Kamis, 20 Juli 2023

EFB Pellets dengan Potassium (K) dan Chlorine (Cl) Rendah Untuk Pembangkit Listrik

Pabrik-pabrik sawit yang memiliki excess energy khususnya energi listrik akan lebih leluasa untuk mengembangkan bisnisnya. Kelebihan energi listrik tersebut bisa saja berasal dari produksi listrik yang berasal dari pemanfaatan biogas. Limbah cair (pome) dari pabrik sait adalah bahan baku untuk produksi biogas tersebut. Pabrik sawit dengan kapasitas produksi 30 ton TBS/jam akan mampu menghasilkan listrik 1 MW dan demikian seterusnya. Salah satu produk yang bisa diolah dari pemanfaatan limbah padat sawit sekaligus juga pengembangan usaha tersebut dengan memanfaatkan excess energy tersebut adalah pellet tankos atau EFB Pellet. Dengan tinggi harga cangkang sawit atau PKS dan wood pellet, maka daya dorong atau kebutuhan EFB pellet semakin meningkat. Kesadaran global terkait dekarbonisasi atau CO2 removal (CDR) atau CO2 reduction adalah daya dorong utamanya.

Selain itu produksi EFB pellet juga bisa dilakukan oleh perusahaan tersendiri dengan membeli bahan baku tankos atau EFB dari pabrik-pabrik sawit. Dengan kondisi di Indonesia dimana masih sangat sedikit pabrik-pabrik sawit yang memiliki unit biogas sehingga ada suplai listrik dan bisa mengolah EFB menjadi EFB pellet, maka EFB masih banyak yang belum dimanfaatkan dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Hal ini membuat perusahaan produsen EFB pellet tidak perlu kuatir terhadap pasokan bahan baku EFB atau tankos tersebut. Bahkan karena jumlah atau volume EFB atau tankos sangat banyak, pabrik EFB pellet akan kewalahan terhadap melimpahnya bahan baku tersebut.  

Tetapi karena kandungan EFB atau tankos (ash chemistry) yang tinggi akan potassium dan chlorine maka penggunaan EFB pellet menjadi terbatas atau hanya bisa digunakan pada tipe pembangkit listrik tertentu khususnya stoker dan fluidized bed. Padahal sebagian besar pembangkit listrik saat ini menggunakan teknologi pulverized combustion. Hal tersebut sehingga kandungan kimia abu pada tankos atau EFB harus dibuat seramah mungkin dengan boiler khususnya yang berteknologi pulverized combustion tersebut. Hal tersebut bisa dilakukan sehingga kandungan kimia abu berupa potassium  (K) dan chlorine (Cl) hanya skurang dari 2000 ppm. Potasium atau kalium (K) dengan titik leleh rendah menyebabkan terjadinya deposit atau kerak pada pipa penukar panas (Heat Exchanger) di boiler sehingga efisiensi pertukaran panas menurun sedangkan chlorine (Cl) bersifat korosif sehingga memperpendek umur pakai peralatan. Treatment yang dilakukan bahkan sukses mengurangi K dan Cl hingga 80% sehingga masalah pengotoran (fouling thickness) dan korosivitas juga berkurang 80%.  Dengan jumlah pabrik sawit di Indonesia yang mencapai sekitar 1000 unit tentu jumlah tankos atau EFB yang bisa diolah menjadi EFB pellet juga sangat besar.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...