Selasa, 29 September 2015

Meyuplai Bahan Bakar Biomasa Dalam Jumlah Besar dan Berkesinambungan


Pemilihan species tanaman, ketersediaan lahan, pengelolaan yang berkesinambungan dan penyerapan produk kayu sebagai bahan bakar biomasa dengan maksimal adalah sejumah faktor yang mendorong terwujudnya dan suksesnya usaha suplai bahan bakar biomasa dalam jumah besar dan berkesinambungan.  Untuk terciptanya faktor pengelolaan lahan yang baik sejumah instrument dibuat sehingga praktek pengelolaan hutan tersebut bisa sesuai yang diharapkan. Instrument tersebut yang paling banyak digunakan adalah pemberian sertifikasi. Sertifikasi diberikan apabila pengelolaan lahan tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu dan dievauasi secara berkala. Ketika pengelolaan lahan, hutan atau perkebunan telah mendapatkan sertifikasi tersebut, maka produk kayu sebagai bahan biomasa yang dihasilkan juga lebih mudah diterima oleh pengguna. Saat ini juga hampir semua pengguna bahan bakar biomasa dalam jumlah besar membutuhkan syarat pengakuan berupa sertifikasi tersebut.





Pembibitan Kaliandra Untuk Kebun Energi Seluas 1200 ha
Optimalisasi tanah atau lahan adalah hal penting sehingga manfaatnya benar-benar bisa dirasakan bagi kehidupan manusia. Tanah-tanah yang semula hanya dibiarkan dan tidak dimanfaatkan akan bermanfaat dengan adanya tumbuhan berupa tanaman penghasil kayu untuk energi tersebut. Manfaat tersebut bisa lebih ditingkatkan lagi dengan mengintegrasikan hutan atau kebun energi dengan peternakan sapi atau kambing atau bahkan lebah madu. Ketika siklusintegrasi tersebut bisa terjadi maka usaha menyuplai bahan bakar biomasa daam jumlah besar dan berkesinambungan tersebut akan mampu bertahan cukup lama. Berbagai manfaat dari semua aktifitas usaha tersebut dalam arti inti maupun sampingannya juga bisa dirasakan nyata.


Seiring meningkatnya kesadaran lingkungan banyak pembangkit listrik biomasa dibangun. Banyak juga yang sedan transisi menuju 100% menggunakan biomasa yang pada awalnya menggunakan batubara 100%, dengan teknologi diantaranya adalah co-firing biomasa dengan batubara. Pembangkit listrik adalah pasar utama untuk bahan bakar biomasa jumlah besar dan berkesinambungan. Secara perhitungan karbon juga bahan bakar biomasa adalah karbon netral sehingga tidak menambah konsentrasi gas CO2 atau gas rumah kaca di atmosfer.  Selain itu kebun atau hutan energi yang dibuat juga merupakan upaya untuk menyerap CO2 diatmosfer ke dalam tanaman. Apabila kecepatan pemanenan biomasa masih lebih rendah daripada pertumbuhan tanaman atau selalu masih ada kebun yang cukup luas dari sebagian yang dipanen maka penyerapan karbon oleh tanaman masih efektif.




Bahan bakar biomasa tersebut umumnya diolah terlebih dahulu sebelum digunakan. Produk bahan bakar biomasa tersebut bisa berupa batang  kayu (log), wood chip, wood pellet/briquette, dan  torrified pellet/briquette. Wood chip merupakan olahan kayu yang populer dan umum dalam penggunaan di pembangkit listrik biomasa. Wood pellet juga tidak kalah populer tetapi dari sisi teknologi dan produksi lebih mudah untuk menghasilkan wood chip. Wood chip juga biasa digunakan sebagai bahan baku pabrik kertas (pulp and paper). Sedangkan dari sisi transportasi maka wood pellet lebih efisien karena memiliki kepadatan (density) yang besar. Faktor-faktor itulah yang perlu diperhatikan produsen maupun pengguna bahan bakar biomasa sehingga baik kualitas dan kuantitas bisa dipenuhi dan menjadi kegiatan yang menguntungkan secara ekonomi serta bermanfaat bagi lingkungan.

Senin, 14 September 2015

EFB Pellet Potensi Besar di Indonesia dan Malaysia Belum Digarap

Wood pellet masih menempati grade tertinggi bahan bakar biomasa dibandingkan pellet bahan bakar dari biomasa selain kayu. Hal ini karena combustion properties-nya yang lebih baik dibandingkan bahan yang lainnya. Tetapi seiring besarnya kebutuhan energi biomasa yang besar maka perlu dicarikan sejumlah alternatif lainnya. Tandan kosong sawit atau tankos atau empty fruit bunch (EFB) adalah bahan baku potensial untuk dipellet. Saat ini Indonesia adalah negara penghasil minyak sawit terutama crude palm oil (CPO) terbesar di dunia dengan luas kebun sawit lebih dari 7 juta hektar serta ratusan pabrik untuk mengolah buah kelapa sawit tersebut. Pohon sawit membutuhkan suhu hangat, sinar matahari, dan curah hujan tinggi sehingga hanya sebagian daerah saja yang mengusahakannya di dunia yakni Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Produksi minyak kelapa sawit didominasi oleh Indonesia dan Malaysia dengan jumlah antara 85-90% produksi minyak sawit dunia. Tandan kosong sendiri adalah limbah dari produksi CPO yang jumlahnya banyak dan saat ini umumnya belum dimanfaatkan dengan baik.






Faktor lain yang mendorong hal tersebut adalah ketika penyediaan bahan baku kayu dengan cara menanam semacam kebun energi dirasa lebih lama dan membutuhkan modal lebih besar, atau ketika ketersediaan bahan baku berupa biomasa berkayu berasal dari limbah-limbah pengolahan kayu sudah terbatas, maka tandan kosong sawit bisa menjadi kandidat kuat. Sedangkan faktor dari pabrik sawit sendiri bahwa banyak juga industri tersebut yang kewalahan untuk menangani limbah tankos itu sendiri. Hal-hal tersebut semakin mendorong pengolahan tankos untuk dipelletkan menjadi EFB pellet atau pellet tankos.



Sedangkan dari sisi combustion properties karena EFB pellet kualitasnya dibawah wood pellet, sehingga seharusnya juga digunakan teknologi yang lebih pas (cocok) sesuai karakter produk EFB Pellet. Teknologi pembakaran jenis fluidized bed menjadi pilihan terbaik karena mampu secara optimal meng-handle EFB pellet sekaligus mampu mereduksi kandungan sejumlah sifat-sifat negatifnya. Teknologi fluidized bed combustion tersebut juga sudah lama dikembangkan sehingga seharusnya untuk mencapai kondisi optimum pembakaran EFB pellet menjadi hal yang mudah dilakukan.       

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...