Minggu, 04 Oktober 2020

Pellet Sekam Padi atau Briket Sekam Padi?

Truk mengangkut sekam padi, photo dari sini
Produksi padi Indonesia tahun 2008 diperkirakan mencapai 59,9 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan komposisi sekam 25% berarti potensi sekam mencapai 15 juta ton/tahun. Walaupun  jumlahnya berlimpah tetapi umumnya pemanfaatannya masih belum optimal, hal itu karena sekam padi memiliki bulk density rendah dan nilai kalornya relatif kecil karena tingginya kandungan abu. Supaya sekam padi tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal salah satu solusinya adalah dengan pemadatan (densification). Dengan dipadatkan tersebut sekam padi bisa lebih mudah digunakan, ekonomis dalam transportasi dan memudahkan penyimpanannya. Tumpukan sekam padi dalam jumlah besar juga memiliki kecenderungan besar untuk terbakar. Sekam kering tersebut mudah berterbangan seperti debu sehingga konsentrasi tinggi dalam ruangan akan mudah terbakar dan membahayakan. Pemadatan sekam padi akan sekam padi berukuran lebih besar, padat dan berat sehingga tidak mudah berterbangan atau dengan kata lain juga mengurangi resiko terjadinya kebakaran tersebut.

 Kebutuhan bahan bakar biomasa semakin meningkat akhir-akhir ini. Hal tersebut mendorong pemanfaatan limbah-limbah pertanian dan industri pengolahan kayu. Limbah-limbah tersebut pada awalnya tidak termanfaatkan dan cenderung mencemari lingkungan, tetapi saat ini mulai banyak diolah untuk produksi bahan bakar biomasa. Sebuah upaya positif tentunya karena selain meminimalisir masalah lingkungan akibat limbah tersebut juga merupakan aktivitas bisnis yang menguntungkan. Produksi bahan bakar biomasa tersebut bisa dimulai dari kapasitas menengah hingga kapasitas besar, dari kapasitas beberapa ratus ton atau ribuan ton per bulan hingga ratusan ribu ton per bulan. Walaupun potensi di Indonesia besar tetapi umumnya pemanfaatan limbah-limbah tersebut belum maksimal sehingga produksi bahan bakar biomasa secara komersial umumnya masih kecil. 

Briket dan pellet adalah produk pemadatan biomasa (biomass densification) tersebut. Briket dan pellet pada dasarnya memiliki karakteristik tersendiri, walapun secara fisik bisa langsung mudah dikenali dari ukuran briket yang lebih besar daripada pellet. Teknologi pembriketan juga lebih beragam dibandingkan pellet sehingga demikian juga dengan output berupa produk briket tersebut, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Untuk sekam padi untuk penggunaan sebagai bahan bakar industri, produksi industrial briquette dengan mechanical press paling sesuai. Hal tersebut karena secara teknis lebih mudah dan secara ekonomi lebih murah. Walaupun sekam padi tersebut juga bisa dibuat pellet tetapi biaya akan lebih mahal. Hal tersebut disebabkan karena sekam padi sangat abrasif karena kandungan abu yang besar dengan komponen utama penyusunnya berupa silika. Ring die dan roller press pada pelletiser akan cepat aus karena material yang abrasif tersebut. Produksi briket sekam padi dengan screw extruder juga bisa dan memungkinkan, bahkan sejumlah negara seperti Pakistan, Nepal, Bangladesh, Vietnam dan Thailand juga sudah melakukannya. Tetapi dengan material abrasif tersebut maka biaya produksi juga tinggi. Briket yang dihasilkan dengan screw extruder juga panjang sehingga biasanya perlu dipotong-potong untuk pemakaiannya sehingga pemakaian screw extruder juga menjadi kurang praktis. Dengan mechanical press ukuran briket bisa dipotong kecil-kecil dengan mudah sehingga memudahkan juga pada pemakaiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...