Lama dan mahalnya biaya sosial untuk produksi kayu-kayu keras
seperti kayu jati yang membutuhkan waktu minimal 15 tahun membuat
Perhutani menggantinya dengan tanaman rotasi cepat seperti gliricidia.
Sedangkan bagi perusahaan swasta alasan utama menanam tanaman rotasi
cepat tersebut terutama adalah alasan keuntungan. Komoditas yang
memberikan keuntungan cepat, dengan resiko minimal. Waktu panen kayu yang
pendek yang hanya berkisar 2-3 tahun dan bisa trubus (coppice)
berulang-ulang tanpa perlu menanam ulang (replanting) adalah keunggulan
tanaman tersebut. Penanaman dan perawatan pohon tersebut juga sangat
mudah. Harga kayu yang hanya seharga kayu limbah atau kayu bakar juga meringankan biaya
sosial yakni pengamanan dari pencurian kayu. Penggunaan kayu-kayu
tersebut sebagai sumber biomasa atau bahan baku pada industri pengolahan
kayu seperti pembuatan particle board maupun sebagai sumber energi
misalnya dengan diolah menjadi wood pellet dan wood briquette. Ratusan
ribu hektar telah direncanakan untuk penanaman tersebut dan membutuhkan
waktu hingga beberapa tahun ke depan.
Selain produksi kayu utama, sebenarnya ada dua
produk dari pohon tersebut yang bisa dimanfaatkan yakni bunga dan daun (whole tree utilization).
Bunga untuk peternakan lebah madu atau produksi madu dan daun untuk
pakan ternak atau produksi daging. Peternakan domba, kambing dan sapi
bisa dikembangkan berdekatan dengan kebun tersebut sehingga dekat dengan
sumber pakan. Walaupun kandungan protein dalam daun gliricidia berkisar
18-24% atau cukup tinggi untuk pakan ternak pada umumnya, sehingga
sangat bagus untuk pakan ternak, karena pakan konsentrat biasanya hanya
mengandung protein sekitar 15% saja, tetapi untuk mendapatkan pakan yang
berimbang masih dibutuhkan sejumlah nutrisi lainnya. Kebutuhan nutrisi
pelengkap lainnya bisa didapatkan dari masyarakat sekitar dengan
bekerjasama melalui pemberdayaan masyarakat. Nutrisi yang dibutuhkan
untuk pakan ternak sehingga menjadi pakan lengkap
(complete feed) tersebut yakni sumber serat, sumber protein, vitamin dan
mineral. Daun gliricidia dengan kadar protein 18-24% sebagai sumber
protein, sedangkan rumput atau jerami sebagai sumber serat dan ditambah
vitamin dan mineral.
Penggembalaan
Untuk menghasilkan hasil ternak yang unggul maka penggembalaan ternak adalah solusinya. Dengan penggembalaan, ternak akan lebih sehat dan biaya pakan bisa semakin murah karena rumput bisa langsung didapat. Dengan luasan kebun biomasa atau kebun energi yang mencapai puluhan hingga ratusan ribu hektar, maka mengalokasikan beberapa puluh atau ratus hektar tentu bukan hal sulit. Area tersebut bisa digunakan untuk padang penggembalaan ternak-ternaknya. Rumput-rumput tertentu bisa ditanam sebagai sumber pakan pada padang penggembalaan tersebut. Domba dan sapi bahkan bisa diternak dan digembala pada satu padang gembalaan yang sama. Teknik penggembalaan rotasi adalah teknik penggembalaan yang bisa diterapkan karena lebih efektif dan efisien, dibanding penggembalaan konversional.
Penggembalaan tunggal (single grazing) |
Dengan komposisi daun gliricidia yang dihasilkan dari setiap pohon mencapai sekitar 30% dan rata-rata perhektar ditanam 10.000 pohon maka jumlah daun yang dihasilkan dari kebun biomasa atau kebun energi tersebut sangat banyak dan berlebih untuk konsumsi di peternakan. Maka hal tersebut juga berpotensi membuat pabrik pakan ternak. Pakan ternak yang diproduksi selanjutnya bisa menyuplai pakan ke sejumlah peternakan di berbagai daerah sehingga usaha peternakan semakin berkembang dan swasembada daging mudah tercapai. Import daging yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu ton seharusnya bisa dihindari dan dicukupi dari usaha peternakan di dalam negeri.
Masalah utama peternakan yakni pakan dan pasar. Ketika masalah
pakan sudah teratasi hal tersebut berarti 50% dari masalah sudah
diselesaikan. Sedangkan untuk memulai usaha, hal pertama yang perlu
diperhatikan adalah pasar atau pembeli. Jika produk yang dihasilkan dari
usaha yang kita lakukan tidak ada pasar atau pembeli maka usaha
tersebut akan merugi dan gulung tikar. Potensi kekurangan daging di
dalam negeri bisa menjadi potensi pasar yang besar maupun pasar export.
Terkait domba dan kambing, memang sejumlah daerah lebih menyukai kambing
seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sedangkan daerah lain
lebih menyukai domba seperti Yogyakarta. Hal tersebut seharusnya juga
menjadi perhatian terkait target pasarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar