Jumat, 06 Juli 2018

Produksi Pellet dan Briket Dari Limbah Pabrik Kayu Sengon

Pohon sengon adalah pohon yang banyak ditanam masyarakat diberbagai daerah dalam kawasan hutan rakyat. Saat ini diperkirakan luas perkebunan sengon tersebut mencapai lebih dari 1 juta hektar. Kayu adalah produk utama dari perkebunan sengon tersebut. Kayu tersebut diolah menjadi berbagai produk dari kayu gelondongan, kayu papan, kayu lapis, barecore, hingga pallet. Kayu sengon termasuk kayu lunak dan dihasilkan dari panen kayu dari perkenunan tersebut diusia pohon kurang lebih 5 tahun. Sentra-sentra perkebunan sengon di Indonesia terpusat pulau Jawa dan Kalimantan.

Limbah dari pengolahan kayu sengon tersebut yakni serbuk gergaji (sawdust), potongan-potongan kayu, kulit kayu dan kayu serutan (planner shaving). Masih banyak limbah-limbah tersebut yang belum dimanfaatkan bahkan mencemari lingkungan. Produksi wood pellet dan wood briquette dengan bahan baku tersebut akan mengatasi masalah lingkungan, menggerakkan sektor ekonomi dari pengolahan limbah atau khususnya bioeconomy yang diprediksi akan menjadi trend dalam waktu tidak lama lagi. Industri pengolahan kayu sengon paling sederhana yakni penggergajian kayu (saw mill) yang jumlahnya paling banyak dibandingkan industri pengolahan lebih hilir. Setiap penggergajian kayu rata-rata menghasilkan limbah serbuk gergaji 3 m3/hari (600 kg/hari) sehingga untuk 10 saw mill saja dihasilkan 6 ton/hari serbuk gergaji dengan kadar air rata-rata 30%.

Produksi briket dan pellet dari limbah kayu tersebut banyak kesamaannya, karena pada dasarnya teknologinya sama yakni pemadatan biomasa (biomass densification). Perbedaan dari produksi briket dan pellet hanya pada bagian akhir saja yakni mesin pemadatan atau mesin press (compactor)-nya. Pada produksi pellet di industri bentuknya sama yakni berupa silinder, hanya diameternya saja yang berbeda dan tidak ada perbedaan teknologi pemelletan tersebut. Ring die pellet press adalah pelletiser yang umum digunakan untuk pemelletan biomasa di industri khususnya berbahan baku biomasa kayu (woody biomass). Sedangkan pada briket, selain ukuran yang berbeda-beda, bentuk dari briket juga berbeda-beda. Briket umumnya juga memiliki tingkat kepadatan (densitas) lebih tinggi daripada pellet, bahkan bisa lebih dari dua kali lipatnya. Pellet memiliki kepadatan sekitar 650 kg/m3 sedangkan briket bisa mencapai 1400 kg/m3. 
Cara paling mudah membedakan briket dengan pellet yakni dari ukuran fisiknya. Briket memiliki ukuran lebih besar daripada pellet. Pembriketan pada umumnya juga lebih mudah dibandingkan pemelletan. Berbeda dengan pellet yang hanya menggunakan roller press, produksi briket menggunakan beberapa macam teknologi yakni, screw press, hydraulic dan piston press. Ulasan singkat teknologi tersebut bisa dibaca disini. Teknologi screw press memiliki banyak kelebihan dibandingkan hydraulic dan piston press, antara lain pada teknologi screw press briket yang dihasilkan juga memiliki lubang ditengah sehingga memudahkan pembakaran, dan juga mudah untuk diarangkan (karbonisasi). Teknologi screw press juga menghasilkan briket secara kontinyu, tidak seperti hydraulic yang beroperasi secara batch.
Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi pengolahan limbah kayu sengon ini, tentu saja investasi atau harga peralatan atau unit produksi tersebut. Unit produksi pellet secara umum lebih mahal daripada briket, bahkan unit produksi briket hanya sekitar separuh unit produksi pellet. Hal tersebut membuat entry barrier produksi briket lebih mudah atau lebih kecil dibandingkan produksi pellet. Bahkan teknologi screw press briket telah dikuasai dengan baik di Indonesia termasuk sampai proses karbonisasinya dan telah beroperasi lebih dari 25 tahun. Fabrikasi dan suku cadang screw press briquette juga telah sepenuhnya dikuasai, sehingga pengolahan limbah kayu sengon lebih mudah diimplementasikan segera. 

1 komentar:

  1. Kalau butuh banyak.. Saya ada stok limbah kayu sengon banyak.. Area jepara
    Hub 085327362482

    BalasHapus

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...