Selasa, 29 Januari 2019

Pemanfaatan Limbah Kayu Land Clearing Untuk Sawdust Charcoal Briquette

Luas kebun sawit di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Kebutuhan CPO maupun PKO terus meningkat sepanjang tahun. Hal tersebut seiring dengan semakin meningkatnya minyak makan (edible oil) dan juga energi dunia khususnya energi terbarukan. Perluasan kebun sawit banyak dilakukan dengan cara membuka hutan (land clearing), yang tentu saja harus legal atau mendapat ijin dari yang berwenang. Pembukaan hutan tersebut menghasilkan banyak kayu limbah yang seharusnya tidak terbuang percuma tetapi memberi keuntungan. 

Para calon pengusaha sawit tersebut juga berpikir keras untuk pemanfaatan kayu limbah menjadi produk yang menguntungkan. Hal itu selain jumlah kayu limbah tersebut banyak jumlahnya, juga mindset pengusaha untuk memaksimalkan keuntungan kalau bisa didapatkan dalam waktu singkat. Sebagai contoh misalnya setiap 1 hektar menghasilkan 50 ton limbah kayu, maka untuk 10.000 hektar akan dihasilkan 500.000 ton limbah kayu, suatu jumlah yang sangat banyak tentunya.
Salah satu pemanfaatan limbah kayu tersebut sehingga memberi keuntungan ekonomi adalah dengan produksi sawdust charcoal briquette. Sawdust charcoal briquette memiliki pasar yang masih sangat terbuka yakni untuk Turki, Timur Tengah dan Arab Saudi, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Untuk menghasilkan produk sawdust charcoal briquette berkualitas tinggi maka faktor konsistensi bahan baku harus terpenuhi. Limbah kayu dari pembukaan hutan tersebut bisa dikelompokkan yakni jenis kayu lunak dan kayu keras. Selanjutnya untuk bahan baku sawdust charcoal briquette tersebut komposisi kayu lunak dengan kayu keras harus diusahakan sedemikian rupa sehingga bisa tetap atau konsisten. 




Kualitas sawdust charcoal briquette dari kayu-kayu limbah hutan ini seharusnya juga tidak akan kalah dengan sawdust charcoal briquette yang dibuat dari limbah-limbah kayu  industri pengolahan maupun dari penggergajian kayu. Dengan kualitas yang bersaing dengan produk sawdust charcoal briquette berbahan limbah-limbah kayu industri pengolahan dan penggergajian kayu, maka otomatis harga jual dari sawdust charcoal briquette dari limbah kayu hutan juga bersaing. Nah, masalahnya bagaimana produksi sawdust charcoal briquette dari limbah kayu hutan bisa dilakukan? Bukankah itu membutuhkan listrik? Bagaimana mendapatkan listrik di tengah hutan?

Listrik tersebut adalah hal vital untuk produksi sawdust charcoal briquette tersebut. Listrik dari PLN adalah mustahil untuk lokasi tersebut, sedangkan apabila dengan minyak diesel (solar) sebagai bahan bakar penggerak generator harganya mahal, yakni sekitar Rp 15.000,- untuk setiap liternya. Solusinya adalah dengan produksi listrik dengan limbah kayu itu sendiri. Hal itu berarti sebagian limbah kayu digunakan untuk produksi sawdust charcoal briquette dan sebagian untuk produksi listrik. Gasifier atau teknologi gasifikasi bisa digunakan untuk produksi listrik dari pengolahan limbah kayu hutan tersebut. Limbah kayu hutan dibuat chip dan digunakan untuk bahan bakar gasifier tersebut. 

Lalu bagaimana untuk bisnis jangka panjang untuk sawdust charcoal briquette ? Apakah juga berarti selesai setelah kayu limbah pembukaan hutan tersebut habis? Tentu saja ada sejumlah hal bisa dilakukan untuk terus menjaga bisnis sawdust charcoal tersebut terus berlanjut. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan membuat kebun energi dari tanaman jenis rotasi cepat sebagai sumber bahan baku sawdust charcoal briquette tersebut. Tanaman rotasi cepat yang bisa ditanam sebagai contohnya adalah kaliandra, untuk penjelasan lebih detail bisa dibaca disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...