Senin, 24 April 2017

Kebersihan Bahan Bakar Biomasa dan Efek Pada Pembakaran

Kebersihan pangkal kesehatan, begitulah peribahasa atau ungkapan yang sering kita dengar. Ternyata kebersihan tidak hanya berkaitan dengan masalah kesehatan, bahan bakar biomasa pun ternyata menganggap penting masalah 'kebersihan' tersebut. Kebersihan dalam artian terbebas dari sejumlah pengotor atau kontaminan (impurities). Sama seperti dalam bidang kesehatan, pengotor juga akan menimbulkan berbagai masalah dalam pengolahan dan pemanfaatannya. Semakin bersih bahan bakar biomasa tersebut maka semakin mudah dalam pengolahan dan pemanfaatannya menjadi semakin optimal juga. Bahan bakar biomasa yang biasanya digunakan oleh industri antara lain : wood chip, wood pellet, cangkang sawit atau PKS (Palm Kernel Shell), dan wood briquette. Wood pellet dan wood briquette sebagian besar menggunakan serbuk kayu seperti serbuk gergaji sebagai bahan bakunya, dan apabila ukuran bahan bakunya terlalu besar maka perlu dikecilkan hingga seukuran serbuk kayu tersebut. Proses pemadatan (densifikasi) serbuk kayu menjadi wood pellet dan wood briquette akan semakin mudah dan umur alat (lifetime) pemadatan tersebut menjadi lebih panjang apabila menggunakan serbuk kayu yang bersih. Sebagai contoh sebuah paku atau sekrup yang terikut dalam serbuk kayu ke pelletiser akan membuat kerusakan parah pada roller berupa menggerus alur-alur roller didalam pelletiser tersebut, sehingga magnetic separator perlu dipasang serbuk kayu diumpankan ke pelletiser. Wood chip dan cangkang sawit (PKS) yang bersih juga menjadi standar bagi sejumlah pembangkit listrik biomasa.

Ayakan Getar (Vibrating Screen) Untuk Pembersihan PKS; Photo diambil dari sini
Benda Asing Berupa Logam dari Pembersihan PKS; Photo diambil dari sini
Ayakan manual untuk pembersihan PKS
Proses pembersihan bahan bakar biomasa tersebut menjadi bagian tak terpisahkan bagi proses produksi bahan bakar tersebut. Alat seperti ayakan (screen) adalah alat yang biasa dipakai untuk pembersihan tersebut, dan sebagian menambahkan magnet untuk memisahkan pengotor-pengotor atau benda-benda asing dari logam. Ayakan (screen) dari manual hingga mekanis digunakan untuk pembersihan tersebut bahkan untuk mendapatkan tingkat kebersihan yang maksimal, maka ayakan tersebut dibuat bertingkat (multi-deck). Untuk kapasitas besar ayakan mekanis umum digunakan, baik bekerja secara getar (vibrating screen) maupun putar (rotary screen). Pada proses produksi wood pellet dan wood briquette, ayakan yang umum digunakan adalah ayakan putar (rotary screen) yang berfungsi selain memisahkan pengotor juga untuk mendapatkan ukuran partikel yang sesuai. Sedangkan ayakan getar (vibrating screen) biasa digunakan untuk pembersihan cangkang sawit (PKS). Pengumpanan ke ayakan (screen) tersebut biasanya menggunakan konyeyor. Untuk bahan baku dengan ukuran partikel cukup besar seperti cangkang sawit (PKS) dan wood chip jenis konyeyor ban berjalan (belt conveyor) umum digunakan, sedangkan untuk bahan baku serbuk kayu seperti serbuk gergaji maka konveyor ulir (screw conveyor) lebih disarankan, karena juga akan meminimalisir masalah debu.

Ayakan Getar (Rotary Screen) pada Pabrik Sawdust Briquette
Sawdust Briquette yang akan dikarbonisasi
Pengotor-pengotor atau benda-benda asing apa saja yang harus dihilangkan dari bahan bakar biomasa tersebut? Batu, kerikil, pasir, tanah, kaca, plastik, kain, kertas dan sejumlah logam adalah sejumlah pengotor yang pada umumnya harus dihilangkan semaksimal mungkin. Pada dasarnya pengolahan dan pemanfaatan bahan bakar biomasa tersebut akan memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda. Pembangkit listrik biomasa yang beroperasi dengan suhu tinggi akan membutuhkan kualitas kebersihan lebih tinggi atau tingkat toleransi kecil terhadap pengotor-pengotor tersebut. Demikian juga untuk produksi wood pellet dan wood briquette kapasitas besar, maka kualitas bahan Baku menjadi penting. Hal ini karena pada tekanan mekanis yang tinggi saat pemelletan atau pembriketan maka pengotor-pengotor tersebut berpotensi menimbulkan abrasi hebat sehingga alat-alat tersebut akan cepat aus. Lebih khusus pada cangkang sawit (PKS) yang beberapa waktu ini telah menjadi bahan bakar pembangkit listrik biomasa yang popular, keberadaan serabut dan tandan kosong sawit juga dianggap sebagai pengotor. Hal ini karena keberadaan benda-benda tersebut akan mengurangi nilai kalor dan beberapa unsur kimia dalam abunya tidak ramah atau menimbulkan masalah pada pipa-pipa boiler terutama yang beroperasi pada suhu tinggi.
Deposit (endapan) dan kerak abu pada pipa-pipa boiler
Pembentukan endapan (deposit) di pipa boiler
Faktor yang berpengaruh pada pembakaran biomasa terutama adalah nilai kalor, kadar air (moisture content),  kadar abu (ash content) dan kimia abu (ash chemistry). Semakin tinggi kadar abu maka nilai kalornya akan semakin kecil. Kandungan silika (Si), potassium (K) dan klorin (Cl) yang tinggi akan menimbulkan banyak masalah pada pembakaran (combustion) suhu tinggi. Sehingga bahan bakar biomasa harus dipilih sesuai penggunaannya atau jenis teknologi pemanfaatannya. Sebagai contoh serabut dan tandan kosong sawit mengandung unsur klorin (Cl) yang tinggi, akan menimbulkan korosi pada pipa-pipa boiler sehingga diperkirakan akan terjadi kebocoran pipa-pipa penukar panas boiler tersebut walaupun baru beroperasi kurang dari 10.000 jam. Tingginya kandungan potassium (K) dan silika (Si) akan membuat deposit atau kerak pada pipa-pipa boiler sehingga juga akan menganggu pertukaran panasnya. Selain pengotor atau benda-benda asing yang mengandung unsur kimia yang akan menjadi masalah pada boiler, pengotor atau benda-benda asing yang secara fisik berukuran besar seperti batu, serpihan beton, gumpalan semen, potongan besi dan sebagainya selain mengganggu pembakaran juga berpotensi mengganggu penanganan (handling) bahan bakar biomasa tersebut.

Rabu, 12 April 2017

Melihat Tumpukan PKS Lebih Dekat

Sebagian besar PKS (palm kernel shell) atau cangkang sawit saat ini hanya ditumpuk di halaman terbuka (stockpile) untuk penyimpanannya. Kondisi tersebut membuatnya sangat terpengaruh dengan kondisi cuaca. Ketika cuaca panas pada bagian luar tumpukan PKS tersebut kering, tetapi bagian dalamnya masih tetap basah. Tumpukan PKS biasanya bisa mencapai ketinggian lebih dari 5 meter. Semakin tinggi tumpukan akan semakin sulit menjangkau kondisi di dalamnya. Ketika kondisi hujan pada bagian luar tumpukan menjadi basah, tetapi pada bagian masih lebih kering. Selanjutnya apa yang terjadi pada tumpukan PKS pada kondisi cuaca hujan maupun panas?

Sebagai bahan organik maka biomasa juga bisa mengalami dekomposisi baik dengan proses fisika , biologi maupun kimia. Semua biomasa tidak terkecuali PKS akan terdekomposisi seiring waktu mengeluarkan sejumlah gas beracun dan mengurangi konsentrasi oksigen, seperti karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan metana (CH4). Sebagai produk atau komoditas yang akan dijual maka penurunan kualitas maupun kuantitas akibat proses dekomposisi tersebut sebisa mungkin untuk dihindari. Penanganan yang baik mulai dari pengumpulan, pembersihan, dan penyimpanan PKS akan meminimalisir terjadinya dekomposisi tersebut.

Dekomposisi biologi yang terutama terjadi pada tumpukan PKS tersebut. Sejumlah bahan organik pengotor PKS seperti serabut, minyak dan sebagainya akan mudah terdekomposisi secara biologi. Aktifitas mikroba dalam tumpukan PKS tersebut mendorong terjadinya fermentasi pada bahan organik. Semakin lunak dan tinggi kandungan airnya maka bahan organik tersebut akan semakin cepat terdekomposisi secara biologi, yakni fermentasi tersebut. PKS sendiri adalah material yang keras dengan kandungan lignin yang tinggi sehingga tidak mudah terfermentasi dalam waktunya singkat. Lantas bagaimana untuk tumpukan PKS yang dibiarkan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun? Aktivitas mikroba seperti apa yang terjadi? Dan seberapa besar terjadi penurunan kualitas maupun kuantitas?

Pada produksi kompos, produksi CH4 atau metana biasanya terkait dekomposisi anaerob biomasa, sedangkan CO2 lebih pada dekomposisi aerob. Semakin tinggi temperature maka rasio CO/CO2 juga semakin besar. Semakin meningkat suhunya, baik CO2 dan CH4 juga semakin meningkat, dan CH4 menjadi semakin besar dibanding CO2 pada suhu lebih tinggi.

Komparasi dengan wood pellet
Sebagai perbandingan yakni pada penyimpanan wood pellet. Persamaan PKS dengan wood pellet adalah sama-sama bahan bakar biomasa yang memiliki nilai kalori yang hampir sama dan bisa dituang (pourable) sehingga dimungkinkan untuk pengumpanan otomatis (automatic feeding) dengan kalibrasi yang sangat akurat. Wood pellet dibuat atau diproduksi dengan memadatkan (densifikasi) serbuk kayu pada umumnya seukuran serbuk gergaji dengan kadar air berkisar 10%, menjadi berukuran panjang 10-20 mm dan diameter 3-12 mm. Wood pellet harus disimpan dalam ruang yang kering dan terlindung dari air/hujan. Penyimpanan wood pellet dalam jumlah besar yakni pada level kapasitas 30.000 ton ke atas, bisa menimbulkan masalah tersendiri. 

Penyimpanan wood pellet curah (bulk) kapasitas besar diatas terbukti menimbulkan emisi gas berbahaya dan panas (self-heating). Resin dalam bentuk gula dan senyawa organik dalam kayu melalui proses produksi wood pellet, mulai pecah selama penyimpanan pengapalan. Produsen-produsen wood pellet harus menyiapkan produk terbaik sehingga bisa diterima pembeli di seberang lautan dengan memuaskan. Penyiapan bahan baku berupa pengeringan kayu secara alami setelah ditebang sedang di ujicoba untuk meminimalkan emisi gas dan panas selama penyimpanan. Alasan dibalik metode tersebut adalah karena kayu cenderung memiliki kadar air bervariasi setiap tahunnya, sehingga pengeringan kayu secara alamiah akan mengurangi pecahnya senyawa kimia pada wood chip dan sawdust. Panas spontan dari tumpukan wood chip dan sawdust akibat dari oksidasi asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) dan ekstraktif yang lain.

Sebuah kapal cargo yang memuat wood pellet dalam ruangan tertutup dilaporkan terdeteksi konsentrasi gas karbon monoksida (CO) sekitar 1% (10.000 ppm) pada hari ke 18 setelah dimuat (loaded). Konsentrasi oksigen pada saat itu juga menjadi kurang dari 1% dan emisi karbondioksida dari tumpukan  wood pellet tersebut 100-885 mg/ton/hari. Dan sudah umum diketahui bahwa konsentrasi yang tinggi dari karbon monoksida (CO) sangat berbahaya dan perlu dihindari. Sebuah analisa mengatakan bahwa gas tersebut terbentuk dari auto-oksidasi dari lemak dan asam lemak (fatty acid) di dalam kayu, tetapi faktor-faktor mendorong produksi gas tersebut belum sepenuhnya diketahui.

Sebuah kecelakaan fatal terjadi di pelabuhan Rotterdam tahun 2002 dan pelabuhan Helsingborg tahun 2006 memuat masalah keselamatan (safety) mendapat perhatian serius. Ditambah kecelakaan fatal terjadi lagi di Finlandia dan Jerman, masalah safety menjadi semakin mengemuka. Keracunan karbon monoksida (CO) tersebut telah menewaskan 5 orang dan cedera otak parah bagi sejumlah orang. Pada tahun 2005 IMO (International Maritime Organization) juga memasukkan wood pellet sebagai bahan berbahaya karena terbentuknya gas karbon monoksida (CO) yang menyebabkan defisiensi oksigen. Alat deteksi atau instrumentasi seperti oxygen-meter atau CO-meter dibutuhkan bagi awak kapal atau personel yang berurusan dengan wood pellet tersebut.

Aerasi yakni memasukkan udara (ambient air) yang mencukupi pada tumpukan wood pellet menjadi solusi untuk penyimpanan wood pellet. Tujuan dari aerasi wood pellet adalah untuk mendinginkan pellets, mengatur suhu pada tumpukan pellets, mencegah pemanasan biologis pada pellets basah, sirkulasi emisi gas, dan menghilangkan bau yang ditimbulkan dari emisi gas. Kecepatan reaksi kimia kemerosotan atau penurunan kualitas menjadi sangat lambat dan kadang-kadang tidak signifikan pada suhu rendah. Kenaikan reaksi kimia terlihat signifikan setiap kenaikan suhu 10 C, sehingga menjaga tetap pada suhu rendah adalah essensial pada wood pellet.



PKS
Tumpukan PKS di ruang terbuka tidak menimbulkan masalah berarti pada emisi gas berbahaya. Hal ini karena emisi gas berbahaya tersebut segera terurai di atmosfer karena berada pada ruang terbuka. Sedangkan panas akan menimbulkan masalah keselamatan (safety) pada pekerja yang mengelola tumpukan PKS tersebut. Semakin tinggi tumpukan dan semakin banyak kandungan bahan organik pengotornya maka tingkat oksidasi dan fermentasi semakin tinggi. Suhu dalam tumpukan tersebut menjadi semakin tinggi, yakni mencapai 70 - 80 C sehingga cukup panas terkena kulit atau kaki. Pihak pengelola PKS sering memasukkan air untuk mendinginkan suhu dalam tumpukan tersebut. Kualitas PKS akan rusak secara biologis apabila proses fermentasi tersebut berjalan dalam jangka waktu lama, yakni 6 bulan atau lebih. Memasukkan air tersebut akan mendinginkan suhu tumpukan yang juga berarti menurunkan kecepatan reaksi fermentasi tersebut. Menjaga kondisi tumpukan PKS tetap juga merupakan hal penting untuk menjaga kualitas dan kuantitas PKS tersebut. Kandungan unsur nitrogen (N) dalam PKS bisa juga dijadikan tolok ukur seberapa besar derajat fermentasi pada PKS tersebut khususnya dan bahan bakar biomasa pada umumnya. Ultimate analysis di laboratorium bisa untuk mengetahui unsur-unsur kimia dalam biomasa tersebut. Standar nitrogen (N) perlu dicantumkan untuk bahan bakar biomasa yang menurut European Standard (CEN) dikelompokkan dari kurang dari 0,3% sampai kelompok yang diatas 3%. 

Selain itu pengelola PKS juga sering melakukan aerasi dengan membolak-balik tumpukan tersebut. Alat mekanik berat seperti backhoe. Aerasi juga akan menurunkan suhu tumpukan akibat fermentasi selain itu dengan membolak-balik tersebut dengan adanya panas matahari akan mengeringkan atau menurunkan kadar air PKS tersebut. Pada dasarnya kedua metode diatas digunakan untuk tetap menjaga kualitas dan kuantitas PKS serta yang tidak kalah pentingnya adalah masalah keselamatan (safety).

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...