Tampilkan postingan dengan label syngas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label syngas. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Februari 2025

Cogeneration pada Pabrik Sawit dengan Pirolisis, Langkah Awal Produksi dan Implentasi Biochar

Analoginya seperti halnya cofiring yang dilakukan pada pembangkit pembangkit listrik batubara dengan mencampur bahan bakar biomasa dengan rasio tertentu sebagai upaya dekarbonisasi sektor energi di pembangkit listrik. Sedangkan di pabrik sawit, cogeneration dengan pirolisis sebagai langkah awal inovatif memasuki era carbon negative dengan aplikasi biochar, produk utama pirolisis tersebut. Dan karena semua pabrik sawit memang menggunakan bahan bakar biomasa untuk operasional pabriknya maka sudah merupakan berbasis bahan bakar carbon neutral, tidak seperti pembangkit listrik batubara berbasis bahan bakar carbon positive karena berasal dari fossil.

Berbeda dengan cofiring yang mencampur bahan bakar batubara dan biomasa dengan rasio tertentu lalu dibakar bersama dalam tungku pembakaran seperti pulverized combustion, maka cogeneration dilakukan dengan menghasilkan energi secara terpisah tetapi output energinya untuk penggunaan atau khususnya boiler yang sama. Ini dilakukan karena bisa jadi jenis bahan bakarnya berbeda seperti bahan bakar padat dengan bahan bakar cair ataupun teknologi menghasilkan energi tersebut berbeda. Dengan cogeneration tersebut berarti tidak semua energi dihasilkan dari satu sumber energi atau energi dari cogeneration adalah sumber energi sekunder untuk memenuhi kebutuhan energi total, dan dalam hal cogeneration di pabrik sawit ini, energi dari pembakaran (combustion) masih menjadi energi primer-nya. 

Lalu kenapa kok tidak langsung full pyrolysis saja ? Lebih mudah, secara bertahap bagi pabrik sawit mengadopsi teknologi pirolisis dan karakteristiknya. Karena (slow) pyrolysis tujuannya untuk maximize solid / biochar maka produk samping berupa excess energy (syngas dan biooil) sebagai sumber bahan bakar boiler, nilai kalornya tidak sebanyak pembakaran (combustion) yang memang tujuannya untuk maximize heat. Hanya sekitar 1/3 excess energy tersebut berkontribusi (cogeneration) sebagai bahan bakar boiler. Dengan kata lain apabila langsung full pyrolysis maka jumlah biomasa sebagai bahan baku pyrolysis menjadi 3 kali lipat atau unit pyrolysis menjadi sangat besar sehingga semua limbah biomasa pabrik sawit terpakai, dan pabrik tidak bisa menjual cangkang sawitnya.

Keuntungan apa yang didapat oleh pabrik sawit apabila melakukan cogeneration dengan pyrolysis untuk produksi biochar antara produk biocharnya bisa untuk menghemat pemakaian pupuk di perkebunan sawit, mengatasi masalah limbah tandan kosong sawit sehingga pabrik sawit bisa zero waste, cangkang sawit yang selama ini digunakan untuk bahan bakar boiler bisa dijual sehingga menambah pendapatan, produktivitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit meningkat, aplikasi biochar di kebun sawit juga sebagai solusi iklim (carbon sequestration / carbon sink) sehingga bisa mendapat kompensasi carbon credit dan dengan pengelolaan limbah yang baik bahkan zero waste dan aplikasi biochar di kebun-kebun sawit maka perusahaan sawit akan mendapat citra yang baik pada aspek lingkungan dan keberlanjutan (sustainibility).

Rabu, 18 Desember 2024

Produksi Biochar atau Biocoal ?

Produksi biochar dan biocoal pada dasarnya satu tarikan nafas. Produksi biochar dengan full pyrolysis sedangkan biocoal dengan half/mild pyrolysis (torrefaction). Tujuan torrefaction / mild pyrolysis untuk meningkatkan kandungan energinya dan membuat bersifat hidrophobic sehingga disebut biocoal. Sedangkan tujuan full pyrolysis untuk menghasilkan material biokarbon yang stabil sehingga tidak terdekomposisi di dalam tanah ratusan bahkan ribuan tahun dan memperbaiki kesuburan tanah sehingga meningkatkan produktivitae tanaman (pertanian dan kehutanan). 


Aplikasi biochar saat ini terutama untuk pertanian dan produksi biochar akan menghasilkan excess heat, syngas dan biooil sebagai sumber energi. Sedangkan biocoal hanya fokus untuk energi. Keuntungan produksi biochar didapat dari penjualan biochar, penjualan carbon credit dan pemanfaatan produk-produk samping (full) pyrolysis. Sedangkan keuntungan dari biocoal hanya dari penjualan biocoal itu sendiri. 

Pemilihan atau pengembangan bisnis akan terkait pada kesiapan bisnis (pasar, teknologi, investasi etc) dan nilai manfaat lainnya yakni manfaat di sektor sosial dan lingkungan.

Jumat, 13 Oktober 2023

Mengapa Sebaiknya Pabrik Sawit Menggunakan Pirolisis daripada dengan Tungku Pembakaran ?

Proses produksi pabrik sawit atau produksi CPO selalu membutuhkan kukus (steam) untuk sterilisasi, hal ini sehingga perlu boiler. Panas yang dibutuhkan boiler biasanya berasal dari tungku dengan bahan bakar berupa fiber dan cangkang sawit. Selain digunakan sterilisasi, kukus tersebut juga digunakan untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik. Dengan pirolisis kontinyu maka panas untuk boiler tersebut bisa disuplai dari produk syngas dan biooil. Selain itu pirolisis juga menghasilkan biochar sebagai produk utama dan pyroligneous acid yakni semacam cuka kayu. Kedua bahan terakhir akan sangat bermanfaat pada perkebunan sawit. Penggunaan kedua bahan bakar tersebut (bahan bakar gas dan cair) akan membuat tungku  menjadikan asap lebih bersih dibandingkan dengan membakar bahan bakar padat berupa fiber dan cangkang sawit yang biasa dilakukan selama ini. 

Banyak perkebunan sawit berada pada tanah-tanah masam sehingga perlu dinaikkan pH-nya dan biochar bisa digunakan secara efektif. Biaya terbesar operasional perkebunan sawit yakni pada pupuk dan penggunaan biochar akan meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga mengurangi input pupuk dan menghemat biaya. Aplikasi biochar pada perkebunan sawit selain perbaikan kualitas tanah tersebut sehingga meningkatkan produktivitas buah kelapa sawit atau TBS juga sebagai bagian solusi iklim yakni carbon sequestration yang mendapat kompensasi berupa carbon credit. Carbon credit tersebut juga akan menjadi penghasilan tambahan bagi perusahaan sawit tersebut. Selain itu juga pyroligneous acid juga bisa sebagai pupuk dan biopestisida. 

Perkembangan teknologi pembakaran juga semakin berkembang yakni mulai dengan penggunaan moving grate hingga reciprocating grate digunakan untuk meningkatkan efisiensi boiler. Tetapi pertanyaan mendasarnya adalah seberapa menguntungkan penggunaan teknologi tersebut bagi perusahaan sawit secara umum ? Penggunaan tungku pembakaran tersebut hanya meningkatkan efisiensi boiler saja, sedangkan pada penggunaan pirolisis kontinyu selain panas boiler bisa dicukupi juga menghasilkan keuntungan lain berupa keuntungan lingkungan dan finansial. Keuntungan lingkungan dari perbaikan kondisi kesuburan tanah dan meminimalisir pupuk yang tercuci atau hilang ke lingkungan dengan teknik slow release fertilizer, untuk lebih detail baca disini dan juga pendapatan dari carbon credit yang jumlahnya juga besar. 

Aplikasi biochar tersebut untuk di perkebunan sawit sedangkan produksi biochar dari pabrik sawit sedangkan divisi kebun dan divisi pabrik merupakan dua organisasi terpisah dalam perusahaan sawit. Peran general manajer khususnya dibutuhkan untuk menangani hal tersebut sehingga tujuan besar perusahaan sebagai perusahaan yang menguntungkan, berwawasan lingkungan  dan berkelanjutan bisa tercapai. Faktor berupa memaksimalkan profit, perbaikan tanah dan lingkungan, serta bagian dari solusi iklim dengan carbon sequestration tersebut sehingga akan menjadi daya dorong yang kuat penggunaan pirolisis kontinyu dibandingkan tungku pembakaran. 

Kamis, 02 April 2020

Penghematan Pupuk di Perkebunan Sawit dengan Biochar dan Kompos dari Limbah Biogas



Walaupun Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan luas perkebunan sawitnya mencapai  sekitar 13 juta hektar, tetapi diperkirakan kurang dari 10% yang memiliki fasilitas biogas dari POME (Palm oil mill effluent) atau limbah cair pabrik sawit. Padahal dengan memanfaatkan POME untuk produksi biogas maka selain bisa dikonversi menjadi listrik atau panas, juga menghasilkan pupuk organik berupa kompos dan pupuk organik cair. Kompos tersebut bisa sebagai pupuk pada perkebunan sawit, yang mana biaya pupuk untuk operasional perkebunan sawit adalah komponen biaya tertinggi. Diperkirakan setiap 10.000 hektar menghabiskan biaya untuk pupuk kurang lebih Rp 35,75 milyar dan untuk lebih detail bisa dibaca disini. Penggunaan kompos tersebut tentu akan mengurangi kebutuhan pupuk tersebut. 
Skema pemanfaatan limbah sawit untuk optimalisasi produksi CPO

Disamping itu limbah-limbah padat seperti tankos sawit, fiber dan pelepah sawit juga sangat potensial untuk produksi energi (listrik dan panas) dan biochar. Produksi energi berupa listrik dan panas tersebut dengan cara membakar produk samping pirolisis berupa syngas dan biooil ke tungku pembakaran untuk memanasi boiler. Dan karena bahan bakar gas dan cair yang digunakan dalam tungku pembakaran tersebut, sehingga proses pembakaran lebih sempurna dan emisi yang bersih. Steam (kukus) yang dihasilkan dari boiler selanjutnya akan menggerakkan steam turbine dan generator sehingga menghasilkan listrik. Kukus (steam) bertekanan rendah dari steam turbine selanjutnya digunakan untuk sterilisasi atau perebusan tandan buah segar. Sedangkan biochar akan digunakan bersama-sama dengan kompos dan pupuk kimia untuk mengefektifkan pemupukan di perkebunan sawit sehingga menjadi pupuk lepas lambat (slow release fertilizer). Biaya untuk pemupukan juga diharapkan bisa dikurangi secara signifikan, misalnya hingga 50% dengan cara tersebut. Biochar meskipun bukan pupuk tetapi memiliki fungsi yang mengefektifkan pemakaian pupuk karena menahan nutrisi pupuk dari pencucian (leaching) misalnya dari air hujan, juga menjaga kelembaban dan sebagainya. 
Loading PKS untuk export
PKS (palm kernel shell) atau cangkang sawit bahkan bisa seluruhnya dijual atau dieksport. Hal ini karena sebelumnya atau pada umumnya cangkang sawit yang digunakan untuk bahan bakar boiler dengan fiber, sudah disubtitusi dengan produk dari proses pirolisis yakni syngas dan biooil. Kebutuhan cangkang sawit baik untuk pasar domestik / lokal dan export terus meningkat sepanjang waktu. Cangkang sawit / PKS adalah bahan bakar ramah lingkungan karena berasal dari biomasa sehingga merupakan bahan bakar carbon neutral. Penggunaan PKS sebagai bahan bakar banyak digunakan oleh sejumlah Industri mulai sebagai sumber panas untuk proses pengeringan seperti spray dryer di pabrik detergent dan keramik, boiler di pabrik makanan seperti pabrik kecap, hingga pembangkit listrik seperti di Jepang, bisa dibaca lebih detail disini. Dalam dunia perdagangan komoditas bahan bakar biomasa khususnya di pasar internasional PKS adalah kompetitor utama wood pellet. Walaupun secara spesifikasi tidak jauh berbeda, harga PKS juga lebih murah karena berasal dari limbah pabrik sawit dan tidak perlu unit pengolahan yang kompleks seperti wood pellet. Dan pada dasarnya dengan skema pemanfaatan limbah-limbah pabrik sawit seperti di atas, maka akan memaksimalkan keuntungan dari pabrik sawit atau pabrik CPO tersebut.

Minggu, 29 Maret 2020

Mandiri Energi Dengan Pirolisis

Suatu masyarakat bahkan yang berada di daerah terpencil pun bisa mandiri energi asalkan ada sumber energi di daerah tersebut. Sumber energi biomasa dari tumbuh-tumbuhan adalah sumber energi yang hampir bisa didapatkan dimana saja. Tanaman tersebut bisa ditanam untuk sebagai sumber bahan baku untuk produksi energi yang dibutuhkan tersebut. Energi panas dan listrik adalah energi yang sangat dibutuhkan, selain energi atau bahan bakar untuk kendaraan sebagai alat transportasi. Energi panas terutama dibutuhkan untuk memasak sedangkan energi listrik untuk berbagai keperluan dalam kehidupan. Pirolisis adalah teknologi yang bisa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan energi seperti di atas. Diagram dibawah ini menjelaskan penerapan pirolisis memenuhi kebutuhan energi tersebut :

Arang adalah bahan bakar padat produk dari pirolisis. Walaupun bahan bakar padat seperti arang, tidak sepraktis dan semudah bahan bakar gas tetapi penggunaan arang untuk bahan bakar memasak memiliki banyak keunggulan antara lain aman karena tidak akan meledak, tidak berasap, tidak berbau, memiliki nilai kalori tinggi dan merupakan bahan bakar ramah lingkungan. Sedangkan kayu bakar selain banyak menimbulkan asap, berbau, nilai kalori rendah juga mengganggu kesehatan. Saat ini juga banyak negara-negara di Afrika yang menggunakan arang untuk bahan bakar memasak. Untuk lebih memudahkan dalam penggunaan dan penyimpanan, arang tersebut bisa dibuat briket. Sedangkan bahan bakar untuk kendaraan seperti minyak solar dan bensin bisa dihasilkan dari biooil. Kendaraan-kendaraan untuk transportasi bisa beroperasi dengan adanya bahan bakar tersebut. Ketersediaan minyak bumi di Indonesia yang diperkirakan tinggal 10 tahun lagi, perlu antisipasi dan persiapan sejak saat ini. Murahnya harga minyak bumi saat ini membuat export minyak bumi menjadi kurang menarik, apalagi untuk Indonesia yang saat ini merupakan nett importer minyak bumi.
Kompor arang yang banyak digunakan di Afrika
Pada era ke depan ketika kendaraan listrik banyak digunakan maka produksi listrik khususnya untuk charging baterai lebih diprioritaskan. Sumber energi untuk mobil listrik sebagai kendaraan yang ramah lingkungan seharusnya juga dari sumber energi terbarukan, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Biomasa adalah sumber energi carbon neutral sehingga tidak menambah konsentrasi CO2 atau gas rumah kaca di atmosfer. Biomasa kayu-kayuan (woody biomass) dari kebun energi adalah bahan baku ideal untuk umpan pirolisis tersebut. Kebun energi multipurpose adalah kebun energi terbaik untuk hal tersebut, sehingga selain produksi bisa terus berkelanjutan (sustainable), juga memberikan manfaat lain, untuk lebih detail tentang kebun energi multipurpose bisa dibaca disini. Daerah-daerah terpencil khususnya yang memiliki tanah luas akan sangat potensial untuk mengembangkan kebun energi tersebut, sehingga suatu komunitas atau kawasan yang mandiri energi benar-benar bisa terbentuk dan berkelanjutan. Daerah-daerah di area perkebunan sawit juga bisa memanfaatkan limbah biomasa dari pabrik sawit dan perkebunannya seperti tandan kosong sawit, pelepah, dan sebagainya untuk umpan pirolisis tersebut. Indonesia adalah pemilik perkebunan sawit terluas di dunia dengan luas sekitar 13 juta hektar dan 1000 pabrik kelapa sawit.

Selasa, 03 Maret 2020

Pabrik Dessicated Coconut dan Pirolisis Kontinyu

Ada sekitar 20 pabrik dessicated coconut (kelapa parut kering) yang beroperasi di Indonesia atau diperkirakan lebih dari 100 unit di seluruh dunia. Dengan kapasitas rata-rata 2 ton/jam pabrik dessicated coconut tersebut membutuhkan kurang lebih 16.200 butir kelapa setiap jamnya. Produk samping yang dihasilkan yakni tempurung dan air kelapa. Tempurung kelapa yang dihasilkan sekitar 6 ton/jam dan air kelapa 4,2 ton/jam. Pabrik dessicated coconut membutuhkan listrik dan panas untuk sterilisasi daging buah dan pengeringan kelapa parutnya. Energi berupa listrik dan panas tersebut bisa dipenuhi dari pemanfaatan tempurung kelapanya.
Ada beberapa teknologi untuk memanfaatkan tempurung kelapa tersebut sehingga diperoleh produk berupa energi listrik dan panas tersebut. Teknologi yang populer saat ini adalah dengan boiler steam turbine, dengan teknologi ini tempurung kelapa dibakar dalam tungku pembakaran dan memanaskan air dalam boiler sehingga menghasilkan kukus (steam) untuk menggerakan turbine dan selanjutnya menghasilkan listrik melalui generator. Teknologi seperti ini sama seperti pada pabrik kelapa sawit. Pada pabrik kelapa sawit sabut (fiber) dan sebagian cangkangnya digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik dan kukus (steam) tersebut juga digunakan untuk sterilisasi tandan buah segar sebelum diproses menjadi minyak.
Teknologi lain yang lebih baik adalah dengan pirolisis kontinyu. Hal tersebut selain menghasilkan listrik dan panas juga menghasilkan produk berupa arang. Arang tempurung kelapa adalah arang berkualitas tinggi dan banyak dibutuhkan sejumlah industri seperti industri arang briket dan arang aktif (activated carbon). Pada teknologi pirolisis tempurung tersebut tidak dibakar secara langsung, tetapi dipanasi dalam kondisi hampa udara. Produk pirolisis berupa syngas dan biooil digunakan untuk produksi listrik dan bisa juga panas, energi panas juga dihasilkan dari proses pirolisis itu sendiri yang eksotermis, sedangkan arang menjadi produk utama dari proses pirolisis tersebut. 

Rabu, 30 Oktober 2019

Visi Besar Pabrik Kelapa Sawit : Tidak Hanya Menghasilkan Listrik Dengan Steam Turbine Generator Tetapi Juga Biochar dan Bio-Oil

Pada pabrik kelapa sawit, listrik dihasilkan dari steam turbine generator sehingga dibutuhkan unit water treatment untuk menyediakan air umpan boiler (boiler feed water) dan unit boiler untuk menghasilkan kukus (steam). Spesifikasi steam yang dihasilkan adalah superheated steam dengan tekanan 30 bar atau ekuivalen dengan suhu 240 C. Steam tersebut kemudian memutar turbine dan menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. Steam yang keluar dari turbine dengan penurunan suhu dan tekanan tidak dibuang begitu saja, tetapi digunakan untuk steamming tandan buah segar (TBS) di sterilisizer. Dengan alasan itulah mengapa produksi listrik di pabrik sawit menggunakan steam turbine generator, walaupun sebenarnya menghasilkan listrik tidak harus menggunakan steam turbine tersebut. Ada sejumlah teknologi yang bisa digunakan untuk produksi listrik tersebut.
Bahan bakar boiler untuk produksi steam tersebut juga tidak menggunakan bahan bakar fossil tetapi menggunakan limbah pabrik sawit itu sendiri yakni (mesocarp) fiber dan cangkang sawit (palm kernel shell). Hal inilah yang membuat pabrik sawit sangat ramah lingkungan ditinjau dari penggunaan sumber energinya karena menggunakan bahan bakar biomasa yakni limbah padat berupa (mesocarp) fiber dan cangkang sawit (palm kernel shell) tersebut. Ditinjau dari aspek lingkungan penggunaan bahan bakar biomasa ini adalah carbon neutral, sehingga tidak menambah CO2 di atmosfer. Isu-isu lingkungan sangat marak saat ini karena sejumlah kerusakan lingkungan, hingga puncaknya perubahan iklim dan pemanasan global. Hal tersebut mendorong berbagai aktivitas industri untuk semakin memperhatikan aspek lingkungan tersebut.
Ketika pabrik sawit menggunakan limbah biomasanya sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik dan steam untuk operasional pabrik tersebut dan dihasilkan limbah atau residue berupa abu, maka itu adalah sesuatu hal yang biasa dan hampir dilakukan oleh semua pabrik sawit saat ini. Tetapi ketika perusahaan sawit tersebut memiliki visi lebih besar maka yang dihasilkan selain listrik dan steam adalah biochar, dan bukan abu. Mengapa biochar? Walaupun manajemen perusahaan sawit yang memisahkan divisi kebun dan pabrik lazim diterapkan tetapi dengan implementasi biochar juga diharapkan membuat hubungan timbal balik lebih baik. Saat ini buah sawit atau tandan buah segar disetor ke pabrik untuk diambil minyaknya, maka ketika biochar dihasilkan pabrik maka biochar tersebut akan disetor ke kebun untuk mengikatkan produktivitas sawit. Ketika perusahaan sawit akan mengoptimalkan produk CPO maka juga berarti memaksimalkan produktivitas buah sawitnya. Produktivitas buah kelapa sawit bisa maksimal jika aspek budidayanya maksimal juga. Biochar bisa digunakan untuk memaksimalkan pemupukan bahkan mereduksi pemakaian pupuk di kebun sawit yang jumlahnya mencapai puluhan milyar rupiah, untuk lebih detail bisa dibaca disini.
Adakah pabrik sawit yang berani menerima tantangan tersebut? Wallahu Alam. Tetapi perusahaan sawit yang memiliki visi besar dan memahami pentingnya meningkatkan produktivitas buah sawit yang sejalan dengan aspek lingkungan, semestinya tertantang dengan hal ini. Perusahaan-perusahaan sawit yang memiliki visi besar juga akan melihat ini sebagai solusi lingkungan (pro-planet) yang jitu. Hal ini karena selain berpengaruh positif pada produktivitas kelapa sawit, juga dengan aspek lingkungan. Aplikasi biochar adalah carbon negative, sehingga CO2 di atmosfer akan diserap ke dalam pori-pori biochar tersebut, sehingga mengurangi gas rumah kaca berupa CO2 di atmosfer. Ketika puluhan hingga ratusan bahkan ribuan ton biochar diaplikasikan di perkebunan sawit maka juga akan sangat banyak CO2 di atmosfer yang terserap ke dalam tanah. Biochar juga bisa bertahan puluhan bahkan ratusan tahun sehingga kandungan karbon di tanah meningkat atau tidak rusak seiring produktivitas kebun sawit tersebut.


Selain itu pada produksi biochar dengan pyrolysis kontinyu tersebut juga dihasilkan biooil yang juga bisa sebagai bahan bakar atau diolah menjadi berbagai biomaterial lainnya. Dengan karakteristik mendekati crude oil minyak bumi maka itu juga berarti semua material yang bisa diproduksi dari crude oil minyak bumi bisa diproduksi dengan biooil. Aplikasi lain biooil adalah untuk blending dengan minyak kapal (marine fuel oil). Produk cair lainnya berupa biomass vinegar, penggunaannya juga sangat mendukung di perkebunan sawit, yakni sebagai bio-insecticida maupun bio-pestisida. Hama tikus yang banyak menyerang buah sawit juga bisa ditanggulangi dengan biomass vinegar tersebut, untuk lebih detail bisa dibaca disini.

AI untuk Pabrik Sawit atau Pengembangan Produk Baru dengan Desain Proses Baru ?

Aplikasi AI telah merambah ke berbagai sektor termasuk juga pada pabrik kelapa sawit atau pabrik CPO. Aplikasi AI untuk pabrik kelapa sawit ...