Jumat, 16 Juni 2017

Wood Lump Charcoal dan Sawdust Charcoal Briquette Untuk Pasar Export

Wood lump charcoal dan sawdust charcoal briquette adalah dua jenis produk arang dari kayu. Wood lump charcoal berasal dari potongan-potongan kayu, sedangkan sawdust charcoal briquette berasal dari serbuk gergaji yang dibriketkan. Sawdust charcoal briquette lebih diminati oleh pasar export dibanding lump charcoal karena sejumlah keunggulannya, yakni lebih padat yakni dua kali kepadatan kayu sehingga waktu nyala atau pembakarannya lebih lama dan juga menghemat biaya transportasi, ukuran dan bentuk seragam sehingga lebih mudah dalam penggunaan dan pengemasannya. Sawdust charcoal briquette biasanya berbentuk segi enam (hexagonal) dan segi delapan (octagonal) dengan lubang ditengahnya untuk memudahkan pembakaran. Sedangkan lump charcoal memiliki bentuk tidak beraturan seperti bahan bakunya. Negara-negara Timur Tengah dan terutama Arab Saudi adalah negara-negara yang menggunakan sawdust charcoal briquette tersebut dalam jumlah besar yakni terutama untuk memanggang domba-domba sebagai masakan favorite disana. Dan Turki adalah negara di Eropa yang juga menggunakan sawdust charcoal briquette dalam jumlah besar untuk memanggang berbagai masakan daging mereka. 
Pada perkembangannya kebutuhan pasar semakin besar akan produk sawdust charcoal briquette sehingga dibutuhkan pasokan dari produsen yang juga semakin besar. Bahan baku dari serbuk gergaji juga semakin terbatas sehingga dibutuhkan bahan baku dari aneka macam limbah kayu-kayuan lainnya. Limbah kayu-kayuan dari sektor kehutanan atau berbagai industri pengolahan kayu yang selama ini banyak yang belum dimanfaatkan bisa digunakan untuk bahan baku untuk produksi sawdust charcoal briquette tersebut. Ukuran limbah kayu-kayuan yang berukuran besar juga perlu dikecilkan (size reduction) menjadi seukuran serbuk gergaji untuk bisa diproses menjadi sawdust charcoal briquette.

Kebutuhan lump charcoal tidak sebanyak sawdust charcoal briquette dan pada umumnya hanya kayu dari jenis tertentu saja yang diminati. Kayu jenis tertentu tersebut juga pada umumnya sulit didapat. Penggunaan lump charcoal juga hampir sama dengan sawdust charcoal briquette. Untuk menjaga keberlanjutannya pada jangka panjang penyediaan bahan baku biomasa kayu baik untuk produksi sawdust charcoal briquette maupun lump charcoal perlu diupayakan melalui penanaman pohon penghasil kayu untuk bahan baku lump charcoal maupun sawdust charcoal briquette.

Senin, 05 Juni 2017

Produsen Terbesar Biomasa Itu Adalah Wilayah Khatulitistiwa

Indonesia adalah negara yang dilalui garis khatulistiwa sehingga beriklim tropis dengan   matahari bersinar sepanjang tahun dengan rata-rata 12 jam setiap harinya. Jumlah gunung berapi yang banyak tersebar diberbagai kepulauannya membuat tanahnya juga subur. Apalagi dengan curah hujan yang tinggi yakni 2700 mm/tahun atau tiga kali lebih tinggi dari rata-rata dunia yang hanya 900 mm/tahun menjadikan Indonesia juga sangat ideal untuk pertanian dan perkebunan berbagai jenis tanaman. Curah hujan Indonesia lebih Indonesia lebih tinggi pula dibanding India (1.080 mm), Amerika (715 mm), China (645 mm), Brasil (1.750 mm), Argentina (591 mm) dan bahkan Thailand (1.625 mm). Hanya dua negara tetangga kita yang mampu melampaui curah hujan Indonesia yakni Malaysia (2.875 mm) dan Papua Nugini (3.140). Bahkan seharusnya kita akan lebih bersyukur lagi apabila dibandingkan negara seperti Yordania (111 mm), Qatar (74 mm), Arab Saudi (59 mm) dan Mesir yang hanya mendapatkan curah hujan 51 mm pertahun. Produksi biomasa untuk energi juga optimal dengan kondisi iklim tersebut. Skenario karbon netral dengan menggunakan biomasa sebagai bahan bakar untuk mengurangi bahkan menggantikan batubara sudah banyak dilakukan bahkan telah menjadi kebijakan negara, seperti Jepang, Korea, China, dan sejumlah negara di Eropa. Dalam waktu yang tidak lama lagi diperkirakan akan banyak negara menerapkan program atau kebijakan sejenis. Integrasi kebun energi dan peternakan untuk optimalisasi pemanfaatan lahan bisa dilakukan dengan skenario 5F Project For The World!.


Secara empiris dengan kondisi iklim Indonesia yang berada di khatulistiwa tersebut membuat produksi biomasa kayu-kayuan menjadi lebih cepat secara signifikan. Proses photosintesis dengan pancaran sinar matahari sepanjang tahun tersebut adalah faktor mengakselerasi pertumbuhan dan produksi biomasa kayu-kayuan tersebut. Kebun-kebun energi seharusnya banyak dibuat di berbagai daerah di Indonesia, mengingat banyaknya lahan atau tanah yang tersedia. Berdasarkan pada faktor-faktor diatas tanaman rotasi cepat seperti kaliandra dan gamal dalam waktu 1 tahun sudah bisa dipanen kayunya di Indonesia dengan jumlah yang sama untuk poplar dan willow yang ditanam di negara sub-tropis selama 4 tahun. Sebuah perbedaan yang nyata. Berdasarkan analisis kebun energi juga memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit, lebih jauh bisa dibaca disini.

Di negeri-negeri subtropis, seandainya toh lahan mereka subur, matahari tidak menyinari penunjang sepanjang tahun. Bahkan di musim dingin, tanaman-tanaman berhenti tumbuh dan baru tumbuh kembali di musim berikutnya, maka musim berikutnya ini disebut musim semi. Sedangkan di negeri-negeri gurun , mereka mendapat limpahan sinar matahari yang panjang, tetapi mereka hanya memiliki hujan yang sangat sedikit. Sehingga tidak banyak yang bisa tumbuh di negeri gurun.

Tetapi lahan yang subur, hujan yang melimpah dan matahari sepanjang tahun-pun tidak banyak memberi manfaat bila manusia yang tinggal di dalamnya tidak cerdas. Ketika kita tidak cerdas dalam mengelola bumi, sumber daya yang melimpah tidak menjadikan kita unggul dibandingkan bangsa lain-malah bisa menjadi musibah seperti yang terjadi dengan musibah tahunan asap kita. Lebih utama dari itu semua adalah petunjuk-petunjuk-Nya yang sangat detail dan meliputi segala sesuatu (QS 2:185 dan 16:85). Maka ketika petunjuk ini tidak kita gunakan, kecerdasan kita hanya akan menghasilkan ilmu-ilmu dugaan/prasangka (dzon), dugaan-dugaan tersebut sementara kelihatan benar tetapi baru kemudian hari diketahui kesalahannya. 



Indonesia juga sangat potensial sebagai produsen terbesar wood pellet dunia. Produksi wood pellet dengan kebun energi atau pepohonan tersebut juga sangat sejalan dengan konsep Islam. Tercukupinya atau swasembada kebutuhan pangan, energi dan air adalah tujuan jangka panjang 5F Project For The World tersebut. Sekali lagi potensi Indonesia luar biasa sebagai produsen biomasa terbesar di dunia, sehingga bumi yang 'ijo royo-royo' ini menjadi incaran para pengusaha energi terbarukan masa depan.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...