Sabtu, 22 Juli 2017

Go Biomass, Go Bioeconomy!

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal (ulil albab). Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi – (kemudian berkata) ‘Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS 3:190-191)

Energi berada pada pondasi dari berbagai aktvitas ekonomi. Untuk memanaskan, mendinginkan, menerangi, komunikasi dan berbagai sistem komputer, transportasi, kerja mekanik selalu membutuhkan energi. Saat ini sebagian besar energi tersebut berasal dari bahan bakar fossil yang ternyata berdampak buruk bagi lingkungan berupa naiknya konsentrasi CO2 di atmosfer (carbon positif) yang mengakibatkan masalah perubahan iklim dan pemanasan global. Selain itu bahan bakar fossil tersebut di nilai juga tidak berkelanjutan (sustainable) karena sumbernya yang terbatas, sehingga kata kunci pengembangan energi untuk masa kini dan akan datang adalah keberlanjutan (sustainibility) tersebut. Dalam Qur'an Surat An Naba' (78) : 13, Allah SWT menjadikan matahari sebagai penerang atau sumber energi bagi alam raya, lalu menjadikan hujan dari awan (QS 78 : 14) dan dengan air hujan tersebut Allah menumbuhkan biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan (QS 78 : 15) serta kebun-kebun yang rindang (QS 78 : 16).

Mauna Loa Observatory : tahun 1959 tercata konsentrasi CO2 316 ppm, dan tahun 2013 telah mencapai 400 ppm atau meningkat 27% pada kurun waktu setengah abad. Hal ini juga berarti 50% lebih tinggi sebelum era-revolusi industri
Sinar matahari sebagai sumber energi bagi alam raya sehingga suhu bumi bisa terjaga dan berbagai proses kehidupan bisa berjalan. Termasuk energi fossil tersebut juga berasal dari berbagai tumbuhan yang berphotosintesis pada masa lampau. Mengekstrak atau mengambil energi matahari sebagai energi telah menjadi perhatian manusia saat ini. Dengan cara apa seharusnya manusia mengekstrak energi matahari tersebut? Tidak lain yakni dengan menggunakan pohon-pohon melalui proses photosintesisnya untuk produksi biomasa. Pada energi fossil, proses geologi telah membuatnya terkonsentrasi dan menjadi deposit yang kaya, sedangkan pada energi terbarukan maka keberadaan sinar matahari menjadi sangat vital. Bahkan dari keberadaan berbagai pepohonan tersebut maka mata-mata air akan muncul lalu menjadi sungai-sungai. Pertanyaannya dimana di bumi ini lokasi bisa mendapat curahan matahari yang melimpah ruah dan terus menerus sepanjang tahun? Daerah tropis seperti Indonesia inilah lokasinya sehingga secara alamiah proses photosintesis bisa berjalan dengan optimal dan untuk lebih detailnya bisa dibaca di sini. Lalu mengapa Indonesia yang mayoritas muslim dengan lahan yang luas dengan curahan sinar matahari melimpah ruah tidak juga punya peran berarti pada era bioeconomy dengan energi terbarukan khususnya biomasa sebagai komoditas utamanya? Bukankah Allah SWT juga memerintahkan kita untuk memakmurkan bumi ini (QS 11:61)? Mari kita renungkan bersama.
Ditengah gencarnya efisiensi energi, proyeksi konsumsi energi secara global terus meningkat, yakni dengan kenaikkan 1,5% setiap tahunnya sejak 2012 hingga 2035. Energi terbarukan khususnya biomasa meningkat signifikan yakni lebih dua kali pertumbuhan energi nuklir dan lebih tiga kali pertumbuhan energi hidro. Sedangkan pertumbuhan konsumsi energi fossil hanya berkisar 1/6-nya. Hal ini menunjukkan era bioeconomy semakin terbuka.  Biomasa kayu dari pepohonan sudah menjadi sumber energi bagi masyarakat sejak jaman dulu dan dalam era-bioeconomy ternyata sejarah berulang. Amerika Serikat saat ini misalnya menggunakan 1% biomasa kayu untuk produksi listrik dan 2% di sektor industri. Bahkan baru-baru ini Amerika melalui department energinya (The US Department of Energy) mencanangkan produksi biomasa kering minimal 1 milyar ton pada 2040 dan misi tersebut ternyata juga mendorong negara tetangganya, yakni Kanada untuk mengembangkan program yang serupa. Sedangkan Finlandia dan Swedia bahkan telah mencapai hampir 1/5 dari sektor energinya menggunakan biomasa kayu yakni untuk produksi listrik dan sumber panas. Berbeda lagi dengan Italia yang terkenal sebagai pengguna biomasa kayu terbesar untuk sektor rumah tangga pada pemanas ruangan, untuk lebih detail bisa dibaca di sini. Sedangkan di Asia, Jepang dan Korea adalah dua negara yang mempelopori biomasa kayu secara massif. Korea dengan RPS (Renewable Portofolio standard) yang dicanangkan sejak 2012 telah mentargetkan penggunaan biomasa kayu 20% pada 2020. Jepang setelah tragedi PLTN Fukushima 2011 juga telah mendorong penggunaan biomasa kayu untuk sumber energinya. Pada umumnya negara-negara besar telah memasukkan biomasa sebagai kebijakan energinya atau secara umum dikenal dengan bioeconomy. Bagaimana Indonesia? Meski memiliki posisi strategis di katulistiwa dan tersedia tanah luas tetapi visi energi biomasa di Indonesia belum menggembirakan, karena hanya menempati porsi 3% dalam bauran energinya. Wood pellet adalah bentuk energi biomasa kayu yang sangat populer saat ini karena efisien dan mudah digunakan serta disimpan. Teknologi proses produksi wood pellet bisa dibaca di sini.
Pada dasarnya ada banyak energi yang bisa dihasilkan dari biomasa dan semua energi dari fossil juga bisa dihasilkan dari biomasa karena kesamaan unsur-unsur kimia penyusunnya. Mengapa unsur-unsur kimia penyusun biomasa sama seperti pada fossil? Kembali lagi karena asal muasal fossil tersebut dari biomasa dan seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam rangkaian QS 78 diatas. Hanya pada prakteknya belum semua biomasa saat ini diolah menjadi energi seperti fossil yang beraneka ragam termasuk berbagai bahan kimia, hal ini karena pada umumnya masih terkendala teknis dan ekonomis. Ditinjau dari bentuknya bentuk energi tersebut meliputi jenis padat, cair dan gas, antara lain wood chip, wood pellet, wood briquette, torrified wood, arang pada bentuk padat, lalu bioetanol dan biodiesel pada bentuk cair serta biogas dan syngas pada bentuk gas. Dan yang lebih penting bahwa penggunaan pepohonan sebagai sumber biomasa untuk energi sesuai dengan Al Qur'an dan untuk lebih detailnya silahkan dibaca di sini. Dengan mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (QS 3:190-191) tentu bukan hanya sekedar menjadi pemenang dalam era-bioeconomy tetapi lebih jauh meningkatkan iman dan takwa kepada-Nya yang memberi kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagi yang tertarik diskusi dan mengelobarsi peluang ini sehingga terimplementasi silahkan menulis email : eko.sbs@gmail.com

Selasa, 18 Juli 2017

Menangkap Peluang Besar OPT Pellet


Sebagian besar kebun-kebun sawit telah memasuki masa tua sehingga perlu diremajakan lagi dengan cara penanaman ulang (replanting).  Jumlah batang sawit tua tersebut sangat banyak sehingga perlu diolah sehingga tidak mencemari lingkungan sekaligus memberi manfaat. Produksi pellet batang sawit (OPT pellet = Oil Palm Trunk Pellet) adalah cara terbaik pengolahan batang sawit tersebut. Potensi pellet batang sawit (OPT Pellet) yang bisa diproduksi sebanyak 12 juta ton. Sementara kebutuhan wood pellet juga sangat besar, yakni secara global 50 juta ton/tahun sedangkan untuk Asia terutama Korea dan Jepang saja berkisar 20 juta ton/tahun, sementara itu untuk pasar dalam negeri kebutuhan juga cukup besar yang saat ini saja mencapai ratusan ribu ton/tahun dengan kecenderungan terus meningkat.
Setelah batang-batang sawit tersebut dikumpulkan dari kebun selanjutnya proses produksi OPT pellet bisa dilakukan. Kadar air yang tinggi dari batang sawit menjadi tantangan tersendiri untuk produksi OPT pellet tersebut. Pre-treatment untuk mengurangi kadar air tersebut perlu dilakukan sehingga batang tersebut selanjutnya bisa diolah menjadi wood pellet. Banyak cara bisa dilakukan untuk pengeringan batang sawit tersebut baik secara alami, mekanik maupun fisika.
Pemilihan lokasi pabrik OPT pellet perlu dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga bisa ekonomis seperti berdekatan dengan pabrik sawit sehingga ada peluang mendapat pasokan listrik yang memadai bahkan juga sumber panas untuk membantu pengeringan batang-batang tersebut. Karena limbah batang-batang sawit tersebut tidak tersedia sepanjang waktu, maka pabrik wood pellet harus mempertimbangkan  hal tersebut termasuk ketika sewaktu-waktu pabrik harus pindah karena kehabisan bahan baku atau pun menyiapkan bahan baku untuk jangka panjangnya seperti membuat kebun energi.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...