Rabu, 21 Agustus 2019

Besek Bambu dan Bioeconomy


Besek bambu telah lama dikenal masyarakat sebagai bahan untuk mengemas berbagai makanan. Penggunaannya saat ini mulai berkurang seiring penggunaan plastik untuk mengemas makanan. Plastik adalah bahan polimer yang saat ini hampir semua berasal dari minyak bumi pada awalnya merupakan penemuan luar bisa yang spektakuler sehingga. material yang sangat diharapkan bisa banyak digunakan dalam kehidupan manusia termasuk menggantikan logam yang berat, tidak tahan karat, harga mahal dan sebagainya. Juga plastik tersebut bisa mensubtitusi penggunaan bahan-bahan alami untuk mengemas makanan seperti daun dan besek bambu. Plastik memang sangat banyak digunakan dalam kehidupan manusia dengan variasi kualitasnya yang juga sangat beragam. Plastik dengan kualitas tinggi juga harganya mahal dan penggunaannya juga sangat spesifik. Penggunaan plastik sebagai pengemas makanan dan juga membawa barang memang sangat praktis, ringan dan murah. Hal ini membuat konsumsi plastik untuk keperluan tersebut sangat besar atau diperkirakan mencapai 5,5 juta ton/tahun. Ternyata dari sisi lingkungan penggunaan plastik tersebut banyak menimbulkan masalah yakni pencemaran lingkungan karena perlu waktu sangat lama hingga ratusan tahun untuk mendekomposisi secara alamiah. Microplastic dari hasil peruraian plastik juga banyak berbahaya khususnya bagi kesehatan.

Indonesia bahkan menempati peringkat kedua dalam hal pencemaran plastik di lautan atau peringkat kedua setelah China, tentu ini menjadi keprihatinan tersendiri. Hal tersebut tentu banyak menimbulkan masalah lingkungan walaupun di laut sekalipun seperti mengganggu pertumbuhan biota laut misalnya terumbu karang, dan penyu. Banyak banjir juga terjadi akibat tersumbatnya saluran air dan setelah dicermati akibat banyaknya sampah plastik. Sampah plastik tersebut juga akan mencemari tanah hingga puluhan atau ratusan tahun, sehingga tentu berdampak bagi lingkungan. Saat ini sangat banyak yang mengeluhkan masalah plastik tersebut bahkan ada wacana untuk membatasi dan melarang termasuk memajakinya. Tentu saja hal tersebut berpotensi akan menurunkan penggunaan plastik tetapi tanpa ada solusi efektif maka peraturan juga tidak akan efektif. Pirolisis adalah proses thermal yang bisa digunakan untuk mengatasi limbah plastik tersebut. Tetapi karena teknologi ini masih mahal sehingga belum banyak digunakan.
Geplak Bantul
Kembali ke besek bambu, apabila pengemasan makanan kembali ke bahan-bahan alami tentu penggunaan plastik bisa dikurangi. Geplak adalah makanan tradisional khas Bantul, Yogyakarta yang biasanya masih menggunakan besek bambu. Seiring meningkatnya minat masyarakat saat ini terhadap makanan-makanan tradisional seharusnya diikuti pula penggunaan pengemasan berbahan alami seperti penggunaan besek bambu tersebut. Baru-baru ini besek bambu juga sempat mendapat perhatian masyarakat karena himbauan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan untuk menggunakan besek bambu untuk distribusi daging kurban pada Idul Adha 1440 H kemarin. Hal ini adalah suatu terobosan dan lompatan jitu untuk kembali mempopulerkan besek bambu. Apabila besek bambu semakin meningkat penggunaannya maka kebutuhan bambu sebagai bahan bakunya juga otomatis meningkat. Untuk itu kebun-kebun bambu perlu dibuat untuk menjaga keberlangsungan supplainya, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Bahkan pohon bambu bisa memenuhi 9 poin dari 17 poin dari Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan negara-negara yang bernaung dibawah PBB, untuk lebih detail bisa dibaca disini.

Katun bambu, photo diambil dari sini
Kebun bambu ternyata memiliki banyak manfaat lingkungan salah satunya untuk konservasi air dan menahan erosi. Bambu juga bisa terus dipanen sepanjang tahun setelah berumur 5 tahun selama 25 tahun atau masa produktifnya. Penggunaan bambu juga tidak hanya untuk kemasan makanan seperti besek bambu tersebut tetapi juga untuk berbagai hal lain. Pada dasarnya masyarakat Indonesia pada umumnya juga telah sangat familiar dengan bambu hanya saja pada era bioeconomy produksi /budidaya dan pengolahannya bisa dioptimalkan. Sejumlah penggunaan bambu yang cukup advance adalah dashboard Toyota Lexus, langit-langit di bandara Barajas, Madrid, Spanyol dan sepeda sport. Bambu seperti halnya biomasa kayu-kayuan lainnya juga bisa sebagai bahan baku pulp and paper, tekstile,  bioenergy (pellet & briket), biomaterial dan sebagainya. Bahkan sebuah rumah yang dibuat dengan papan bambu yang dibuat dengan proses khusus ternyata kualitasnya tidak kalah dengan perumahan mewah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...