Rabu, 14 Desember 2022

Produksi Briket / Pellet Kotoran Sapi Sebagai Bahan Bakar dan Bioekonomi

Penggunaan energi terbarukan semakin meningkat seiring kesadaran global masalah lingkungan dan iklim. Bahan-bahan yang dulu dianggap limbah dan mencemari lingkungan, saat ini dengan konsep zero waste dan circular economy telah banyak diubah menjadi energi alternatif atau energi terbarukan. Industri-industri besar seperti pembangkit listrik, industri semen dan sebagainya telah mulai menggunakan energi terbarukan tersebut dalam rangka program penurunan emisi CO2 atau dekarbonisasi. Program dekarbonisasi ini semakin populer dan diaplikasikan pada berbagai lini kehidupan.

Sebagai contoh riil adalah industri semen di UAE yakni Gulf Cement Co, yang menggunakan energi terbarukan dari kotoran unta. Dari hasil ujicoba operasional didapat bahwa setiap 2 ton kotoran unta bisa menggantikan 1 ton batubara. Penggunaan kotoran hewan sebagai bahan bakar sebenarnya bukan hal yang baru bagi mereka, dari cerita nenek moyang kotoran sapi telah digunakan sebagai pemanas atau bahan bakar, tetapi untuk kotoran unta banyak yang belum terpikirkan. Gulf Cement Co saat ini menggunakan 50 ton/hari kotoran unta sebagai bahan bakar. UAE memiliki populasi unta sekitar 9000 ekor untuk produksi susu, balap dan kontes kecantikan. Setiap unta menghasilkan kotoran 8 kg/hari, lebih banyak atau berlebih daripada yang dibutuhkan petani. Melalui program pemerintah para peternak unta mengumpulkan kotoran-kotoran unta tersebut di tempat-tempat pengumpulan. 

Kotoran sapi juga telah digunakan sebagai sumber energi dari Amerika Serikat, Zimbabwe sampai ke China. Di Indonesia hal tersebut juga seharusnya bisa dilakukan. Dengan setiap ekor sapi menghasilkan kotoran rata-rata 15 kg per hari (hampir 2 kalinya unta), maka hal itu sama seperti kondisi di UAE di atas, volume kotorannya lebih banyak atau berlebih daripada yang dibutuhkan petani. Berlebihnya kotoran tersebut menjadi masalah lingkungan bahkan harus dibuang ke sungai dan sebagainya. Ratusan ton setiap hari kotoran sapi tersebut yang belum termanfaatkan di sejumlah daerah di Indonesia, padahal kotoran tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar terutama diolah menjadi briket atau pellet (terlebih dahulu dikeringkan). Pemadatan kotoran sapi menjadi briket atau pellet tersebut selain bertujuan untuk mendapatkan ukuran dan bentuk yang seragam, padat, memudahkan penyimpanan dan pemakaian, juga menghemat biaya transportasi. Dan untuk memenuhi kebutuhan bahan pabrik semen dibutuhkan seperti briket / pellet kotoran sapi dalam jumlah besar, sehingga dibutuhkan alat produksi kapasitas besar yang bekerja kotinyu. Diperkirakan kebutuhan pellet atau briket tersebut ribuan hingga puluhan ribu ton setiap bulannya.

Di pabrik semen ada 2 tempat yg membutuhkan energi panas : 1. calciner (tempat terjadi proses kalsinasi), 2. Rotary kiln (jantungnya pabrik semen, tempat pembuatan clinker). Energi terbarukan seperti briket atau pellet kotoran sapi, biasanya akan digunakan pada calciner dengan feeding point tersendiri. Sedangkan pada rotary kiln yang membutuhkan panas lebih tinggi saat ini umumnya pabrik semen masih menggunakan bahan bakar fossil. Penggunaan secara bertahap energi terbarukan akan mengurangi pencemaran lingkungan dan mengakselerasi program global dekarbonisasi. Pabrik semen sendiri bisa dikatakan sebagai industri yang mengolah dan memusnahkan limbah. Hal tersebut karena pabrik semen bisa mengolah limbah seperti slag dan fly ash sebagai bahan additif semen yang diproduksi - lebih detail bisa dibaca disini dan juga memusnahkan limbah yakni seperti penggunaan limbah kotoran sapi sebagai bahan bakar tersebut.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...