Kamis, 07 Februari 2019

EFB Pellet Sulit Diterima Pasar, Saatnya EFB Charcoal Briquette Hadir Sebagai Solusi

Ketika properties EFB pellet atau tankos pellet belum bisa diterima pasar, dan solusi untuk meng-upgrade bahan bakar tersebut belum ekonomis, maka perlu solusi jitu yang benar-benar bisa mengatasi masalah tersebut. Sebagian besar pembangkit listrik yang menggunakan pellet sebagai bahan bakarnya menggunakan teknologi pulverized combustion, dimana EFB pellet yang memiliki kadar klorin tinggi kurang bisa diterima. Klorin tersebut korosif terhadap logam sehingga umur pakai (lifetime) pembangkit listrik menjadi pendek. Sedangkan EFB pellet akan lebih cocok untuk pembangkit listrik yang menggunakan teknologi fluidized bed combustion, atau bahkan gasifikasi, sebagai referensi bisa dibaca disini.

Solusi jitu untuk mengatasi masalah EFB adalah diolah menjadi EFB charcoal briquette, yakni dengan pembriketan dan dilanjutkan dengan pengarangan (karbonisasi). Segmen pasar EFB charcoal briquette untuk barbecue yang jelas sangat berbeda dengan pembangkit listrik. Sehingga spesifikasi produk yang dibutuhkan juga sedikit berbeda. Kebutuhan listrik untuk produksi EFB charcoal briquette juga bisa menggunakan EFB tersebut, sehingga sebagian digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik dan sebagian untuk bahan baku EFB charcoal briquette tersebut. Kebutuhan listrik untuk produksi EFB charcoal briquette yang tidak sebesar pada pabrik sawit dan juga tidak membutuhkan kukus (steam), sehingga tidak harus menggunakan steam turbine, tetapi bisa dengan Stirling engine yang merupakan external combustion engine, ORC (Organic Rankine Cycle) atau bahkan gasifikasi.


EFB adalah limbah padat yang paling banyak dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit, sebagai gambaran untuk pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 60 ton/jam TBS akan menghasilkan 264 ton EFB. EFB tersebut terus dihasilkan dan apabila tidak diolah akan semakin menimbulkan masalah. Sebagian besar EFB saat ini hanya sebagai limbah dan belum dimanfaatkan. Sebagai badan usaha yang berorientasi profit industri kelapa sawit, maka pengolahan atau pemanfaatan EFB tentu diupayakan tidak hanya mengatasi masalah lingkungan tetapi juga menghasilkan keuntungan. Dan dengan produksi EFB charcoal briquette insyaAllah tujuan tersebut bisa tercapai. Walaupun kualitas EFB charcoal briquette akan dibawah sawdust charcoal briquette yang bahan bakunya biomasa kayu-kayuan, tetapi semestinya ada harga yang wajar untuk produk EFB charcoal briquette tersebut.

Pasar utama atau pengguna sawdust charcoal briquette adalah negara-negara Turki, Timur Tengah dan Arab Saudi, yang penggunaanya untuk memanggang daging terutama daging domba. EFB charcoal briquette bisa digunakan untuk subtitusi atau alternatif bagi sawdust charcoal briquette tersebut. Bahkan bagi industri kelapa sawit yang memiliki lahan sangat luas juga bisa mengembangkan industri peternakan di lahan tersebut. Peternakan sapi di kebun sawit telah mulai banyak dilakukan, tetapi bagaimana dengan domba? Mengapa peternakan domba kurang mendapat perhatian? Saya coba memaparkan dalam tulisan disini, untuk mencoba menjawab pertanyaan di atas. Sebagaimana dalam budidaya kelapa sawit di perkebunannya yang luas dengan menggunakan teknik-teknik tertentu untuk tetap menjaga produktivitasnya, demikian juga dengan usaha peternakan juga semestinya menggunakan teknik-teknik tertentu untuk menjaga produktivitasnya seperti teknik penggembalaan rotasi (rotation grazing).

Implementasi bisnis EFB charcoal briquette dan peternakan dalam industri kelapa sawit  juga membutuhkan proses, misalnya penyesuaian struktur organisasi perusahaan. Jika organisasi perusahaan industri kelapa sawit saat ini hanya terbagi menjadi unit kebun dan unit pabrik CPO, maka untuk pengembangan usaha baru bisa membuat divisi baru misalnya divisi EFB charcoal briquette, divisi peternakan domba dan sebagainya, sehingga potensi lahan dan semua sumber daya bisa dioptimalkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...