Jumat, 23 September 2016

Membuat Biomass Pellet Fuel yang Boiler Friendly

Wood pellet dan Agro-waste Pellet
Biomass pellet fuel, baik yang berasal dari limbah pertanian (agro-waste) dan biomasa berkayu harus memenuhi spesifikasi teknis pada alat-alat atau teknologi penggunanya. Nilai kalor, kadar abu dan kimia abu  adalah beberapa parameter kunci pada kualitas bahan bakar biomass pellet tersebut. Limbah-limbah pertanian pada umumnya memiliki nilai kalor lebih rendah dan kadar abu lebih tinggi, sedangkan dari biomasa kayu-kayuan pada umumnya memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dengan kadar abu lebih rendah. Nilai kalor dan kadar abu adalah dua hal saling berkait, semakin tinggi nilai kalor berarti semakin rendah kadar abu dan sebaliknya. Kimia abu dalam beberapa hal menjadi masalah untuk penggunanya. Kimia abu seperti Na (sodium/natrium), K (potassium/kalium), S (sulphur/belerang) dan Cl (chlorine) serta dalam beberapa kasus Si (silika) adalah beberapa kimia abu yang dipermasalahkan itu. Setiap biomasa baik limbah pertanian dan biomasa kayu-kayuan memiliki unsur-unsur kimia abu tersebut dalam level yang berbeda-beda.



Pipa-pipa boiler khususnya pada pembangkit listrik dengan pembakaran suhu tinggi (lebih dari 1.000 C) sangat peka terhadap kimia-kimia abu tersebut. Konsekuensinya bahan bakar biomasa pellet yang tidak memenuhi nilai kalor, kadar abu dan kimia abu yang dipersyaratkan maka akan ditolak sebagai bahan bakar boiler tersebut. Persyaratan bahan bakar pellet biomasa untuk pembangkit listrik adalah yang paling ketat dibandingkan yang lainnya, hal ini terutama karena operasional suhu tinggi dan kebutuhannya yang besar. Pada operasional suhu tinggi tersebut sejumlah unsur-unsur kimia abu akan meleleh, menjadi kerak dan bersifat korosif. Transfer panas dan keamanan proses tersebut akan terganggu. Hal ini sangat merugikan bagi pembangkit listrik yang bersangkutan. Sedangkan pada operasional boiler-boiler untuk industri baik skala kecil dan menengah maka suhu operasinya (berkisar 700 C) tidak setinggi pembangkit listrik, sehingga juga persyaratannya akan lebih longgar. Demikian juga untuk kebutuhan rumah tangga terutama pada pemanas ruangan pada musim dingin.       



Leaching adalah jenis proses yang digunakan untuk menghilangkan berbagai kandungan kimia abu yang tidak dikehendaki tersebut. Leaching pada biomasa untuk mendapat karakter kualitas bahan bakar yang dikehendaki juga telah banyak digunakan oleh sejumlah industri. Proses leaching dilakukan pada tahap awal proses produksi pellet biomasa tersebut. Jenis pelarut, waktu proses ataupun berbagai treatment lain akan bervariasi tergantung dari jenis biomasanya dan level target unsur kimia yang dikehendaki.



Photo diambil dari sini 
Kebun energi saat ini juga sudah banyak dikembangkan oleh berbagai pihak untuk mendapatkan suplai pasokan bahan baku yang stabil dalam jangka panjang. Kebun energi tersebut terdiri dari tanaman atau pohon rotasicepat (SRC) sehingga bisa kurang dari 1 tahun sudah bisa dipanen biomasa kayu-kayunya dan bisa trubus atau tumbuh lagi tanpa replanting hingga bertahun-tahun. Kaliandra adalah salah satu tanaman atau pohon rotasi cepat tersebut yang cocok untuk produksi wood pellet. Kaliandra yanng ditanam di Indonesia dengan iklim tropis memiliki banyak kelebihan antara lain karena kecepatan produktivitas kayunya. Tetapi pada umumnya tanaman rotasi cepat seperti willow, poplar dan sebagainya, begitu juga kaliandra memiliki beberapa kandungan kimia yang harus dikurangi atau dihilangkan untuk mendapatkan kualitas bahan bakar pellet yang bisa diterima khususnya pembangkit listrik. Penghilangan kimia tertentu dari biomasa tersebut dilakukan dengan cara proses leaching seperti penjelasan diatas. Pada akhirnya bahan bakar biomasa pellet ataupun wood pellet yang biomass powerplant boiler friendly bisa diproduksi.        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...