Selasa, 31 Oktober 2023

Reklamasi Bentuk Lain : Kebun Energi Untuk Produksi Wood Pellet

Kegiatan reklamasi dan pasca tambang disesuaikan berdasarkan sesuai status peruntukannya. Hal ini sehingga perlu dicek status area reklamasi tersebut apakah area kawasan hutan sehingga perlu dikembalikan ke status semula (revegetasi) ataukah APL (area penggunaan lain). Jangan sampai kawasan hutan yang seharusnya dihutankan kembali seperti semula (revegetasi), malah digunakan sebagai reklamasi bentuk lain misalnya untuk usaha peternakan dan sebagainya, sehingga berpotensi mendapat sanksi. Sedangkan kalau lahan tersebut berstatus APL maka hal ini terbuka untuk program reklamasi bentuk lain. Perencanaan reklamasi dan pasca tambang ini mengacu pada pertama, dokumen lingkungan hidup dan kedua, dokumen studi kelayakan. Reklamasi bentuk lain yang bisa dilakukan yakni pembuatan sumber air, pemukiman, pariwisata dan pembudidayaan. Pembuatan kebun energi untuk produksi wood pellet ini masuk pada kelompok reklamasi bentuk lain pembudidayaan. Secara ringkas faktor-faktor yang diperhatikan untuk reklamasi adalah: perencanaan reklamasi, analisa lahan, pemetaan dan persiapan lahan. 

PP no 78 tahun 2010 tentang reklamasi dan pasca tambang dan Kepmen ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018 tentang pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik dan lebih rinci pada lampiran VI yang mengatur reklamasi dan pasca tambang termasuk reklamasi bentuk lain tersebut. adalah peraturan-peraturan yang digunakan terkait kewajiban reklamasi dan pasca tambang.  Dan apabila dalam prakteknya perusahaan pertambangan melakukan pelanggaran bahkan tidak melakukan kewajiban reklamasi tersebut maka akan dikenai sanksi yang berat yakni berupa ditahannya dana reklamasi yang sudah disetorkan hingga dengan yang bisa mencapai 100 milyar rupiah. 

Pembuatan kebun energi sebagai reklamasi bentuk lain memiliki banyak manfaat atau keuntungan dibandingkan reklamasi bentuk lain lainnya. Hal ini karena kayu sebagai produk utama dari kebun energi tersebut akan diolah menjadi produk wood pellet. Kebutuhan wood pellet khususnya di pasar global terus meningkat seiring trend dekarbonisasi. Kebun energi tersebut mengunakan tanaman-tanaman pionir, adaptif dan produktivitas kayunya yang tinggi. Jenis tanaman yang biasa digunakan adalah kelompok legum seperti kaliandra dan gliricidia. Tanaman tersebut juga menyuburkan tanah karena nitrogen dari atmosfer disimpan dalam bintil-bintil akar tanaman karena bersimbiosis dengan  bakteri rhizobium sehingga menyuburkan tanah karena menjadi pupuk. Bakteri rhizobium leguminosarum memiliki kemampuan untuk menangkap nitrogen bebas dari udara di atmosfer yang dapat digunakan oleh tumbuhan.  Perakarannya yang dalam juga mampu mencegah terjadinya erosi.

Kualitas lahan yang dibutuhkan juga tidak harus sebagus lahan untuk tanaman-tanaman lainnya karena karakteristik tanaman kebun energi seperti di atas, hal ini sehingga cocok untuk lahan reklamasi pasca tambang. Selain itu dari kebun energi tersebut akan menghasilkan produk samping berupa daun yang digunakan sebagai pakan ternak ruminansia bernilai jual tinggi karena kandungan nutrisi berupa sumber protein yang tinggi. Pada komposisi pakan ternak unsur protein adalah salah satu unsur terpenting dan juga harganya paling tinggi. Selain itu dari bunganya juga potensial untuk usaha peternakan lebah madu, dan madu dari kaliandra termasuk madu yang mahal harganya. Jadi pada dasarnya kebun energi tersebut juga harus dibuat untuk bisa berproduksi secara berkelanjutan yakni dengan menjaga keseimbangan antara produktivitas kayu untuk produksi wood pelletnya, fungsi lingkungan berupa menjaga erosi dan air tanah, dan volume kayu yang dipanen tidak boleh melebihi kecepatan tumbuhnya atau minimal sama (carbon balance) serta pemanfaatan produk samping untuk tambahan revenue seperti pemanfaatan daun untuk pakan ternak dan madu dari peternakan lebah madu.

Budidaya kelapa sawit juga sering digunakan dalam reklamasi bentuk lain. Selain kebutuhan kualitas lahan lebih baik sehingga treatment tanah akan lebih mahal, kebutuhan air yang tinggi pada tanaman sawit serta kebutuhan pupuk yang tinggi adalah kendala utama budidaya sawit tersebut. Bahkan pemupukan adalah komponen biaya tertinggi pada budidaya atau perkebunan kelapa sawit. Selain itu ada juga penggunaan lahan reklamasi tersebut untuk produksi listrik dengan pembangkit tenaga surya (PLTS). Listrik yang dihasilkan dari tenaga surya tersebut adalah listrik yang ramah lingkungan atau bersifat carbon neutral, karena tidak menggunakan bahan bakar atau energi fossil sehingga tidak menambah konsentrasi CO2 di atmosfer.  Akan tetapi Indonesia sebagai negara tropis yang banyak mendung dan hujan maka produksi listrik dari tenaga surya tersebut akan banyak terkendala. Produksi kayu dari kebun energi lalu diolah menjadi wood pellet akan lebih baik, karena dengan iklim tropis maka pertumbuhan tanaman akan optimal, hal ini karena proses photosintesis membutuhkan air dan sinar matahari sebagai komponen utamanya. 

Seperti halnya PLTS, sumber energi dari biomasa khususnya wood pellet juga carbon neutral. Pada tambang-tambang batubara sebagai penghasil bahan bakar atau energi fossil yang berkontribusi utama naiknya konsentrasi CO2 di atmosfer atau carbon positive, maka reklamasi bentuk lain berupa kebun energi untuk produksi wood pellet yang merupakan bahan bakar carbon neutral tersebut juga sebagai bagian solusi iklim sehingga tentu memberikan citra positif bagi perusahaan tambang tersebut. Penggunaan wood pellet adalah sebagai upaya mereduksi emisi CO2 dari pembakaran batubara tersebut atau bagian dari dekarbonisasi, untuk lebih detail baca disini.Selain itu, luasnya lahan reklamasi pada pertambangan batubara yang bisa mencapai ribuan hektar, juga membuat kebun energi semakin luas dan semakin besar produksi wood pellet, termasuk produk sampingnya. Aplikasi utama wood pellet adalah bahan bakar untuk pembangkit listrik terutama dengan cofiring dengan batubara. 

Program cofiring batubara dengan biomasa pada PLTU batubara adalah cara efektif, termudah dan bertahap bagi PLTU batubara untuk menggunakan energi terbarukan khususnya bahan bakar biomasa berupa wood pellet tersebut. Dan untuk pemasaran wood pellet tentu juga bukan hal sulit bagi tambang-tambang batubara tersebut karena produk batubara dari pertambangan tersebut digunakan oleh PLTU dan besar kemungkinan PLTU tersebut juga melakukan cofiring. Dengan tujuan reklamasi untuk memberi keuntungan ekonomi, sosial dan lingkungan maka tentu dicari opsi terbaik untuk mencapai tujuan tersebut dengan sejumlah parameter-parameter penilaian tertentu. Sehingga dengan sejumlah keunggulan tersebut maka kebun energi untuk produksi wood pellet adalah pilihan terbaik saat ini. 

Jumat, 13 Oktober 2023

Mengapa Sebaiknya Pabrik Sawit Menggunakan Pirolisis daripada dengan Tungku Pembakaran ?

Proses produksi pabrik sawit atau produksi CPO selalu membutuhkan kukus (steam) untuk sterilisasi, hal ini sehingga perlu boiler. Panas yang dibutuhkan boiler biasanya berasal dari tungku dengan bahan bakar berupa fiber dan cangkang sawit. Selain digunakan sterilisasi, kukus tersebut juga digunakan untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik. Dengan pirolisis kontinyu maka panas untuk boiler tersebut bisa disuplai dari produk syngas dan biooil. Selain itu pirolisis juga menghasilkan biochar sebagai produk utama dan pyroligneous acid yakni semacam cuka kayu. Kedua bahan terakhir akan sangat bermanfaat pada perkebunan sawit. Penggunaan kedua bahan bakar tersebut (bahan bakar gas dan cair) akan membuat tungku  menjadikan asap lebih bersih dibandingkan dengan membakar bahan bakar padat berupa fiber dan cangkang sawit yang biasa dilakukan selama ini. 

Banyak perkebunan sawit berada pada tanah-tanah masam sehingga perlu dinaikkan pH-nya dan biochar bisa digunakan secara efektif. Biaya terbesar operasional perkebunan sawit yakni pada pupuk dan penggunaan biochar akan meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga mengurangi input pupuk dan menghemat biaya. Aplikasi biochar pada perkebunan sawit selain perbaikan kualitas tanah tersebut sehingga meningkatkan produktivitas buah kelapa sawit atau TBS juga sebagai bagian solusi iklim yakni carbon sequestration yang mendapat kompensasi berupa carbon credit. Carbon credit tersebut juga akan menjadi penghasilan tambahan bagi perusahaan sawit tersebut. Selain itu juga pyroligneous acid juga bisa sebagai pupuk dan biopestisida. 

Perkembangan teknologi pembakaran juga semakin berkembang yakni mulai dengan penggunaan moving grate hingga reciprocating grate digunakan untuk meningkatkan efisiensi boiler. Tetapi pertanyaan mendasarnya adalah seberapa menguntungkan penggunaan teknologi tersebut bagi perusahaan sawit secara umum ? Penggunaan tungku pembakaran tersebut hanya meningkatkan efisiensi boiler saja, sedangkan pada penggunaan pirolisis kontinyu selain panas boiler bisa dicukupi juga menghasilkan keuntungan lain berupa keuntungan lingkungan dan finansial. Keuntungan lingkungan dari perbaikan kondisi kesuburan tanah dan meminimalisir pupuk yang tercuci atau hilang ke lingkungan dengan teknik slow release fertilizer, untuk lebih detail baca disini dan juga pendapatan dari carbon credit yang jumlahnya juga besar. 

Aplikasi biochar tersebut untuk di perkebunan sawit sedangkan produksi biochar dari pabrik sawit sedangkan divisi kebun dan divisi pabrik merupakan dua organisasi terpisah dalam perusahaan sawit. Peran general manajer khususnya dibutuhkan untuk menangani hal tersebut sehingga tujuan besar perusahaan sebagai perusahaan yang menguntungkan, berwawasan lingkungan  dan berkelanjutan bisa tercapai. Faktor berupa memaksimalkan profit, perbaikan tanah dan lingkungan, serta bagian dari solusi iklim dengan carbon sequestration tersebut sehingga akan menjadi daya dorong yang kuat penggunaan pirolisis kontinyu dibandingkan tungku pembakaran. 

Rabu, 11 Oktober 2023

Dekarbonisasi Pada Pertambangan Batubara dengan Reklamasi untuk Kebun Energi Produksi Wood Pellet

Wood pellet sebagai bahan bakar carbon neutral sehingga tidak menambah CO2 di atmosfer, yang ini berbeda dengan bahan bakar fossil seperti batubara yang carbon positive, yakni menambah CO2 di atmosfer, merupakan bagian dari solusi iklim. Upaya net zero emission dan dekarbonisasi juga terakselerasi dengan penggunaan bahan bakar carbon neutral seperti wood pellet ini. Hal tersebut menjadi alasan penting dan utama produksi wood pellet pada perusahaan pertambangan khususnya batubara sehingga bisa mereduksi emisi CO2 dari pembakaran batubara tersebut. Lahan-lahan pasca tambang pada perusahaan batubara bisa direklamasi bentuk lain yakni dengan membuat kebun energi sebagai bahan baku produksi wood pellet. Ada jutaan hektar lahan bekas tambang yang potensial sebagai kebun energi tersebut, untuk lebih detail baca disini

Cofiring batubara dengan biomasa adalah pintu masuk yang mudah dan murah bagi PLTU batubara untuk secara bertahap menggunakan bahan bakar terbarukan. Seiring waktu cofiring ratio biomasa terhadap batubara bisa terus ditingkatkan sehingga semakin berkurang emisi CO2 dari batubara yang bersifat carbon positive tersebut. Secara teknis cofiring ratio hingga 5% belum membutuhkan modifikasi peralatan pada PLTU batubara yang bersangkutan. Jumlah CO2 yang bisa digantikan (carbon offset) dengan bahan bakar carbon neutral seperti wood pellet juga berpeluang mendapat carbon credit ataupun kompensasi lainnya. Penerapan pajak carbon (Carbon tax) juga semakin mendorong pengurangan penggunaan batubara di PLTU-PLTU serta sebaliknya yakni mendorong peningkatan penggunaan bahan bakar terbarukan khususnya wood pellet pada PLTU-PLTU tersebut atau peningkatan cofiring ratio bahkan idealnya bisa fulfiring yakni 100% menggunakan bahan bakar terbarukan. 

Pemberlakuan pajak karbon (carbon tax) di Indonesia direncanakan pada tahun 2025, setelah beberapa diundur. Tarif pajak karbon paling rendah adalah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (Rp 30.000 atau sekitar US$ 2 per ton CO2 ekuivalen). Tarif tersebut sebenarnya jauh lebih kecil dari usulan awal Rp 75. Dengan tarif Rp 30, Indonesia termasuk negara dengan tarif terendah di dunia untuk urusan pajak karbon. Dengan pembakaran 1 ton pembakaran batubara akan menghasilkan emisi CO2 sekitar 3 ton maka pajak karbon yang dikenakan akan mencapai Rp 90.000 per ton batubara. Sedangkan penggunaan bahan bakar terbarukan atau carbon neutral seperti wood pellet tidak dikenakan pajak karbon tersebut.  Selain itu perusahaan tambang juga berkewajiban untuk mereklamasi lahan pasca tambangnya, yang apabila tidak dilakukan akan dikenakan sangsi berat.  

Tanaman kebun energi merupakan jenis tanaman perintis, mudah tumbuh, efisien menggunakan air, menyuburkan tanah dan akarnya kuat untuk menahan erosi. Tanaman jenis legum seperti kaliandra dan gamal umum digunakan sebagai tanaman kebun energi tersebut. Integrasi pengolahan produk kebun energi tersebut harus dilakukan sehingga mendapat manfaat optimal, yakni produk utama kayu untuk produksi wood pellet, daun sebagai pakan ternak ruminansia dan madu sebagai pangan berkualitas tinggi. Kebun energi tersebut juga harus dibuat untuk bisa berproduksi secara berkelanjutan yakni dengan menjaga keseimbangan antara produktivitas kayu untuk produksi wood pelletnya, fungsi lingkungan berupa menjaga erosi dan air tanah, dan volume kayu yang dipanen tidak boleh melebihi kecepatan tumbuhnya atau minimal sama (carbon balance) serta pemanfaatan produk samping untuk tambahan revenue seperti pemanfaatan daun untuk pakan ternak dan madu dari peternakan lebah madu.

Senin, 02 Oktober 2023

Optimalisasi Produksi Wood Pellet dari Limbah-Limbah Kayu

Volume limbah perkayuan dari industri perkayuan di Indonesia diperkirakan mencapai 25 juta ton setiap tahunnya. Setiap pengolahan kayu akan menghasilkan limbah seperti serbuk gergaji, kayu serutan, potongan kayu dan sebagainya yang volumenya sekitar 40% dari bahan baku yang digunakan. Tetapi masih banyak limbah-limbah tersebut yang belum terolah sehingga malah mencemari lingkungan. Sedangkan perkembangan industri perkayuan Indonesia terus meningkat karena permintaan eksport yang tinggi walaupun sebenarnya realisasi industri kayu masih rendah.

Estimasi industri kayu Indonesia sebenarnya bisa dioptimalkan hingga kapasitas produksi mencapai 91 juta meter kubik per tahun, tetapi realisasi pada 2022 industri hasil hutan ini hanya mampu memproduksi 42,19 juta meter kubik per tahun atau sekitar 48,7% dari kapasitas optimumnya. Faktor-faktor yang menjadi penyebab rendahnya realisasi industri perkayuan tersebut ada 3 faktor yakni, efisiensi industri perkayuan, masalah terkait dengan bahan baku dan ketersediaan pasar.

Efisiensi rendah industri perkayuan disebabkan karena penggunaan mesin-mesin tua atau cara tradisional untuk produksinya. Sedangkan masalah yang terkait dengan bahan baku disebabkan oleh berkurangnya area hutan karena banyaknya pembangunan yang membuat lahan hutan beralih fungsinya. Upaya untuk menjaga pasokan bahan baku kayu yang stabil dan berkelanjutan perlu dilakukan, diantaranya dengan program rehabilitasi lahan dan pembinaan terhadap masyarakat petani hutan rakyat. Pemetaan potensi kayu secara nasional juga perlu dilakukan sehingga industri bisa mendapatkan informasi terkait suplai bahan baku yang dibutuhkan. Ketersediaan pasar juga menjadi faktor penting berkembangnya industri perkayuan, sehingga kemampuan mengakses informasi dan mengidentifikasi aspek pasar baik domestik maupun internasional sangat dibutuhkan. 


Semakin meningkatnya industri perkayuan maka limbah-limbah perkayuan juga semakin banyak. Industri yang berwawasan lingkungan tentu sangat memperhatikan masalah limbah hingga idealnya bisa zero waste. Limbah-limbah tersebut adalah bahan baku wood pellet. Kebutuhan wood pellet terus meningkat seiring trend dekarbonisasi global. Seperti halnya industri perkayuan yang membutuhkan konsistensi untuk menjaga produk-produknya, demikian juga pada produksi wood pellet. Konsistensi campuran bahan baku wood pellet merupakan kunci kualitas wood pellet termasuk akan membuat produksinya menjadi optimal. 

Pada pabrik perkayuan besar produksi wood pellet bisa dilakuan cukup dengan menggunakan limbahnya sendiri, sehingga selain mengatasi masalah limbahnya sesuai konsep zero waste, juga sebagai pengembangan usaha baru.  Sedangkan pada industri perkayuan kecil – menengah karena limbah-limbah kayunya tidak mencukupi maka sebagian limbah kayu sebagai bahan baku wood pellet perlu mencari dari tempat lain. Pabrik wood pellet juga bisa  dibuat tersendiri yakni dengan bahan baku yang 100% berasal dari limbah-limbah pabrik perkayuan milik orang lain, artinya pabrik wood pellet tersebut tidak dimiliki oleh suatu industri pengolahan kayu. Jadi pada dasarnya pabrik wood pellet adalah pabrik atau instalasi pengolah limbah-limbah perkayuan yang menghasilkan produk bernilai jual tinggi dan sejalan dengan trend dekarbonisasi global.

 

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...