Indonesia terkenal dengan negeri rayuan pulau kelapa. Hal ini karena begitu luasnya perkebunan kelapa di Indonesia yang mencapai sekitar 3,7 juta hektar dengan sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Luasnya perkebunan kelapa tersebut menempatkan Indonesia sebagai pemilik perkebunan kelapa terluas di dunia, dan Philipina menempati peringkat kedua. Pohon kelapa terutama tumbuh di sepanjang pantai, dan memang Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Walaupun luas perkebunan kelapa Indonesia no 1 di dunia tetapi produktivitasnya masih kalah dengan Philipina, sehingga Philipina juga sebagai produsen kelapa no 1 di dunia. Industri kelapa di Philipina juga lebih maju daripada Indonesia. Indonesia disini lain lebih memprioritaskan kelapa sawit dibanding kelapa. Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia saat ini sekitar 15 juta hektar atau lebih dari 4 kali luas perkebunan kelapanya.
Khusus untuk produk VCO untuk pasar export selain butuh spesifikasi atau kualitas yang lebih baik juga pada umumnya diwajibkan dengan disertai sertifikasi organik. Sertifikasi organik tersebut adalah sesuatu hal yang tidak mudah apalagi untuk usaha kecil. Informasi dari APCC (Asia Pacific Coconut Community) bahwa Philipina adalah produsen terbesar VCO saat ini walaupun luas kebun kelapa masih dibawah Indonesia dengan volume export terus bertambah. Tercatat bahwa export VCO Philipina pada tahun 2006 sebanyak 461 ton selanjutnya sembilan tahun kemudian yakni pada tahun 2015 meningkat menjadi 36.313 ton. Industri kelapa di Philipina juga lebih berkembang daripada di Indonesia, hal ini nampak dari banyaknya komoditas exportnya dari produk kelapa. Philipina mengeksport 30 macam produk kelapa sedangkan Indonesia hanya 14 macam produk.
Kelapa ibarat macan tidur. Sebagai negara tropis dengan garis pantai terpanjang di dunia, “macan tidur” perlu dibangunkan. Potensi besar itu harus dibangkitkan, bukan melenakkan, sehingga industrialisasi berbasis kelapa harus digenjot apalagi produktivitas kebun kelapa Indonesia terus menurun, ditambah bonus demografi sehingga potensi sumber daya alam harus dioptimalkan, dan visi Indonesia emas 2045. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi bencana demografi karena tidak dikelola dan diarahkan dengan benar. Jangan sampai Indonesia emas menjadi Indonesia besi tua atau bahkan Indonesia cemas. Optimalisasi sumber daya alam berwawasan lingkungan yang berkelanjutan adalah solusi ekonomi masa depan yang harus menjadi perhatian bersama.