Indonesia
sebagai pemilik perkebunan kelapa ( 4 juta
hektar) dan kelapa sawit ( 11 juta
hektar) terbesar di dunia, ternyata sebagian besar hasil perkebunan tersebut
masih menghasilkan produk olahan primer seperti CPO dan PKO pada kelapa sawit
dan minyak goreng pada kelapa. Produksi berbagai produk turunan berbasis kelapa
dan kelapa sawit yang jumlahnya banyak dan nilai tambah secara ekonomis jauh
lebih menarik sebagian besar belum dilirik, dipikirkan apalagi dilakukan.
Padahal apabila hal itu dilakukan maka akan memberi nilai tambah lebih banyak,
daya saing industri yang kuat dan tentu saja penyerapan tenaga kerja. Luasnya
kebun, banyaknya buah, dan tingginya produksi olahan primer-nya seharusnya
menjadi daya dorong ke arah pengolahan atau produksi berbagai produk hilir atau
turunan. Sebaran industri yang tidak merata, akses pasar terhadap berbagai
jenis produk turunan, kualitas SDM, infrastruktur dan lingkungan usaha yang
kurang mendukung antara lain sejumlah faktor yang membuat pergerakan industri
mengarah ke produk hilir tersebut lambat. Kebutuhan-kebutuhan materi esensial
manusia, yang biasa disingkat 7F (Food,
Fuel, Fiber, Fodder, Feedstock, Fertilizer, dan Favor), juga sebagian besar bisa dipenuhi dengan
berbasis kelapa dan sawit tersebut, sehingga pengolahan SDA perkebunan tersebut
untuk pemenuhan 7F tersebut.
Sebagai
produsen top dunia untuk kelapa dan kelapa sawit, seharusnya industri hilir
berbasis kedua bahan baku tersebut lebih mudah dan cepat direalisasikan,
misalnya produksi sabun mandi terbaik bisa dihasilkan dari minyak kelapa dan
seharusnya menjadi standar dunia, demikian juga produksi biodiesel terbaik dari
minyak sawit yang juga seharusnya menjadi standar dunia dan sebagainya. Hal itu
sangat mungkin dilakukan. Kalau tidak kita-kita yang mengolahnya maka peluang
itu cepat atau lambat pasti akan diambil orang lain. Dengan potensi katakan 6
milyar penduduk dunia atau 250 juta penduduk Indonesia saja, tentu potensi
pasarnya sangat besar. Sabun mandi misalnya dengan dipadu dengan aroma harum
khas minyak atsiri maka kualitasnya juga akan istimewa. Apalagi Indonesia juga
salah satu produsen top dunia untuk minyak atsiri. Mengeksport produk olahan
primer tentu juga menguntungkan, tetapi bagaimana kalau membuat berbagai produk
yang siap pakai sehingga memberi nilai tambah atau keuntungan lebih besar? Saya
kira kita semua setuju.
Limbah
berupa tempurung dari kelapa atau sawit yakni cangkang, yang juga jumlahnya
melimpah seiring produksi kedua buah tersebut, juga bisa ditingkatkan nilai
tambahnya, yakni dengan dibuat arang. Penggunaan arang ini juga sangat banyak,
terutama di industri pangan dan industri baja (favor). Produksi arang secara tradisional dengan
proses produksi lama, rendemen kecil dan asap yang banyak seharusnya mulai
ditinggalkan dan menggunakan teknologi yang lebih mudah, cepat dan mampu
mengolah jumlah banyak yakni secara kontinyu. Pada proses kontinyu pada sisi
inlet bahan baku masuk sedangkan pada outlet keluar produk berupa arang
tersebut secara terus menerus. Proses aktivasi arang akan dihasilkan arang aktif yang memiliki tingkat kegunaan lebih besar dan nilai tambah lebih besar,
terutama di industri pangan dan industri mineral-logam. Produksi arang aktif
dari arang tempurung maupun arang sawit akan dibahas setelah ini. InsyaAllah.
Tempurung kelapa adalah 12% dari buah kelapa sehingga jumlah tempurung kelapa berkisar 23.000 ton/tahun sedangkan cangkang sawit adalah 6% dari buah sawit dan 20% biasanya digunakan bahan bakar boiler pabrik sawit itu sendiri sehingga jumlah cangkang sawit dengan lebih dari 600 pabrik sawit di Indonesia maka jumlahnya juga akan sangat besar. Sebagai contoh : pada pabrik sawit kapasitas kecil saja yakni 30 ton TBS/jam dihasilkan cangkang 900 ton/bulan, dan sekitar 200 ton/bulan untuk menambah kekurangan kalori mesocarb fibre untuk bahan bakar boiler, sehingga ada kelebihan 700 ton/bulan limbah cangkang sawit. Jumlah yang sangat besar dan menarik untuk dikembangkan. Konversi rata-rata dari bahan baku ke arang adalah 25% dengan kandungan fixed carbon minimal 75%. Kadar fixed carbon bisa dinaikkan tetapi tingkat konversinya menjadi lebih kecil. Bagi yang tertarik yang akan menekuni produksi arang tersebut kami bisa menyediakan alat untuk produksi arang tersebut dengan kapasitas berkisar mulai 5 ton/hari dan silahkan mengirim email ke cakbentra@gmail.com. Semoga ini bisa menjadi langkah kecil untuk menginspirasi berbasis kelapa dan kelapa sawit – sebagai produsen top dunia dan bisa dijalankan mulai pada skala kecil-menengah
SATU PERTANYYAN DI BENAK SAYA,,, ARANG DARI TEMPURUNG KELAPA ATAU PRODUK TRUNAN KELAPA TERSEBUT APA HUBUNGANNYA DENGAN KOMPOR BIOCHAR,,, MOHON DI JELASSSKAN,, TRMAKASIH
BalasHapus@Razak...kompor biochar bisa menghasilkan arang juga dari tempurung kelapa ataupun cangkang sawit
BalasHapusMas rajak dan semuanya boleh saya minta Nomor WA nya
HapusMau tanya, apakah ada tempurung kelapa nya yg potongan nya kecil kecil?
BalasHapus