Minggu, 03 Juni 2018

Perkebunan Besar dan Peternakan Besar


Masalah pupuk atau kesuburan tanah selalu menjadi topik atau pembahasan inti bagi suatu usaha perkebunan besar. Hal ini sangat wajar karena menjaga produktivitas hasil panen hanya bisa dilakukan dengan menjaga kesuburan tanah atau memberi pupuk yang memadai. Untuk itu anggaran biaya penyediaan pupuk tersebut selalu mengambil porsi besar pada usaha perkebunan tersebut. Lalu kondisi tersebut mengarah pada pertanyaan bagaimana caranya melakukan efisiensi atau penghematan anggaran pupuk tersebut ? Tentu banyak teknik bisa digunakan untuk maksud tersebut, tetapi pada dasarnya pemilihan atau penggunaan pupuk yang sesuai dan efektifitas atau keterserapan pupuk bagi tanaman, menjadi faktor kunci keberhasilan menjaga kesuburan tanah tersebut. Mari kita coba menjawab pertanyaan pokok diatas. 

Ketika pupuk kimia semakin ditinggalkan karena efeknya yang malah merusak lingkungan, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan pupuk organik. Pada perkebunan besar seperti perkebunan sawit pada dasarnya juga banyak limbah biomasanya dari pabrik sawit yang bisa dijadikan pupuk, misalnya pelepah dan batang sawit. Tetapi ketika bahan-bahan tersebut juga diolah untuk menjadi produk tertentu, dan juga proses pengomposan jenis kayu berserat tersebut memakan waktu lama, maka pilihan terbaiknya adalah dengan pupuk organik kotoran ternak. Pertanyaannya adalah darimana mendapatkan pupuk kompos kotoran ternak untuk kebun sawit tersebut? Sebenarnya ada lagi sumber pupuk organik atau kompos yang bisa dihasilkan dari limbah pabrik sawit yakni dari limbah cairnya. Apabila pabrik sawit tersebut memiliki unit biogas (anaerobic digester) maka residue biogas tersebut yakni dari sludge-nya bisa sebagai pupuk organik. Saat ini belum banyak pabrik sawit yang mengolah limbah cairnya dengan unit biogas tersebut, dengan alasan unit tersebut dirasa mahal.

Sejarah dan pengalaman pendahulu kita sebelum penggunaan pupuk kimia bisa dijadikan acuan hal tersebut. Mereka saat itu untuk bisa mencukupi kebutuhan pupuk dari usaha pertaniannya yakni dengan beternak baik domba, kambing, sapi, maupun kerbau. Kotoran ternak-ternak tersebut digunakan untuk pupuk pertaniannya dan  limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak tersebut. Pola dasar tersebut juga bisa dikembangkan untuk perkebunan besar dengan beberapa teknik penyesuaian untuk meningkatkan efisiensinya. Teknis aplikasi di lapangan yang bisa dilakukan yakni perkebunan besar harus bekerjasama dengan peternakan besar atau bahkan idealnya memiliki peternakan besar tersebut untuk mencukupi kebutuhan pupuk untuk perkebunannya. Sebagai contoh perkebunan sawit yang memiliki luas kebun 2000 hektar maka 100-200 (10-20%) hektar digunakan untuk peternakan domba. Peternakan domba tersebut, bukan dengan dikandangkan saja, tetapi digembalakkan pada padang-padang gembalaan.  
Mengapa peternakan domba tersebut dilakukan di padang-padang gembalaan? Hal ini karena dengan penggembalaan biaya pakan bisa ditekan dengan sangat besar atau usaha tersebut menjadi sangat ekonomis. Komponen biaya terbesar dari usaha peternakan adalah pakan. Apabila ketersediaan dan pasokan pakan telah bisa diatasi maka komponen lainnya menjadi lebih mudah. Padang gembalaan tersebut berupa rerumputan dan pohon-pohon peneduh. Membuat rumput selalu tersedia adalah esensi bagi usaha tersebut, bahkan bisa dikatakan padang gembalaan adalah adalah pertanian rumput itu sendiri. Teknik penggembalaan rotasi (rotation grazing) adalah teknik penggembalaan terbaik saat ini, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Ketika rumput-rumput dipupuk dengan kotoran domba sewaktu penggembalaan tersebut, kotoran yang dihasilkan ketika di kandang bisa digunakan untuk pupuk pada perkebunan besar seperti sawit tersebut. Unit biogas bisa digunakan untuk optimalisasi pemanfaatan kotoran dari kandang tersebut. 



Pada dasarnya juga peternakan domba tersebut juga bisa berdiri sendiri dan juga menguntungkan. Oleh karena itu peternakan domba tersebut bisa dikerjakan terpisah. Dalam kasus ketika suatu kebun energi digunakan untuk produksi wood pellet masih terkendala berbagai hal seperti keberadaan dan pasokan listrik maka usaha peternakan tersebut tetap bisa dijalankan dengan baik. Produksi wood pellet skala besar di berbagai daerah di Indonesia saat ini masih banyak terkendala akibat pasokan listrik tersebut. Hal ini tentu akan menghambat pertumbuhan industri wood pellet tersebut sehingga perlu ada cara lain untuk mengatasi hal ini, yang insyaAllah akan dibahas lain waktu. 

Dengan konsep tersebut membuat tidak hanya meningkatkan produksi perkebunan dan daging tetapi juga bisnis yang lengkap siklus tertutup yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable). Peternakan lebah madu juga bisa ditambahkan untuk optimalisasi karena jelas lebah-lebah tersebut selain membantu proses penyerbukan juga akan menghasilkan madu, produk unggulan bernilai ekonomi tinggi. Berbagai masalah pangan insyaAllah bisa diatasi dengan konsep tersebut. Hal ini karena dari sisi produksi bisa dibuat sangat efisien dengan 2 komponen biaya terbesar bisa direduksi dengan sangat signifikan yakni pupuk dan pakan ternak dengan integrasi perkebunan besar dan peternakan besar tersebut.  
Walaupun telah menggunakan pupuk kompos dari kotoran ternak, masih ada lagi teknik yang bisa diterapkan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan yakni dengan penggunaan biochar. Dengan biochar, pupuk akan ditahan dalam pori-pori biochar sehingga menjadi lepas lambat (slow release fertilizer) menjadikannya efektif untuk pemupukan. Selain itu biochar juga akan menahan pupuk tersebut dari pencucian (leaching) akibat curah hujan tinggi, sehingga pemakaian pupuk juga bisa dihemat secara signifikan. Biochar juga akan menjadi rumah mikroba untuk menguraikan bahan organik menjadi nutrisi yang dibutuhkan bagi tanaman. Sehingga singkat kata dengan biochar tersebut produktivitas perkebunan tinggi tetapi pemakaian pupuk minimal karena efisien apalagi pupuk dihasilkan dari peternakan sendiri juga. Biochar ini bisa dihasilkan dengan pengolahan limbah-limbah biomasa perkebunan tersebut dengan pirolisis. Untuk lebih detail tentang pirolisis bisa dibaca disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...