|
Truk mengangkut sekam padi, photo dari sini
|
Produksi padi Indonesia tahun 2008 diperkirakan mencapai 59,9 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan komposisi
sekam 25% berarti potensi sekam mencapai 15 juta ton/tahun. Walaupun jumlahnya
berlimpah tetapi umumnya pemanfaatannya masih belum optimal, hal itu karena
sekam padi memiliki bulk density rendah dan nilai kalornya relatif kecil karena
tingginya kandungan abu. Supaya sekam padi tersebut bisa dimanfaatkan secara
optimal salah satu solusinya adalah dengan pemadatan (densification). Dengan
dipadatkan tersebut sekam padi bisa lebih mudah digunakan, ekonomis dalam
transportasi dan memudahkan penyimpanannya. Tumpukan sekam padi dalam jumlah
besar juga memiliki kecenderungan besar untuk terbakar. Sekam kering tersebut
mudah berterbangan seperti debu sehingga konsentrasi tinggi dalam ruangan akan
mudah terbakar dan membahayakan. Pemadatan sekam padi akan sekam padi berukuran
lebih besar, padat dan berat sehingga tidak mudah berterbangan atau dengan kata
lain juga mengurangi resiko terjadinya kebakaran tersebut.
Kebutuhan bahan bakar biomasa semakin meningkat akhir-akhir ini. Hal tersebut mendorong pemanfaatan limbah-limbah pertanian dan industri pengolahan kayu. Limbah-limbah tersebut pada awalnya tidak termanfaatkan dan cenderung mencemari lingkungan, tetapi saat ini mulai banyak diolah untuk produksi bahan bakar biomasa. Sebuah upaya positif tentunya karena selain meminimalisir masalah lingkungan akibat limbah tersebut juga merupakan aktivitas bisnis yang menguntungkan. Produksi bahan bakar biomasa tersebut bisa dimulai dari kapasitas menengah hingga kapasitas besar, dari kapasitas beberapa ratus ton atau ribuan ton per bulan hingga ratusan ribu ton per bulan. Walaupun potensi di Indonesia besar tetapi umumnya pemanfaatan limbah-limbah tersebut belum maksimal sehingga produksi bahan bakar biomasa secara komersial umumnya masih kecil.
Briket dan pellet adalah produk pemadatan biomasa (biomass densification)
tersebut. Briket dan pellet pada dasarnya memiliki karakteristik tersendiri,
walapun secara fisik bisa langsung mudah dikenali dari ukuran briket yang lebih
besar daripada pellet. Teknologi pembriketan juga lebih beragam dibandingkan
pellet sehingga demikian juga dengan output berupa produk briket tersebut,
untuk lebih detail bisa dibaca disini. Untuk sekam padi untuk penggunaan
sebagai bahan bakar industri, produksi industrial briquette dengan mechanical
press paling sesuai. Hal tersebut karena secara teknis lebih mudah dan secara
ekonomi lebih murah. Walaupun sekam padi tersebut juga bisa dibuat pellet
tetapi biaya akan lebih mahal. Hal tersebut disebabkan karena sekam padi sangat
abrasif karena kandungan abu yang besar dengan komponen utama penyusunnya
berupa silika. Ring die dan roller press pada pelletiser akan cepat aus karena
material yang abrasif tersebut. Produksi briket sekam padi dengan screw
extruder juga bisa dan memungkinkan, bahkan sejumlah negara seperti Pakistan,
Nepal, Bangladesh, Vietnam dan Thailand juga sudah melakukannya. Tetapi dengan
material abrasif tersebut maka biaya produksi juga tinggi. Briket yang
dihasilkan dengan screw extruder juga panjang sehingga biasanya perlu
dipotong-potong untuk pemakaiannya sehingga pemakaian screw extruder juga
menjadi kurang praktis. Dengan mechanical press ukuran briket bisa dipotong
kecil-kecil dengan mudah sehingga memudahkan juga pada pemakaiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar