Tampilkan postingan dengan label industri kayu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label industri kayu. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 Oktober 2023

Optimalisasi Produksi Wood Pellet dari Limbah-Limbah Kayu

Volume limbah perkayuan dari industri perkayuan di Indonesia diperkirakan mencapai 25 juta ton setiap tahunnya. Setiap pengolahan kayu akan menghasilkan limbah seperti serbuk gergaji, kayu serutan, potongan kayu dan sebagainya yang volumenya sekitar 40% dari bahan baku yang digunakan. Tetapi masih banyak limbah-limbah tersebut yang belum terolah sehingga malah mencemari lingkungan. Sedangkan perkembangan industri perkayuan Indonesia terus meningkat karena permintaan eksport yang tinggi walaupun sebenarnya realisasi industri kayu masih rendah.

Estimasi industri kayu Indonesia sebenarnya bisa dioptimalkan hingga kapasitas produksi mencapai 91 juta meter kubik per tahun, tetapi realisasi pada 2022 industri hasil hutan ini hanya mampu memproduksi 42,19 juta meter kubik per tahun atau sekitar 48,7% dari kapasitas optimumnya. Faktor-faktor yang menjadi penyebab rendahnya realisasi industri perkayuan tersebut ada 3 faktor yakni, efisiensi industri perkayuan, masalah terkait dengan bahan baku dan ketersediaan pasar.

Efisiensi rendah industri perkayuan disebabkan karena penggunaan mesin-mesin tua atau cara tradisional untuk produksinya. Sedangkan masalah yang terkait dengan bahan baku disebabkan oleh berkurangnya area hutan karena banyaknya pembangunan yang membuat lahan hutan beralih fungsinya. Upaya untuk menjaga pasokan bahan baku kayu yang stabil dan berkelanjutan perlu dilakukan, diantaranya dengan program rehabilitasi lahan dan pembinaan terhadap masyarakat petani hutan rakyat. Pemetaan potensi kayu secara nasional juga perlu dilakukan sehingga industri bisa mendapatkan informasi terkait suplai bahan baku yang dibutuhkan. Ketersediaan pasar juga menjadi faktor penting berkembangnya industri perkayuan, sehingga kemampuan mengakses informasi dan mengidentifikasi aspek pasar baik domestik maupun internasional sangat dibutuhkan. 


Semakin meningkatnya industri perkayuan maka limbah-limbah perkayuan juga semakin banyak. Industri yang berwawasan lingkungan tentu sangat memperhatikan masalah limbah hingga idealnya bisa zero waste. Limbah-limbah tersebut adalah bahan baku wood pellet. Kebutuhan wood pellet terus meningkat seiring trend dekarbonisasi global. Seperti halnya industri perkayuan yang membutuhkan konsistensi untuk menjaga produk-produknya, demikian juga pada produksi wood pellet. Konsistensi campuran bahan baku wood pellet merupakan kunci kualitas wood pellet termasuk akan membuat produksinya menjadi optimal. 

Pada pabrik perkayuan besar produksi wood pellet bisa dilakuan cukup dengan menggunakan limbahnya sendiri, sehingga selain mengatasi masalah limbahnya sesuai konsep zero waste, juga sebagai pengembangan usaha baru.  Sedangkan pada industri perkayuan kecil – menengah karena limbah-limbah kayunya tidak mencukupi maka sebagian limbah kayu sebagai bahan baku wood pellet perlu mencari dari tempat lain. Pabrik wood pellet juga bisa  dibuat tersendiri yakni dengan bahan baku yang 100% berasal dari limbah-limbah pabrik perkayuan milik orang lain, artinya pabrik wood pellet tersebut tidak dimiliki oleh suatu industri pengolahan kayu. Jadi pada dasarnya pabrik wood pellet adalah pabrik atau instalasi pengolah limbah-limbah perkayuan yang menghasilkan produk bernilai jual tinggi dan sejalan dengan trend dekarbonisasi global.

 

Jumat, 15 Oktober 2021

Peternakan Ruminansia Sebagai Solusi Tebang Butuh Pada Hutan Rakyat

 

Rata-rata petani hutan rakyat hanya memiliki lahan sempit untuk tanaman kayu kehutanannya, hal ini membuat sulit bagi mereka yang mengandalkan kayu kehutanan tersebut untuk kehidupan harian mereka. Tanaman kayu kehutanan memiliki siklus panjang bahkan untuk spesies tanaman tertentu hingga puluhan tahun. Ketika terjadi kebutuhan mendesak misalnya anak mau masuk sekolah, pernikahan anaknya, dan sebagainya maka tanaman kayu tersebut ditebang walaupun sebenarnya memang belum waktunya, yang biasa dikenal dengan tebang butuh. Selain kualitas kayu bulat (log) yang dihasilkan juga rendah, termasuk harga jualnya demikian juga dengan kuantitas/produktivitasnya. Industri kehutanan dengan kapasitas terpasangnya membutuhkan pasokan kayu bulat jumlah besar dan kualitas standar. Praktek tebang butuh tersebut sebisa mungkin dihindari atau diminimalisir sehingga manfaat optimal akan dirasakan semua pihak, baik petani hutan rakyat maupun industri kehutanan.

Untuk mengatasi masalah kehidupan harian ataupun kebutuhan mendesak tersebut peternakan ruminansia bisa sebagai solusinya. Lahan di sekitar pohon utama bisa sebagai tempat gembalaan dan tanaman legum sebagai tanaman pagar sebagai sumber hijauan. Ketika pohon utama tersebut misalnya sengon masih muda, sejumlah tanaman seperti sayuran dan empon-empon masih bisa ditanam dan memberi hasil baik. Tetapi ketika pohon utama tersebut cukup besar maka tanaman-tanaman tersebut tidak tahan terhadap naungan, sehingga budidayanya selain tidak efektif malah bisa merugi. Tanaman pagar jenis legum seperti kaliandra, gamal/gliricidia dan indigofera bisa ditanam sebagai sumber pakan ternak ruminansia (domba, kambing, sapi atau kerbau). 


Siklus peternakan ruminansia tersebut lebih cepat dibandingkan dengan pohon-pohon kehutanan tersebut. Jenis usaha peternakan yang bisa dilakukan seperti pembibitan (breeding), penggemukan (fattening), produksi susu (milking) bahkan perdagangannya (trading). Walaupun peluang eksport terbuka khususnya domba dan kambing, tetapi pasar dalam negeri juga besar. Sebagai contoh Yogyakarta membutuhkan sampai dengan 4000 ekor domba setiap bulannya khususnya untuk klaster warung sate di jalan Imogiri timur, Yogyakarta. Belum lagi untuk pasar di Jabodetabek dan aqiqah. Sedangkan daging sapi, Indonesia juga masih kekurangan, yang saat ini disuplai daging kerbau dari India yang porsinya mencapai hampir 60% kebutuhan nasional. Peternakan seperti ini bisa menjadi solusi jitu masalah tebang butuh yang menghambat perkembangan hutan rakyat saat ini. Luas hutan rakyat juga tidak bisa dipandang sebelah mata, bahkan di beberapa daerah luas hutan rakyat lebih besar daripada hutan negara. Secara nasional hutan rakyat Indonesia diperkirakan seluas 35 juta hektar, sedangkan hutan negara mencapai 128 juta hektar. 

AI untuk Pabrik Sawit atau Pengembangan Produk Baru dengan Desain Proses Baru ?

Aplikasi AI telah merambah ke berbagai sektor termasuk juga pada pabrik kelapa sawit atau pabrik CPO. Aplikasi AI untuk pabrik kelapa sawit ...