Rabu, 20 Januari 2016

Ketika Kebun Energi Kaliandra Untuk Produksi Wood Pellet Belum Dilirik

Saat ini sebagian besar pembangkit listrik di dunia menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. Batubara adalah bahan bakar padat yang ditambang / berasal dari perut bumi sehingga ketika dibakar akan menghasilkan emisi karbon positif. Saat ini didasari oleh kesadaran lingkungan yang meningkat maka bahan bakar biomasa khususnya wood pellet digunakan sebagai bahan bakar tambahan (cofiring) bahkan tidak sedikit yang telah seluruhnya menggunakan biomasa atau wood pellet. Segmen pasar pembangkit listrik adalah pasar besar yang menghendaki kapasitas besar dan kontinuitas pasokan, untuk itulah pasokan bahan baku wood pellet harus sangat diperhatikan. Prasyarat itu juga biasanya juga akan sulit apabila hanya dipenuhi dari bahan baku yang mengandalkan limbah-limbah penggergajian atau pengolahan kayu. Kebun energi adalah solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Kebun energi bukan hal baru sebagai upaya memproduksi biomasa kayu untuk energi. Kondisi Indonesia yang beriklim tropis dan tanah yang luas dan subur adalah hal yang patut kita bersyukur kepada Allah SWT. Ketika negara-negara sub-tropis mengeluarkan jutaan dollar dan berupaya keras untuk bisa mendapatkan hasil optimal dari kebun energi karena kondisi iklim dan tanah mereka, maka di Indonesia sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan. Banyak daerah di daerah sub-tropis yang tidak bisa ditanami sekaligus minimnya kuantitas dan kualitas cahaya matahari membuat tanaman terkendala untuk proses photosintesa. Sedangkan di Indonesia yang rata-rata 11 jam setiap hari mendapat sinar matahari sepanajang tahun maka proses photosintesis tidak bermasalah dan optimal. Konsekuensi hal tersebut adalah butuh waktu sekitar 4 tahun untuk menghasilkan produktivitas kayu menyamai kondisi di Indonesia. Mensyukuri nikmat Allah SWT salah satunya dengan menyadari kondisi tersebut dan mampu memanfaatkan kondisi tersebut untuk kemanfaatan yang besar.

Kebun Kaliandra di Sebuah Lereng Bukit di Jawa Tengah
Ada banyak manfaat dengan membuat kebun energi kaliandra, terutama manfaat lingkungan bisa menghidupkan tanah mati dan tidak terjadinya penggurunan (desertifikasi) hingga orientasi ekonomi yakni produktivitas biomasa kayu untuk produksi wood pellet. Tingginya kebutuhan wood pellet dunia seharusnya juga menjadi daya dorong untuk pembuatan kebun energi tersebut.

Selasa, 12 Januari 2016

Pengolahan Limbah Planer : Ketika Ukuran Menjadi Masalah


Limbah planer (wood shaving) dari pabrik barecore memiliki ukuran partikel yang cukup besar tetapi memiliki kadar air yang kecil (MC=4-6%) atau kering. Selain itu limbah planer yang berupa serutan-serutan kayu tersebut juga memiliki tingkat kepadatan (bulk density) yang rendah, yakni berkisar  150 kg/m3 atau sekitar setengahnya dari serbuk kayu. Teknologi densifikasi (pemadatan) cocok digunakan untuk mengolah limbah tersebut. Briket dan pellet adalah dua produk teknologi densifikasi yang sangat populer saat ini.


Karakteristik limbah planer seperti tersebut diatas membuatnya perlu beberapa penyesuaian untuk bisa digunakan secara langsung pada teknologi densifikasi. Keuntungan dari limbah planer yang kering sehingga tidak membutuhkan lagi proses pengeringan dengan alat pengering (dryer), bahkan karena terlalu kering sehingga malah butuh diturunkan kadar airnya (dibasahi). Sedangkan di lain sisi karena besarnya ukuran partikel dan kecilnya kepadatannya sehingga menyulitkan untuk densifikasi (pemadatan) untuk beberapa alat densifikasi yakni yang mengharuskan bahan tersebut masuk ke cetakan (die) yang kecil misalnya wood pellet atau wood briquette tipe screw (extruder).

Dalam banyak kasus limbah planer bisa digunakan untuk pembuatan wood pellet ataupun wood briquette (tipe screw extruder) secara langsung dengan cara limbah planer tersebut digunakan sebagai campuran (mixed material) dengan prosentase yang terbatas, misalnya 10% limbah planer dan 90% serbuk kayu. Hal tersebut bisa berjalan karena ukuran partikel rata-rata pada bahan baku masuk dalam kisaran toleransi pada pencetakan (densifikasi) untuk ukuran die yang kecil.
Type Hydraulic Briquette

Secara khusus pada pembriketan (briquetting) tekanan tinggi dikenal ada 3 kelompok teknologi yang saat ini digunakan, yakni :
1. Teknologi screw press (extruder)
2. Teknologi piston/ram mechanical press
3. Teknologi piston hydraulic press


Pada teknologi piston /ram mechanical press dan piston hydraulic press, limbah planer bisa langsung dicetak (press) menjadi briket secara langsung dan tanpa campuran atau 100% limbah planer tersebut (single material). Hal ini karena pada alat pembriket tersebut tidak mendorong bahan baku pada ukuran cetakan (die) yang kecil, tetapi bahn baku tersebut hanya mengisi ruangan tertentu lalu dipadatkan. Sedangkan pada briket tipe screw (extruder) bahan baku didorong dan dipress sekaligus / simultan dan masuk pada cetakan (die) ukuran kecil, sehingga besarnya ukuran partikel dan kecilnya tingkat kepadatan bahan baku membuat briket gagal terbentuk. Pada alat pembriket tipe screw (extruder) apabila akan menggunakan limbah planer 100% maka perlu beberapa modifikasi mesin dari tipe standarnya sehingga bisa menyesuaikan dengan karakteristik limbah planer tersebut. Perbandingan antara briket tipe piston dengan screw juga bisa dibaca disini.

Pada akhirnya kualitas atau spesifikasi produk briket yang diminta pembeli (pasar) dan biaya produksi dari penggunaan teknologi densifikasi akan menjadi faktor pendorong usaha atau pemanfaatan limbah planer tersebut. Pola pikir manajemen limbah adalah tahap awal adalah bagaimana mengatasi limbah tersebut, yakni tidak menganggu lingkungan dan sebagainya sedangkan tahap selanjutnya bagaimana limbah tersebut juga memberi keuntungan.      

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...