Jumat, 15 Oktober 2021

Peternakan Ruminansia Sebagai Solusi Tebang Butuh Pada Hutan Rakyat

 

Rata-rata petani hutan rakyat hanya memiliki lahan sempit untuk tanaman kayu kehutanannya, hal ini membuat sulit bagi mereka yang mengandalkan kayu kehutanan tersebut untuk kehidupan harian mereka. Tanaman kayu kehutanan memiliki siklus panjang bahkan untuk spesies tanaman tertentu hingga puluhan tahun. Ketika terjadi kebutuhan mendesak misalnya anak mau masuk sekolah, pernikahan anaknya, dan sebagainya maka tanaman kayu tersebut ditebang walaupun sebenarnya memang belum waktunya, yang biasa dikenal dengan tebang butuh. Selain kualitas kayu bulat (log) yang dihasilkan juga rendah, termasuk harga jualnya demikian juga dengan kuantitas/produktivitasnya. Industri kehutanan dengan kapasitas terpasangnya membutuhkan pasokan kayu bulat jumlah besar dan kualitas standar. Praktek tebang butuh tersebut sebisa mungkin dihindari atau diminimalisir sehingga manfaat optimal akan dirasakan semua pihak, baik petani hutan rakyat maupun industri kehutanan.

Untuk mengatasi masalah kehidupan harian ataupun kebutuhan mendesak tersebut peternakan ruminansia bisa sebagai solusinya. Lahan di sekitar pohon utama bisa sebagai tempat gembalaan dan tanaman legum sebagai tanaman pagar sebagai sumber hijauan. Ketika pohon utama tersebut misalnya sengon masih muda, sejumlah tanaman seperti sayuran dan empon-empon masih bisa ditanam dan memberi hasil baik. Tetapi ketika pohon utama tersebut cukup besar maka tanaman-tanaman tersebut tidak tahan terhadap naungan, sehingga budidayanya selain tidak efektif malah bisa merugi. Tanaman pagar jenis legum seperti kaliandra, gamal/gliricidia dan indigofera bisa ditanam sebagai sumber pakan ternak ruminansia (domba, kambing, sapi atau kerbau). 


Siklus peternakan ruminansia tersebut lebih cepat dibandingkan dengan pohon-pohon kehutanan tersebut. Jenis usaha peternakan yang bisa dilakukan seperti pembibitan (breeding), penggemukan (fattening), produksi susu (milking) bahkan perdagangannya (trading). Walaupun peluang eksport terbuka khususnya domba dan kambing, tetapi pasar dalam negeri juga besar. Sebagai contoh Yogyakarta membutuhkan sampai dengan 4000 ekor domba setiap bulannya khususnya untuk klaster warung sate di jalan Imogiri timur, Yogyakarta. Belum lagi untuk pasar di Jabodetabek dan aqiqah. Sedangkan daging sapi, Indonesia juga masih kekurangan, yang saat ini disuplai daging kerbau dari India yang porsinya mencapai hampir 60% kebutuhan nasional. Peternakan seperti ini bisa menjadi solusi jitu masalah tebang butuh yang menghambat perkembangan hutan rakyat saat ini. Luas hutan rakyat juga tidak bisa dipandang sebelah mata, bahkan di beberapa daerah luas hutan rakyat lebih besar daripada hutan negara. Secara nasional hutan rakyat Indonesia diperkirakan seluas 35 juta hektar, sedangkan hutan negara mencapai 128 juta hektar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...