CO2 yang bisa dilakukan pada pabrik semen yakni peningkatan efisiensi energi, penggunaan bahan subtitusi clinker, penggunaan energi alternatif / energi terbarukan, dan penggunaan CCUS (Carbon Capture Utilization and Storage). Dengan karakteristik tersebut sehingga dekarbonisasi total pada industri semen tidak bisa dilakukan dengan penggunaan teknologi efisiensi terbaik saja ataupun dengan penggantian bahan bakarnya saja. Sedangkan penggunaan bahan substitusi clinker dan CCUS sangat penting di antara teknologi-teknologi lainnya untuk mencapai emisi mendekati nol pada produksi semen. 

Skenario terbaik untuk meningkatkan produksi dan menurunkan emisi bisa dilakukan dengan penggunaan peningkatan efisiensi energi yang jauh lebih tinggi dengan menggunakan teknologi yang tersedia secara komersial,  penggunaan bahan bakar yang lebih agresif ke bahan bakar yang rendah karbon atau bahkan karbon netral, penggunaan dosis bahan subtitusi clinker lebih tinggi, serta mengadopsi penggunaan teknologi-teknologi CCUS yang tersedia secara komersial dengan porsi lebih tinggi.

Dan perlu dicatat bahwa semua disarankan peningkatan dalam skenario terbaik ini dapat dicapai dengan mengimplementasikan teknologi yang sudah tersedia secara komersial dan sebagian besar juga mesti hemat biaya. Sedangkan untuk CCUS, sementara teknologi tersedia secara komersial, tetapi implementasi membutuhkan investasi besar yang menuntut insentif keuangan atau harga karbon lebih tinggi. Tetapi di sisi lain CCUS memiliki kontribusi terbesar terhadap penurunan CO2, diikuti oleh penggunaan bahan subtitusi clinker dan  peralihan bahan bakar ke bahan bakar rendah karbon atau bahkan karbon netral. Dan penggunaan teknologi peningkatan efisiensi memiliki kontribusi terkecil pada penurunan emisi CO2. Hal ini terutama karena emisi terkait proses dari kalsinasi terhitung sekitar 60% dari total emisi CO2 dan hal tersebut tidak terkait dengan penggunaan energi.  

 

Kamis, 20 Juli 2023

EFB Pellets dengan Potassium (K) dan Chlorine (Cl) Rendah Untuk Pembangkit Listrik

Pabrik-pabrik sawit yang memiliki excess energy khususnya energi listrik akan lebih leluasa untuk mengembangkan bisnisnya. Kelebihan energi listrik tersebut bisa saja berasal dari produksi listrik yang berasal dari pemanfaatan biogas. Limbah cair (pome) dari pabrik sait adalah bahan baku untuk produksi biogas tersebut. Pabrik sawit dengan kapasitas produksi 30 ton TBS/jam akan mampu menghasilkan listrik 1 MW dan demikian seterusnya. Salah satu produk yang bisa diolah dari pemanfaatan limbah padat sawit sekaligus juga pengembangan usaha tersebut dengan memanfaatkan excess energy tersebut adalah pellet tankos atau EFB Pellet. Dengan tinggi harga cangkang sawit atau PKS dan wood pellet, maka daya dorong atau kebutuhan EFB pellet semakin meningkat. Kesadaran global terkait dekarbonisasi atau CO2 removal (CDR) atau CO2 reduction adalah daya dorong utamanya.

Selain itu produksi EFB pellet juga bisa dilakukan oleh perusahaan tersendiri dengan membeli bahan baku tankos atau EFB dari pabrik-pabrik sawit. Dengan kondisi di Indonesia dimana masih sangat sedikit pabrik-pabrik sawit yang memiliki unit biogas sehingga ada suplai listrik dan bisa mengolah EFB menjadi EFB pellet, maka EFB masih banyak yang belum dimanfaatkan dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Hal ini membuat perusahaan produsen EFB pellet tidak perlu kuatir terhadap pasokan bahan baku EFB atau tankos tersebut. Bahkan karena jumlah atau volume EFB atau tankos sangat banyak, pabrik EFB pellet akan kewalahan terhadap melimpahnya bahan baku tersebut.  

Tetapi karena kandungan EFB atau tankos (ash chemistry) yang tinggi akan potassium dan chlorine maka penggunaan EFB pellet menjadi terbatas atau hanya bisa digunakan pada tipe pembangkit listrik tertentu khususnya stoker dan fluidized bed. Padahal sebagian besar pembangkit listrik saat ini menggunakan teknologi pulverized combustion. Hal tersebut sehingga kandungan kimia abu pada tankos atau EFB harus dibuat seramah mungkin dengan boiler khususnya yang berteknologi pulverized combustion tersebut. Hal tersebut bisa dilakukan sehingga kandungan kimia abu berupa potassium  (K) dan chlorine (Cl) hanya skurang dari 2000 ppm. Potasium atau kalium (K) dengan titik leleh rendah menyebabkan terjadinya deposit atau kerak pada pipa penukar panas (Heat Exchanger) di boiler sehingga efisiensi pertukaran panas menurun sedangkan chlorine (Cl) bersifat korosif sehingga memperpendek umur pakai peralatan. Treatment yang dilakukan bahkan sukses mengurangi K dan Cl hingga 80% sehingga masalah pengotoran (fouling thickness) dan korosivitas juga berkurang 80%.  Dengan jumlah pabrik sawit di Indonesia yang mencapai sekitar 1000 unit tentu jumlah tankos atau EFB yang bisa diolah menjadi EFB pellet juga sangat besar.  

Rabu, 12 Juli 2023

Reklamasi Pasca Tambang dengan Revegetasi Kebun Energi untuk Produksi Wood Pellet

Revegetasi adalah salah satu opsi untuk reklamasi pasca tambang. Pilihan opsi revegetasi juga memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu selain aspek lingkungan, sosial dan tentu saja aspek ekonomi atau bisnisnya. Visi ke depan berupa keberlanjutan (sustainibility) adalah faktor penting untuk reklamasi pasca tambang khususnya revegetasi tersebut. 

Revegetasi dengan perkebunan sawit adalah salah satu opsi revegetasi yang cukup populer. Hal ini karena produk minyak sawit (CPO) dan turunannya laku keras di pasaran. Tetapi prasyarat lahan dan biaya operasional perkebunan sawit itu sendiri tidak mudah dan murah. Pilihan revegetasi dengan tanaman lain seharusnya menjadi pertimbangan juga.

Pembuatan kebun energi dari tanaman rotasi cepat dan trubusan (short rotation coppice) bisa menjadi pertimbangan. Hal ini karena prasyarat lahan dan operasional jauh lebih mudah dan murah. Bahkan dalam jangka panjang penggunaan lahan tersebut juga akan memperbaiki kualitas lahannya.  Produk dari kebun energi juga akan menjadi trend dunia dan solusi iklim global saat ini yakni wood pellet. Sedangkan produk samping berupa pakan ternak (pellet pakan atau hay) dan madu dari peternakan lebah menjadi produk samping yang tidak kalah menarik.

Luasnya lahan pasca tambang yang mencapai jutaan hektar, tentu menjadi potensi sangat menarik untuk pengembangan kebun energi tersebut. Kebutuhan bioenergi khususnya wood pellet juga semakin besar seiring program dekarbonisasi global. Demikian juga kebutuhan pakan ternak yang menjadi mata rantai kebutuhan pangan manusia khususnya daging atau protein. Upaya meningkatkan nilai guna lahan, pencegahan bencana alam, penyerapan lapangan kerja dan keuntungan ekonomi adalah daya dorong untuk revegetasi reklamasi dengan kebun energi tersebut. 

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...