Sejumlah pabrik semen bisa berproduksi dengan baik cukup hanya dengan bahan baku batu kapur (limestone) dan lempung (clay). Hal tersebut karena dari material tersebut telah terpenuhi semua oksida yang dibutuhkan dalam pembuatan clinker-nya. Oksida-oksida yang dibutuhkan tersebut adalah CaO (C), SiO2 (S), Al2O3 (A) dan Fe2O3 (F). Batu kapur (lime stone) sendiri biasa memiliki kandungan CaO (C) sekitar 90% dan SiO2 (S) 5%. Tetapi fakta di lapangan banyak pabrik semen yang membutuhkan material tambahan untuk mencapai komposisi oksida yang diinginkan atau biasa disebut bahan korektif. Sejumlah bahan korektif tersebut adalah high grade limestone yang memiliki kandungan CaO diatas 95% sebagai koreksi oksida C, selanjutnya silica sand untuk koreksi oksida S, selanjutnya kaolin atau bauksit untuk koreksi oksida A dan iron ore atau pyrite untuk koreksi oksida F.
Jadi secara umum saat ini material yang dibutuhkan yang dibutuhkan untuk produksi clinker tersebut adalah limestone, clay, silica sand dan iron ore. Dalam perkembangannya iron ore bisa digantikan dengan slag. Kandungan Fe2O3 (F) slag lebih rendah dibandingkan iron ore tetapi harganya lebih murah. Slag yang digunakan terutama berasal dari industri besi dan baja yang biasa dikenal dengan GBFS atau GGBFS. Slag sebenarnya juga material aditif yang bisa ditambahkan dengan clinker dan gypsum sehingga menjadi produk (slag) semen. Selain slag material lain seperti fly ash juga biasa digunakan sebagai aditif tersebut, kedua bahan tersebut biasa disebut bahan suplemen semen atau SCM (supplementary cementious material). Ukuran fly ash yang sangat lembut tidak perlu dihancurkan lagi sehingga bisa langsung dicampurkan dengan clinker dan gypsum, sedangkan slag dari pabrik besi atau baja perlu dihancurkan atau dilembutkan lagi menjadi GGBFS sebelum dicampur dengan clinker dan gypsum. Untuk kebutuhan aditif tersebut selain aspek fisik seperti ukuran partikel, aspek kimia yakni slag chemistry dan fly ash chemistry adalah parameter penting yang perlu diperhatikan.
Penggunaan SCM seperti slag dan fly ash di atas, akan mengurangi penggunaan terutama bahan bakar fosil. Hal ini karena SCM tersebut ditambahkan pada clinker dan gypsum sehingga tidak membutuhkan energi panas. Energi panas sendiri dibutuhkan pada pembuatan clinker yakni di calciner dan rotary kiln. Sebagai contoh pada pembuatan slag cement menghasilkan 38% lebih sedikit emisi CO2 dibandingkan proses untuk produksi portland cement karena lebih sedikit batu gamping (limestone) dibakar untuk produksi slag cement daripada dibutuhkan untuk Portland cement. Energy panas tersebut saat ini masih banyak menggunakan bahan bakar fossil dan secara bertahap mulai menggunakan energi terbarukan. Energi berasal dari biomasa seperti limbah pertanian dan kotoran hewan juga mulai digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar