Kamis, 10 Oktober 2024

Peningkatan Produktivitas Pertanian Pangan : Aplikasi Biochar atau Buka Hutan Untuk Food Estate ?

Indonesia saat ini menempati peringkat 69 dari 113 negara pada tahun 2022 dalam ketahanan pangan dan ini lebih rendah daripada Malaysia dan Vietnam dengan poin indikatornya dibawah rata-rata global. Kondisi ini memprihatinkan mengingat Indonesia pernah menjadi swasembada pangan sebelumnya bahkan harga beras di Indonesia paling mahal di ASEAN. Upaya mempertahankan produktivitas pangan memang menjadi tantangan tersendiri apalagi untuk meningkatkannya. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat maka otomatis kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Upaya menurunnya produksi dan produktivitas pangan terkait dengan sejumlah faktor antara lain alih fungsi lahan menjadi lahan non-pertanian, dan kerusakan tanah / lahan. Sejumlah peraturan dibuat untuk menahan laju penurunan produktivitas pangan akibat dua hal tersebut. 

Terkait kerusakan lahan upaya perbaikan perlu dilakukan sehingga produktivitas pertanian meningkat. Diperkirakan area kerusakan lahan yang terjadi sangat luas dengan tingkat keparahan tinggi. Hal ini sehingga menuntut upaya perbaikan bertahap dan berkelanjutan dengan berbagai strategi termasuk perbaikan pola bertani bahkan sejumlah insentif. Hanya dengan upaya ini sektor pertanian sebagai sumber pangan bisa diperbaiki atau jika tidak maka kerusakan lahan pertanian semakin parah sehingga upaya perbaikan juga semakin sulit. 

Aplikasi biochar atau buka hutan untuk lahan food estate ?
Aplikasi biochar akan mampu memperbaiki lahan-lahan rusak tersebut. Selain sebagai agen pupuk lepas lambat sehingga pemakaian pupuk menjadi efisien dan tidak mencemari lingkungan, menaikkan pH tanah, meningkatkan karbon organik tanah serta meningkatkan produktivitas pertanian, biochar juga akan membantu mengatasi pengelolaan limbah-limbah pertanian yang selama ini banyak mencemari lingkungan.  Peningkatan produktivitas pertanian dari penggunaan biochar rata-rata sekitar 20%. Jika produksi beras Indonesia saat ini berkisar 31 juta ton per tahun, maka aplikasi biochar akan meningkatkan produksi beras total menjadi 37,2 juta ton (terjadi kenaikan 6,2 juta ton). Dengan rata-rata produksi beras per hektar 6 ton maka kenaikan 6,2 juta ton tersebut ekuivalen dengan menmbah luas lahan pertanian 1,03 juta hektar. Bahkan lahan-lahan rusak dari pasca tambang bisa direklamasi dan rehabilitasi dengan aplikasi biochar tersebut, dengan luasan lahan juga mencapai jutaan hektar. Hal ini tentu lebih baik daripada pembukaan lahan hutan baru untuk food estate karena dampak lingkungannya.   

Seiring dengan pertumbuhan populasi manusia, kebutuhan akan pangan dan energi akan terus meningkat. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 diperkirakan mencapai 319 juta jiwa dan jumlah penduduk dunia pada tahun 2050 mendekati 10 miliar jiwa. Kebutuhan dan urgensi biochar untuk memperbaiki kualitas tanah semakin tinggi. Puluhan juta hektar dari seluruh tanah masam Indonesia yang tergolong tanah masam lahan kering perlu diperbaiki dengan biochar. Artinya potensi bisnisnya mencapai miliaran dolar atau trilyunan rupiah. Sedangkan import beras tahun 2024 ditargetkan mencapai 3,6 juta ton (sebagai buffer), jumlah yang besar.  Dengan kebutuhan beras tahunan sekitar 31 juta ton, maka kontribusi beras import mencapai 10% lebih.

Biochar selain memperbaiki kerusakan tanah sehingga meningkatkan kesuburannya yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas pertanian juga sebagai bagian dari solusi iklim yakni dengan cara carbon sequestration. Biochar yang diaplikasikan ke tanah tersebut akan bertahan ratusan bahkan ribuan tanah, dan tidak terdekomposisi. Hal inilah menjadi faktor keuntungan lainnya bagi produsen biochar yakni mendapatkan carbon credit. Kualitas biochar akan menentukan perolehan atau harga carbon credit tersebut, sehingga bahan baku biochar serta proses produksinya berpengaruh. Harga carbon credit semakin meningkat sehingga semakin menarik dan juga pasar carbon credit yang terus bertambah.

Kerusakan tanah atau lahan pertanian yang terjadi banyak disebabkan oleh pemakaian pupuk kimia yang berlebihan. Apabila pemakaian pupuk kimia tersebut bisa dikurangi dosisnya atau dengan penggunaan secukupnya maka akan terjadi perbaikan kualitas lahan. Bahkan apabila pupuk kimia secara bertahap pupuk kimia terus dikurangi dosisnya dan pupuk organik / kompos semakin ditambah sehingga pada akhirnya pupuk kimia tidak digunakan sama sekali maka kesuburan tanah akan optimal demikian juga produktivitas pertaniannya. 

Photo dari sini

Hal tersebut tentu saja membutuhkan waktu dan upaya yang berkelanjutan. Peternakan juga mesti digalakkan sehingga kompos / pupuk organik juga bisa diproduksi secara cukup memadai dari pengolahan kotoran ternak tersebut. Pertanian terpadu (integrated farming) dengan peternakan tersebut menjadi solusi terbaik perbaikan lahan-lahan pertanian dengan biochar terutama meningkatkan efisiensi pemupukan tersebut. Apabila hal-hal diatas bisa diimplentasikan dengan baik maka pembukaan hutan untuk lahan food estate juga bisa diperlambat / ditahan dengan memperhatikan semua aspek secara komprehensif sehingga bukan pilihan solusi jangka pendek yang cenderung dipaksakan, dan buru-buru karena upaya pencitraan rezim bahkan dengan biaya ratusan trilyun.        

Rabu, 02 Oktober 2024

Mendorong Industri Permesinan Untuk Mendukung Industri Bioenergi

Ketika menyadari bahwa Indonesia adalah “surga” biomasa sehingga potensial menjadi pemimpin dunia di bioenergi maka semestinya sejumlah upaya dilakukan untuk mendukung hal tersebut. Peralatan atau mesin produksi adalah salah satu komponen yang mendukung hal tersebut. Sebagai contoh produksi wood pellet kapasitas besar biasa mengandalkan mesin-mesin Eropa yang terbukti handal sehingga tujuan bisnis wood pellet bisa tercapai. Analisis cost to benefits ratio digunakan dalam pemilihan mesin-mesin Eropa tersebut. Tetapi karena membeli mesin Eropa dengan lini produksi lengkap (complete line) mahal maka penggunaan mesin kombinasi menjadi alternatif. Kompleksitas dan jantung dari suatu proses produksi biasanya terletak hanya pada alat utama dan ini yang masih import, sedangkan alat-alat pendukung semestinya bisa dengan peralatan produksi lokal. 

Ketika peralatan produksi bisa bekerja sesuai kapasitas dan fungsinya maka target produksi (kuantitas dan kualitas) akan bisa tercapai. Memilih sejumlah perlatan pendukung yang sesuai dan mampu beroperasi sesuai kebutuhan alat utama bukan hal yang mudah. Mendapatkan partner produsen mesin lokal untuk mendapatkan kecocokan antara karakteristik mesin utama dan mesin pendukung memang perlu waktu dan proses. Tetapi untuk bisa berperan dan mengurangi resiko dalam era dekarbonisasi maka bisa dimulai dengan mendukung beberapa peralatan pada kapasitas kecil atau terbatas pada alat-alat tertentu saja. Faktor rekayasa dan desain menjadi faktor utama yang penting sebelum fabrikasi peralatan-peralatan mendukung tersebut. 

Tentu saja apabila sejumlah faktor pendukung terpenuhi seperti penguasaan iptek, pengalaman, organisasi perusahaan yang baik dan sebagainya maka produksi 100% peralatan produksi atau complete line bisa dilakukan. Hal itu tentu butuh waktu dan upaya yang tidak sederhana, seperti mempertahankan performa kualitas produk mesinnya sehingga memberi kepuasan bagi pengguna dengan harapan performa bisnis juga meningkat dan riset berkelanjutan. Dan dengan secara bertahap menjadi bagian untuk ikut aktif di berbagai proyek bioenergi maka penguasaan teknologi melalui transfer teknologi juga memungkinkan terjadi. Menjadi bagian solusi dan berperan di dalamnya adalah hal penting dilakukan termasuk pada industri permesinan yang mendukung industri bioenergi tersebut.   

Peningkatan Produktivitas Pertanian Pangan : Aplikasi Biochar atau Buka Hutan Untuk Food Estate ?

Indonesia saat ini menempati peringkat 69 dari 113 negara pada tahun 2022 dalam ketahanan pangan dan ini lebih rendah daripada Malaysia dan ...