Jumat, 23 Februari 2024

Perusahaan Batubara dan Pengembangan Usaha Baru di Energi Terbarukan (Wood pellet dan PKS)

Photo diambil dari sini

Batubara adalah bahan bakar fossil sebagai salah satu penyebab utama terjadinya gas rumah kaca khususnya CO2 yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Walaupun bahan bakar ini murah dan tersedia masih cukup melimpah di Indonesia tetapi penggunaannya akan semakin dikurangi seiring waktu untuk mencapai kondisi aman bumi. Indonesia adalah penghasil batubara terbesar no 5 di dunia dengan produksi berkisar 570 juta ton per tahun dengan cadangannya mencapai 38 miliar ton yang produksi utama berada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sebuah perusahaan batubara besar di Indonesia setiap tahun bisa memproduksi batubara sebanyak 50 juta ton.

Kebijakan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil khususnya batubara juga terus dilakukan secara global. Untuk Asia sebagai contoh Jepang dan Korea dengan Feed in Tarrif dan Renewable Portofolio Standardnya (RPS) terdepan dalam penggunaan energi terbarukan khususnya wood pellet. Sedangkan di Eropa dengan Renewable Energy Directive II (RED II) energi terbarukan ditargetkan mencapai 32% pada tahun 2030, bahan bakar biomasa diprediksikan mencapai sekitar 75% dari porsi energi terbarukan tersebut dan targetnya batubara total tidak digunakan pada 2050. Jerman mengumumkan untuk tidak menggunakan batubara pada 2038, UK bahkan mentargetkan tidak lagi mengunakan batubara untuk produksi listriknya mulai Oktober tahun 2024. Amerika Utara yakni Amerika Serikat dan Kanada sebagai anggota G7 juga berkomitmen mengurangi konsumsi batubara, bahkan Kanada pada 2018 mengumumkan peraturan untuk tidak lagi menggunakan batubara untuk pembangkit listrik pada 2030. Di sisi lain proyek pembangunan pembangkit listrik batu bara yang dibiayai China di berbagai negara berguguran.Ditambah lagi negara G7 (Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat) gencar memblokir penggunaan batu bara. Negara-negara yang masih mendukung penggunaan batu bara, seperti China dan Indonesia, semakin terisolasi dan bisa menghadapi lebih banyak tekanan untuk menghentikan kegiatan tersebut.

Melihat trend energi dunia yang mulai melakukan dekarbonisasi maka banyak perusahaan batubara yang kemudian mengembangkan usaha baru di sektor energi terbarukan. Sejumlah perusahaan batubara diketahui telah berencana untuk produksi wood pellet kapasitas besar dan juga menjadi eksportir cangkang sawit (pks / palm kernel shell). Dan melihat trend global penggunaan energi terbarukan yang terus meningkat khususnya bahan bakar biomasa tersebut maka bisa jadi dalam waktu dekat mereka akan segera mengeksekusi rencana tersebut. Dengan keuntungan besar dari bisnis batubara maka pengembangan usaha baru tersebut juga seharusnya lebih mudah. 

Bagi produsen-produsen batubara tersebut yang memang bidang usahanya dibidang energi, maka memasarkan produk bahan bakar biomasa tersebut juga seharusnya bukan hal sulit. Wood pellet maupun cangkang sawit / pks bisa digunakan untuk bahan bakar pada pembangkit listrik sama seperti batubara.  Bahkan pada sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara juga menggunakan bahan bakar biomasa tersebut dalam jumlah tertentu yang dicampur dengan batubara yakni dengan cofiring. Bahkan juga bahan bakar biomasa tersebut bisa digunakan100% pada jenis pembangkit listrik berteknologi tertentu seperti stoker dan fluidized bed. Sebagai sama-sama produk untuk energi lebih khusus lagi bahan bakar padat dengan pengguna yang sama memang bagi perusahaan batubara lebih mudah untuk mengembangkan ke industri wood pellet dan eksport cangkang sawit tersebut. 

Berbeda dengan cangkang sawit / pks yang merupakan limbah atau produk samping dari pabrik sawit atau pabrik CPO yang didapat dengan mengumpulkan dari pabrik-pabrik sawit,  produksi wood pellet untuk kapasitas besar memerlukan pasokan bahan baku yang stabil dan berkelanjutan dengan salah satu opsi terbaiknya yakni dari kayu kebun energi. Kebun energi dengan luasan tertentu perlu dibuat sesuai target produksi wood pellet yang hendak dicapai. Lahan-lahan pasca tambang bisa direklamasi untuk lahan kebun energi. Dan bagi perusahaan batubara mengembangkan energi terbarukan juga memberi citra positif karena berkontribusi pada program dekarbonisasi dan jika pada waktunya bisnis batubara harus dikurangi bahkan dihentikan mereka sudah siap dengan bisnis baru berupa energi terbarukan tersebut.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...