Jumat, 12 Februari 2016

Ketika "Bahan Baku" Bioenergi Hanya "Dibuang" dan Membawa Bencana Tahunan : Sebuah Ide Sebagai Solusi Terhadap Masalah Kebakaran Hutan di Indonesia

Kebakaran hutan tidak hanya menjadi bencana lingkungan tetapi telah menjadi malapetaka kemanusiaan yang mengakibatkan sejumlah korban jiwa.Pihak-pihak yang sengaja membakar hutan secara tidak terkendali telah memperparah bencana tersebut.Ratusan ribu hektar hingga jutaan hektar hutan terbakar setiap tahunnya yang itu berarti ekuivalen dengan jutaan hingga miliaran ton biomasa hanya sirna akibat terbakar sia-sia. Padahal jutaan ton hingga miliaran ton biomasa tersebut sangat potensial untuk bahan baku berbagai energi terbarukan atau bioenergi. Dengan jumlah biomasa tersebut saja Indonesia bisa menjadi pemain utama energi terbarukan dunia khususnya wood pellet. Anehnya kejadian tersebut terjadi rutin atau terus berulang setiap tahunnya dan belum ada solusi jitu untuk mengatasinya. Sementara pada musim penghujan sejumlah daerah yang hutannya dibakar tersebut juga mengalami bencana banjir bahkan tanah longsor, jadi lengkap sudah penderitaan setiap tahun dan berulang dari masa ke masa.Tentu hal tersebut tidak bisa dibiarkan dan segera diatasi dengan memutus mata rantainya.
Dengan teknologi densifikasi (biomass densification), maka biomasa dari berbagai tanaman atau pepohonan tersebut bisa dijadikan pellet atau briket. Pellet dan briket adalah dua macam produk densifikasi atau pemadatan biomasa untuk energi yang sangat populer dan selain digunakan di industri dalam negeri juga untuk pasar eksport. Pemilahan (sorting) bahan baku adalah hal yang perlu dilakukan untuk mendapatkan produk pellet maupun briket berkualitas tinggi, yakni standard dan stabil. Pemilahan baku dilakukan antara lain dengan bahan baku kayu-kayuan (woody biomass) dipisahkan dengan bahan rumput-rumputan dan sebagainya. Komposisi yang konsisten ke mesin densifikasi harus terus diupayakan dan dipertahankan untuk mencapai kualitas tinggi tersebut misalnya komposisi kayu keras dan kayu lunak juga harus prosentase tertentu. Selanjutnya kayu-kayu tersebut dihancurkan atau disesuaikan ukuran partikelnya untuk teknologi densifikasi yang dipilih, biasanya akan seukuran serbuk kayu atau serbuk gergaji, lalu dicampur dengan rasio tertentu dan dicetak dengan kompresi tinggi menjadi pellet maupun briket.


Lalu bagaimana dengan limbah rumput-rumputan seperti alang-alang dan dedaunan? Biomasa jenis rumput-rumputan dan dedaunan juga bisa dijadikan sebagai pellet maupun briket, tetapi kualitasnya akan lebih rendah daripada bahan baku kayu-kayuan. Apabila masih bisa digunakan untuk pakan ternak seperti kambing atau sapi maka hal tersebut akan lebih baik dalam pemanfaatan limbah rerumputan dan dedaunan tersebut.

Sedangkan dengan teknologi (slow) pirolisis kontinyu maka semua limbah biomasa tersebut juga bisa terolah dan menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi. Produk arang adalah produk utama (slow) pirolisis ini karena memang paling sesuai untuk memaksimalkan produk padatnya. Arang tersebut selain bisa dimanfaatkan untuk energi, juga bisa untuk sektor pertanian yakni untuk membantu menyuburkan tanah. Untuk alasan efisiensi transportasi, mempermudah handling, penggunaan dan penyimpanannya arang tersebut juga didensifikasi (dipadatkan) menjadi pellet maupun briket. Ada sedikit perbedaan tentunya antara pemadatan serbuk kayu dengan arang karena karakteristiknya (sifat fisika-kimia) keduanya yang juga memang juga berbeda.



Arang pertanian (biochar) juga akan sejalan dengan tujuan untuk pertanian setelah lahan terbuka. Biochar atau arang tersebut mampu membantu menyuburkan tanah dengan cara menahan kelembaban, menahan nutrisi pupuk yang ditambahkan dari pencucian dan semacamnya serta mengaktifkan sejumlah mikroba tanah.  Pola pemilahan (sorting) bahan baku juga diterapkan pada teknologi ini untuk menghasilkan juga kualitas yang tinggi (standard dan stabil). Bahan baku kayu-kayuan pada umumnya adalah biomasa terbaik untuk berbagai pemanfaatan biomasa untuk energi. Sebagai contoh untuk menghasilkan kualitas arang tinggi dengan menggunakan bahan baku kayu-kayuan saja dengan komposisi antar jenis kayu tertentu juga.

Selain itu pada (slow) pirolisis juga akan dihasilkan produk gas (syngas), biooil (tarry liquid) dan pyrolysis acid (wood vinegar). Syngas bisa digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik maupun sumber panas berbagai keperluan. Hampir semua area yang mengalami bencana akibat kebakaran hutan juga mengalami kekurangan pasokan listrik sehingga pembangkit listrik didaerah tersebut akan sangat dibutuhkan. Biooil sebagai bahan bakar cair juga bisa dimanfaatkan untuk sejumlah industri bahkan bisa diolah lebih lanjut menjadi bahan bakar untuk kendaraan.Terakhir pyrolysis acid (wood vinegar) bisa digunakan sebagai insektisida pertanian.

Sedangkan skenario paling mutakhir adalah pembuatan torrefied fuel.Torrefied fuel ini dibuat dengan teknologi pirolisis juga tetapi dengan suhu (temperature) proses yang lebih rendah daripada proses pirolisis untuk produksi arang (biochar) atau biasa disebut teknologi torrefaksi (torrefaction/mild-pyrolysis). Banyak proses torrefaksi saat ini yang gagal karena kurangnya energi untuk proses torrefaksi itu sendiri. Kombinasi proses pirolisis dengan torrefaksi adalah paduan yang pas yang membuat kedua proses tersebut berjalan sesuai harapan. Pada proses (slow) pirolisiskontinyu yang berjalan secara auto-thermal (self-sustain) juga akan dihasilkan kelebihan gas (excess-syngas) yang bisa digunakan untuk bahan bakar atau sumber energi proses torrefaksi. Sama seperti sebelumnya pemilahan bahan baku juga diperlukan pada proses ini. Konfigurasi proses untuk torrefaksi ini salah satunya yakni, bahan baku berupa rerumputan dan dedaunan digunakan untuk pirolisis dengan hasil arang untuk pertanian dan bahan baku kayu-kayuan untuk bahan baku atau umpan torrefaksi.

Terakhir hasil torrefied fuel tersebut juga hampir semua lalu didensifikasi (dipadatkan) baik menjadi torrefied pellet maupun torrefied briket. Nilai kalor dan sejumlah sifat fisika-kimia (karakteristik) torrefied pellet/briket juga lebih baik dibandingkan wood pellet maupun wood briquette.Sejumlah negara-negara besar baik di Eropa, Amerika maupun Asia berlomba-lomba untuk menjadi pionir dan pemimpin dalam teknologi torrefaksi ini.Jepang adalah negara di Asia yang sudah mencanangkan torrefaksi ini dan saat ini telah menjadi topik yang panas disana, lebih lanjut bisa dibaca disini.
Berbagai ide dan skenario diatas bisa digunakan sebagai solusi untuk mengolah limbah biomasa pada saat pembukaan lahan, tentu dengan cara dipotong atau ditebang bukan dibakar. Jutaan ton hingga miliaran ton biomasa akan mampu diselamatkan dan bermanfaat dengan cara tersebut dan yang jelas bencana lingkungan yang menjadi sorotan dunia juga akan terhindarkan. Ketika hal tersebut telah mampu memberi solusi selanjutnya dalam jangka selanjutnya perbaikan praktek dan sistem pertanian atau perkebunan juga harus dilakukan sehingga bencana lingkungan lainnya yakni banjir di musim hujan juga supaya tidak terjadi. Kebun energi yang memiliki banyak keunggulan baik adalah salah satu solusi yang lain untuk menjaga keberlangsungan (sustainability) lingkungan daerah-daerah tersebut dalam jangka panjang selain juga mampu untuk meningkatkan aspek ekonomi daerah tersebut dengan produksi berbagai bioenergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...