Kamis, 25 Desember 2025

Perlambatan Ekstensifikasi Lahan Sawit : Replanting atau Biochar ?

Perluasan (ekstensifikasi) lahan sawit yang serampangan atau ugal-ugalan pasti diluar jalur keberlanjutan (sustainibility). Alih-alih pohon sawit menjadi berkah karena produktivitasnya tertinggi diantara sumber minyak nabati lainnya (kedelai, biji bunga matahari, rapeseed, kelapa dsb), hanya tumbuh di kawasan tropis dan berkontribusi 40% pada pasokan minyak nabati global, tetapi malah menjadi bencana alam. Harga untuk bencana tersebut juga tidak main-main karena adalah nyawa manusia yang jumlahnya hingga ribuan manusia, tentu disamping kerugian material lainnya. Hal ini sangat menjadi sorotan ketika terjadi banjir Sumatera akhir-akhir ini. Apakah sepadan antara keuntungan minyak sawit dengan korban-korban nyawa tersebut ? 

Pembukaan lahan sawit atau land clearing puluhan bahkan ratusan ribu hektar menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi. Bahkan sangat mungkin dengan land clearing saja sudah mendapatkan keuntungan sangat besar, padahal usaha perkebunan dan produksi minyak sawit belum mulai. Hal inilah sehingga membuat para pengusaha berbondong-bondong untuk masuk ke sektor perkebunan ini, dengan satu tujuan berupa keserakahan untuk keuntungan (cuan) sebesar-besarnya tanpa perlu memperhatikan aspek keberlanjutan dan hasilnya terjadi bencana dimana-mana. 

Ketika tujuan adalah untuk meningkatkan produksi sawit secara bertahap, aman, terencana dan berkelanjutan maka tentu perlu pertimbangan yang memadai, bukan gelap mata dan serampangan menyikat lahan-lahan hutan (deforestasi) dengan dalih alih fungsi lahan. Selain penggunaan bibit unggul, setidaknya ada dua cara untuk meningkatkan produktivitas sawit yakni peremajaan kebun (replanting) dan aplikasi biochar (bagian dari intensifikasi lahan). 

Menurut Joko Supriyono mantan ketua GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) periode 2015 - 2018 dan 2018 -2023. dalam bukunya “Masih Berjayakah Sawit Indonesia ?” dikatakan dengan jika penanaman kembali (replanting) kelapa sawit di Indonesia berhasil mencapai 300 ribu hektar per tahun, diperkirakan produksi CPO dan CPKO pada tahun 2045 akan mencapai 80 juta ton. Sedangkan saat ini produksi CPO dan CPKO berkisar 55 juta ton. Dan dengan penggunaan biochar maka produktivitas kelapa sawit akan meningkat rata-rata 30% dalam 5-10 tahun, artinya pada tahun 2035 produksi CPO dan CPKO akan mencapai 71,5 juta ton. Apalagi kalau kedua cara tersebut dikombinasi maka hasilnya mestinya akan lebih baik lagi. 

Produksi CPO Indonesia saat ini mencapai sekitar 50 juta ton/tahun, dengan luas lahan 16,8 juta hektar dengan rata-rata produksi CPO per hektar 3,55 ton/ha atau per satu juta hektar menghasilkan 3,55 juta ton. Apabila biochar digunakan dan terjadi kenaikan produktivitas 30% berarti terjadi kenaikan kenaikan 15 juta ton CPO (total menjadi 65 juta ton CPO/tahun) dan ini menghemat lahan sekitar 4,2 juta hektar, atau penggunaan biochar akan memperlambat pembukaan hutan untuk perkebunan sawit. Aplikasi biochar dengan kompos akan meningkatkan kualitas kompos menjadi kompos premium untuk lebih detail baca disini. Hal ini sehingga operasional industri sawit dengan pemanfaatan semua limbah biomasanya tersebut. 

Gerakan replanting kebun sawit harus digalakkan sehingga produksi minyak sawit bisa terus ditingkatkan. Masalah limbah biomasa dari pohon sawit yang mencapai ribuan hektar juga menjadi tantangan tersendiri. Dengan volume pohon sawit tua yang sangat besar maka pemanfaatan menjadi produk yang bernilai tambah penting dilakukan. Dengan rata-rata setiap hektar kebun sawit terdiri 125 pohon dan setiap pohonnya memiliki rata-rata berat kering 0,4 ton, maka per hektar di dapat 50 ton berat kering biomasa. Untuk luasan 10 ribu hektar menjadi 0,5 juta ton berat kering dan untuk luasan 100 ribu hektar berarti mencapai 5 juta ton berat kering. Atau jika perkiraan optimis Indonesia bisa melakukan 5% replanting (sangat optimistik) atau 820 ribu hektar berarti ada 41 juta ton berat kering biomasa per tahun dan juga Malaysia dengan 5% replanting atau 285 ribu hektar akan dihasilkan 14,25 juta ton berat kering per tahun.


Faktor kesiapan bisnis ditinjau dari teknologi dan pasar atau pengguna produk tersebut perlu dikaji secara seksama. Dengan volume yang sangat besar tersebut maka pabrik atau industri pengolahan biomasa bisa didirikan dan beroperasi secara maksimal, tanpa khawatir kekurangan bahan baku. Produk-produk seperti pellet, briquette, biochar maupun bioproduct lainnya seperti biocarbon lain, biomaterial, biofuel dan biochemical dimungkinkan juga dari limbah biomasa batang sawit tua tersebut. Batang sawit tua yang mati dan biasa ditinggal begitu saja di lahan semestinya dimanfaatkan untuk menjadi produk-produk yang bermanfaat dan bernilai tambah tersebut. Untuk lebih detail pemanfaatan limbah batang untuk produksi pellet bahan bakar (OPT Pellet) bisa dibaca disini.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perlambatan Ekstensifikasi Lahan Sawit : Replanting atau Biochar ?

Perluasan (ekstensifikasi) lahan sawit yang serampangan atau ugal-ugalan pasti diluar jalur keberlanjutan (sustainibility). Alih-alih pohon ...