Jumat, 11 November 2016

Produksi Arang Tempurung Kelapa dan Cangkang Sawit Secara Kontinyu

Indonesia sebagai pemilik perkebunan kelapa ( 4 juta hektar) dan kelapa sawit ( 11 juta hektar) terbesar di dunia, ternyata sebagian besar hasil perkebunan tersebut masih menghasilkan produk olahan primer seperti CPO dan PKO pada kelapa sawit dan minyak goreng pada kelapa. Produksi berbagai produk turunan berbasis kelapa dan kelapa sawit yang jumlahnya banyak dan nilai tambah secara ekonomis jauh lebih menarik sebagian besar belum dilirik, dipikirkan apalagi dilakukan. Padahal apabila hal itu dilakukan maka akan memberi nilai tambah lebih banyak, daya saing industri yang kuat dan tentu saja penyerapan tenaga kerja. Luasnya kebun, banyaknya buah, dan tingginya produksi olahan primer-nya seharusnya menjadi daya dorong ke arah pengolahan atau produksi berbagai produk hilir atau turunan. Sebaran industri yang tidak merata, akses pasar terhadap berbagai jenis produk turunan, kualitas SDM, infrastruktur dan lingkungan usaha yang kurang mendukung antara lain sejumlah faktor yang membuat pergerakan industri mengarah ke produk hilir tersebut lambat. Kebutuhan-kebutuhan materi esensial manusia, yang biasa disingkat 7F (Food, Fuel, Fiber, Fodder, Feedstock, Fertilizer, dan Favor),  juga sebagian besar bisa dipenuhi dengan berbasis kelapa dan sawit tersebut, sehingga pengolahan SDA perkebunan tersebut untuk pemenuhan 7F tersebut.   


Sebagai produsen top dunia untuk kelapa dan kelapa sawit, seharusnya industri hilir berbasis kedua bahan baku tersebut lebih mudah dan cepat direalisasikan, misalnya produksi sabun mandi terbaik bisa dihasilkan dari minyak kelapa dan seharusnya menjadi standar dunia, demikian juga produksi biodiesel terbaik dari minyak sawit yang juga seharusnya menjadi standar dunia dan sebagainya. Hal itu sangat mungkin dilakukan. Kalau tidak kita-kita yang mengolahnya maka peluang itu cepat atau lambat pasti akan diambil orang lain. Dengan potensi katakan 6 milyar penduduk dunia atau 250 juta penduduk Indonesia saja, tentu potensi pasarnya sangat besar. Sabun mandi misalnya dengan dipadu dengan aroma harum khas minyak atsiri maka kualitasnya juga akan istimewa. Apalagi Indonesia juga salah satu produsen top dunia untuk minyak atsiri. Mengeksport produk olahan primer tentu juga menguntungkan, tetapi bagaimana kalau membuat berbagai produk yang siap pakai sehingga memberi nilai tambah atau keuntungan lebih besar? Saya kira kita semua setuju.



Limbah berupa tempurung dari kelapa atau sawit yakni cangkang, yang juga jumlahnya melimpah seiring produksi kedua buah tersebut, juga bisa ditingkatkan nilai tambahnya, yakni dengan dibuat arang. Penggunaan arang ini juga sangat banyak, terutama di industri pangan dan industri baja (favor).  Produksi arang secara tradisional dengan proses produksi lama, rendemen kecil dan asap yang banyak seharusnya mulai ditinggalkan dan menggunakan teknologi yang lebih mudah, cepat dan mampu mengolah jumlah banyak yakni secara kontinyu. Pada proses kontinyu pada sisi inlet bahan baku masuk sedangkan pada outlet keluar produk berupa arang tersebut secara terus menerus. Proses aktivasi arang akan dihasilkan arang aktif yang memiliki tingkat kegunaan lebih besar dan nilai tambah lebih besar, terutama di industri pangan dan industri mineral-logam. Produksi arang aktif dari arang tempurung maupun arang sawit akan dibahas setelah ini. InsyaAllah.




Tempurung kelapa adalah 12% dari buah kelapa sehingga jumlah tempurung kelapa berkisar 23.000 ton/tahun sedangkan cangkang sawit adalah 6% dari buah sawit dan 20% biasanya digunakan bahan bakar boiler pabrik sawit itu sendiri sehingga jumlah cangkang sawit dengan lebih dari 600 pabrik sawit di Indonesia maka jumlahnya juga akan sangat besar. Sebagai contoh : pada pabrik sawit kapasitas kecil saja yakni 30 ton TBS/jam dihasilkan cangkang 900 ton/bulan, dan sekitar 200 ton/bulan untuk menambah kekurangan kalori mesocarb fibre untuk bahan bakar boiler, sehingga ada kelebihan 700 ton/bulan limbah cangkang sawit.  Jumlah yang sangat besar dan menarik untuk dikembangkan. Konversi rata-rata dari bahan baku ke arang adalah 25% dengan kandungan fixed carbon minimal 75%. Kadar fixed carbon bisa dinaikkan tetapi tingkat konversinya menjadi lebih kecil. Bagi yang tertarik  yang akan menekuni produksi arang tersebut kami bisa menyediakan alat untuk produksi arang tersebut dengan kapasitas berkisar mulai 5 ton/hari dan silahkan mengirim email ke cakbentra@gmail.com. Semoga ini bisa menjadi langkah kecil untuk menginspirasi berbasis kelapa dan kelapa sawit – sebagai produsen top dunia dan bisa dijalankan mulai pada skala kecil-menengah

4 komentar:

  1. SATU PERTANYYAN DI BENAK SAYA,,, ARANG DARI TEMPURUNG KELAPA ATAU PRODUK TRUNAN KELAPA TERSEBUT APA HUBUNGANNYA DENGAN KOMPOR BIOCHAR,,, MOHON DI JELASSSKAN,, TRMAKASIH

    BalasHapus
  2. @Razak...kompor biochar bisa menghasilkan arang juga dari tempurung kelapa ataupun cangkang sawit

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas rajak dan semuanya boleh saya minta Nomor WA nya

      Hapus
  3. Mau tanya, apakah ada tempurung kelapa nya yg potongan nya kecil kecil?

    BalasHapus

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...