Senin, 19 Januari 2015

Produksi Bahan-Bahan Kimia dari Biomasa



Hampir semua bahan kimia yang dibuat dari minyak bumi (petroleum based chemical) juga bisa dibuat dari biomasa (bio-based chemical).  Itulah mengapa biomasa punya peran strategis ketika terjadi kelangkaan minyak bumi (fossil fuel). Masalah teknologi dan keekonomian umumnya yang menjadi kendala implementasi produksi bahan kimia dari biomasa. Walaupun produksi bahan kimia dari biomasa belum sesiap produksi bahan bakar (biofuel) dan sudah banyak terimplementasi saat ini tetapi diprediksi produksi bahan kimia dari biomasa akan mencapai kemajuan lebih cepat daripada biofuel, hal ini karena bahan kimia memiliki nilai tambah atau kentungan lebih besar daripada biofuel.   

Tantangan terbesar untuk bahan kimia dari biomasa adalah biaya produksi lebih  rendah tetapi memiliki kualitas setara bahan kimia minyak bumi atau memberikan keunggulan lebih dengan biaya yang sama. Ada dua rute yang digunakan untuk produksi bahan kimia dari biomasa saat ini, yakni rute biologi (bio-process)  dan rute thermal (thermochemical). Rute biologi dengan mikroorganisme dan fermentasi  memiliki kecepatan proses lebih lambat daripada rute thermal. Saat ini sebagian besar produksi bahan kimia menggunakan rute biologi dan beberapa menggunakan rute thermal.  


Asam asetat, ethyl asetat dan etanol adalah beberapa bahan kimia telah diproduksi dari biomasa. Bahan kimia khusus seperti succinic acid yang banyak digunakan pada plastics,  fibers,  polyesters and  pigments, diproduksi dengan rute biologi.  Dengan kapasitas sekitar 15.000 ton/tahun pabrik succinic acid dibuat di Lousiana, US.  Sedangkan levulinic  ketal adalah bahan kimia khusus yang dibuat melalui rute thermochemical,  yang akan diproduksi kurang lebih 5.000 ton/tahun pada tahap awal di Golden Valley Minnesota. Levulinic ketal sebagai alternatif petroleum-based plasticizers, polyols dan solvent.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...